Sinergitas Transportasi dan Energi, Kendalikan Pencemaran Udara di Jakarta

Ilustrasi: Kepadatan kendaraan di DKI Jakarta.

BOGOR-TODAY.COM – Berdasarkan fenomena polusi udara di Jakarta tak terlepas oleh adanya dampak hilir (transportasi), dan pemicu lainnya yakni sektor energi (di sisi hulu). Bahkan Kota Jakarta dilabeli sebagai kota terpolusi di dunia. Dampaknya, di Jakarta penyakit ISPA mengalami kenaikan drastis.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah mengadakan dialog publik secara daring yang bertajuk “Sinergitas Sektor Transportasi dan Energi dalam Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Jakarta”, pada Kamis (16/11/2023).

Dialog publik tersebut menghadirkan narasumber antara lain, Dirjen Pengendalian Pencemaran Udara KLHK, Sigit Reliantoro, Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Sarudin, dan Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. Selain itu dialog publik yang dihadiri 150-an peserta, juga menghadirkan penanggap dari Dinas DKI (seperti Dishub, Dinkes, Dinas LH), influencer, tokoh masyarakat hingga media masa.

Adapun inti dalam diskusi tersebut adalah

1. Pencemaran udara di Kota Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan dan membahayakan dari sisi kesehatan dan bisa berdampak secara ekonomi. Bahkan menurut Dinkes DKI Jakarta faktor lingkungan dan kualitas udara berpengaruh paling signifikan terhadap berbagai penyakit tidak menular, seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes, dll.

2. Pengendalian Pencemaran udara juga menjadi fenomena yang sejalan dengan upaya pemerintah mewujudkan kebijakan nett zero emition hingga 2060. Hal ini tidak akan tercapai jika tidak ada kebijakan yang gradual dan sistematis dilakukan, karena pencemaran udara (polusi) adalah wujud paling nyata adanya produksi emisi gas buang dari energi fosil, yang digunakan untuk aktivitas di sektor hilir, seperti transportasi, bisnis, industri, dll.

3. Hal yang paling kentara adalah bahwa sektor transportasi berkontribusi paling signifikan (45%), karena penggunaan kendaraan pribadi masih sangat dominan, baik roda dua, roda empat dan kendaraan logistik. Saat ini ranmor roda dua di Jakarta mencapai 24 juta lebih.

4. Hal yang tak boleh dilupakan adalah adanya PLTU yang mengepung Kota Jakarta, yakni PLTU di area Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, dan PLTU di Jakarta. Diduga kuat banyak PLTU Swasta yang digunakan untuk sektor industri dan bisnis yang belum tersertifikasi proper (ramah lingkungan) dari KLHK.

BACA JUGA :  Melenggang di Pilgub Jabar 2024, Bima Arya Beberkan Sejumlah Program

Saran dan rekomendasi

Untuk mewujudkan udara yang bersih di Kota Jakarta dan kota kota besar lain di Indonesia perlu ada langkah radikal yang dilakukan, yaitu:

1. Memperkuat peran angkutan publik masal di Kota Jakarta, yang terintegrasi baik dari sisi infrastrukturnya, dan sistem ticketingnya. Keandalan pelayanannya juga menjadi prasyarat untuk mendorong migrasi pengguna kendaraan pribadi menjadi pengguna kendaraan umum massal, seperti Transjakarta, Commuter Line, MRT Jakarta, dan juga LRT Jabodebek.

2. Memberikan disinsentif untuk pengendalian penggunaan kendaraan pribadi, seperti menerapkan kebijakan jalan berbayar, tarif parkir yang mahal, bahkan tarif tol dalam kota yang lebih tinggi.

3. Mendorong penggunaan bahan bakar yang ramah lingkungan untuk ranmor pribadi, dengan oktan number yang tinggi sesuai standar Euro 2. Baik untuk roda dua dan roda empat.

4. Penggunaan kendaraan listrik, baik utk pribadi dan angkutan umum, juga perlu didorong. Sebab, kendaraan listrik mampu menekan emisi gas buang di sisi hilir. Bus bus Transjakarta perlu dimigrasikan menjadi bus listrik.

5. Mewujudkan wajib lulus uji emisi bagi ranmor pribadi di Jakarta. Kebijakan ini harus dilakukan secara konsisten dan meluas. Sebab menurut Dinas LH DKI, cakupan uji emisi masih minim, untuk ranmor pribadi hanya mencapai 29,7 persen dari total ranmor, dan bahkan untuk ranmor roda dua yang lulus uji emisi hanya 0,79 persen saja. Ironis sekali. Ranmor yang tidak lulus uji emisi bisa dikenakan tilang, dan tarif parkir progresif.

6. Untuk Kota Jakarta seharusnya sudah berani menerapkan jenis BBM yang ramah lingkungan untuk ranmor pribadi, sehingga emisi gas buang di Jakarta bisa turun signifikan. Era Gubernur Ahok, hal ini pernah di wacanakan. Ini bisa dilakukan dengan menghapus pertalite di Jakarta, dan wajib menggunakan BBM dengan RON 92, seperti pertamax.

BACA JUGA :  Jelang Pilkada 2024, Pj Wali Kota Bogor Ingatkan Jaga Netralitas ASN

7. Wacana PT Pertamina untuk membuat jenis BBM seperti Pertamax green pada 2024, dengan RON 95, adalah hal yang baik dan patut didorong dan diapresiasi. Untuk mendukung dan percepatan jenis Pertamax Green, pemerintah bisa mengkonversi subsidi BBM untuk pertalite, dialihkan untuk subsidi pertamax dan pertamax green tersebut. Sebab bagaimana pun pertalite masih kategori Euro 1, yang masih tinggi emisi, dan memicu polusi signifikan.

8. Mendesak KLHK untuk melakukan audit ulang terhadap keberadaan PLTU di Jakarta, Banten, dan Jabar. Sebab PLTU milik swasta yang digunakan untuk kepentingan industri dan bisnis belum lulus standar proper dari KLHK. PLTU minimal harus mempunyai sertifikat standar proper dari KLHK untuk meminimalisasi emisi karbon yang dihasilkan.

9. Dari sisi sosilogis, harus ada upaya edukasi dan sosialisasi pada masyarakat khususnya generasi muda. Sebab menurut survei YLKI, pemahaman dan literasi masyarakat thd dampak BBM bagi lingkungan masih rendah. Bahkan dampak terhadap mesin kendaraannya sekalipun. Padahal jika kendaraannya menggunakan jenis BBM yang tidak kompatibel dengan mesinnya, maka mesin kendaraannya akan keropos, aus dan cepat turun mesin.

Konsumen pada akhirnya secara finansial akan boros, dan bahkan boncos. Klimaksnya perlu ditandaskan bahwa masalah polusi udara tidak bisa dianggap sepele, ini masalah yang sangat serius bagi lingkungan, kesehatan dan masyarakat. Menurut hasil kajian kerugian sosial ekonomi signifikan, minimal mencapai Rp28,5 triliun per tahunnya. Dan upaya pemerintah untuk mewujudkan nett zero emition tidak akan tercapai jika upaya menekan polusi udara tidak dilakukan, baik dari sisi hulu hingga hilir.***

Follow dan Baca Artikel lainnya di Google News

Bagi Halaman
============================================================
============================================================
============================================================