RAPAT paripurna DPRD Kota Bogor dengan agenda angket untuk Wakil Walikota Bogor Usmar Hariman, menghasilkan tiga catatan penting. Angket ini dipicu intervensi yang dilakukan Usmar Hariman terhadap lelang jasa kontruksi di Unit Lelang Pengadaan (ULP) Kota Bogor. Seperti apa langkah dewan?
RIZKY DEWANTARA|YUSKA APITYA
[email protected]
Suasana rapat paripurna Senin (3/8/2015) sanÂgat berbeda. Anggota dewan yang biasanya anÂteng, kemarin mendadak beradu interupsi. Tak hanya satu atau dua anggota dewan saja yang tunjuk tangan untuk mengajukan interupsi. Rapat kemarin benar-benar terlihat rapat betulan. Beda dari rapat paripurna biasanya yang adem ayem tanpa ocehan.
Rapat dimulai sekitar pukul 14:00. Tetamu yang hadirpun membeludak. Ratusan anggota Ormas dan tokoh pemuda se-Kota Bogor tak luput dari sanÂdaran kursi rapat. Di teras halaÂman gedung dewan juga banjir tetamu dari kalangan aktivis dan mahasiswa. Mereka peÂnasaran ingin mengetahui apa yang diputuskan DPRD Kota Bogor terhadap Usmar HariÂman. Apakah diadili atau dibiÂarkan tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Rapat berlangsung alot. Setelah rapat dibuka, seluruh fraksi menyampaikan suara terkait angket. Fraksi PPP, PDIP, Golkar, dan Gerindra meÂnyatakan setuju atas usul pengÂguna hak angket dewan terhaÂdap Usmar Hariman. Dua fraksi lain yakni Fraksi Demokrat dan Fraksi Amanat Bintang RestoraÂsi Bangsa dari Partai GabunÂgan, menyatakan tidak setuju. Mereka memilih membekingi Usmar. Sementara Fraksi PKS memilih jalan aman yakni tidak memberikan suara dalam panÂdangan fraksi.
Salah satu anggota fraksi pengusul hak angket, MahÂpudi Ismail, mengatakan, seÂbagai pengusul hak angket, memberikan apresiasi kepada fraksi-fraksi yang menyetujui hak angket ini. Siang kemarin, Mahpudi menjadi orator untuk mengganyang Usmar Hariman. Politikus Gerindra ini juga meÂminta agar persoalan intervensi lelang yang dilakukan Usmar Hariman segera diboyong ke ranah hukum agar Kota Bogor bersih dari pemimpin yang koÂrup. “Ini semua bertujuan agar Kota Bogor menuju kota yang lebih baik lagi dari sekarang. Saya ucapkan terima kasih atas dukungan fraksi-fraksi yang setuju, kami masih merakyat dan amanah menyampaikan keinginan rakyat,†ucapnya.
Sempat dihentikan lantaran ada kekeliuran tahapan tata tertib (tatib), rapat kembali diÂlanjut. Setelah melakukan lobi dan konsolidasi petinggi, DPRD Kota Bogor memutuskan untuk mengambil langkah votting terÂbuka untuk semua anggota.
Ketua DPRD Kota Bogor UnÂtung Wahyudi Maryono, meneÂgaskan, hak angket disetujui oleh DPRD Kota Bogor. Anak emas Megawati Soekarnoputri itu juga menegaskan, votting dilakukan agar pengambilan suara dilakuÂkan secara fair dan terbuka.
Pria yang doyan karaoke itu juga mengatakan, dari 45 kursi DPRD Kota Bogor, 41 anggota hadir dan 4 sisanya tidak hadir tanpa alasan jelas. Berdasarkan votting terbuka diketahui, 29 anggota dewan menyatakan setuju dilakukan hak angket terhadap Usmar Hariman. SeÂmentara, 9 anggota dewan menyatakan tidak setuju, dan 3 anggota sisanya memilih abÂstain. “Ini sudah final dan bulat. Angket bisa ditempuh karena memenuhi dua per tiga quoÂrum,†kata dia.
Lantas, apa yang akan diÂtempuh dewan selanjutnya setelah bulat sepakat mengetuk angket ke Usmar? Untung menÂgatakan, akan membentuk PaÂnitia Khusus (Pansus) Angket. Pansus ini berjumlah 15 orang yang didalamnya harus ada perÂwakilan dari semua fraksi. “BeÂsok (hari ini, red) kita umumÂkan. Wartawan ekspos yang gede-gede. Jangan tanggung-tanggung. Kami belum masuk angin. Pansus ini saya harap juga bergerak cepat dan kilat untuk segera memanggil dan mengadili Usmar,†kata dia.
Sementara itu, inisiator adanya angket untuk Usmar Hariman yang juga KoordinaÂtor Forum Ormas Bogor BerÂsatu (FOBB), Bennignu Argobie, menegaskan, akan mengawal sampai tuntas langkah dewan. “Hari ini saya berjanji akan mengumpulkan kekuatan yang lebih besar lagi yakni dua ribu lebih besar dari sekarang. Jika hak angket ini gagal, kami akan gerudug dewan dalam jumlah besar-besaran,†kata dia.
Bos Pemuda Pancasila (PP) Kota Bogor itu juga mengaku akan menyegel gedung dewan jika angket ini tidak membuahÂkan pemakzulan terhadap UsÂmar Hariman. “Kami akan segel gedung dewan jika memang tidak ada keputusan,†ucap keÂponakan Ketua Umum Pemuda Pancasila, Japto Soelistyo SoerÂjosoemarno, itu.
Jika merujuk pada Hukum Tata Usaha Negara (TUN), anÂgket merupakan pintu masuk untuk memakzulkan kepala daerah. Angket merupakan permintaan penyelidikan dari legislatif untuk yudikatif atas mosi tidak percaya terhadap pejabat eksekutif.
Pengamat Hukum Tata NegÂara Universitas Islam Indonesia (UII), Masnur Marzuki menilai, pengajuan hak angket tersebut dapat menuntun ke jalan peÂmakzulan. Terlebih apabila usuÂlan itu diputuskan secara politik oleh DPRD secara berjamaah. “Bisa saja, karena mekanisme pemakzulan memang bisa diÂawali dari angket,†kata dia.
Dosen Hukum Negara UII itu menambahkan, merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPR (MD3) serta Tata Tertib (Tatib) DPRD, parlemen memiliki hak untuk melakuÂkan penyelidikan (investigasi) atas dugaan adanya kebijakan kepala daerah atau wakilnya, jika bertentangan dengan perÂaturan perundang-undangan.
Hak angket, lanjut Masnur, berbeda dengan hak interpÂelasi yang cuma hak bertanya. “Dasar hukumnya ada, dan berbeda dengan hak interpelasi yang hanya berarti hak bertanÂya,†imbuhnya.
Ia menegaskan, panitian angket harus tuntas menginÂvestigasi siapakah pihak yang bermain-main dalam intervensi lelang tersebut. “DPRD menuÂrut saya sudah tepat ajukan anÂgket untuk menyelidiki dimana episentrum masalah intervensi itu. Tapi panitia angket DPRD juga harus tuntas investigasi,†pungkasnya.
Pemakzulan diatur secara bersama-sama dalam satu konÂsep besar yakni pemberhenÂtian kepala daerah dan wakil kepala daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 sampai Pasal 35 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang PemerÂintah Daerah. Pasal 29 ayat (2), menyebutkan, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberhentikan karena : a. Berakhir masa jaÂbatannya dan telah dilantik peÂjabat yang baru; b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalanÂgan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah; d. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jaÂbatan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah; e. Tidak melaksanakan kewajiban keÂpala daerah dan/atau wakil kepala daerah; f. Melanggar laÂrangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah.
Sementara, Pasal 29 ayat 3 mengatur tentang pemberhenÂtian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud oleh ayat (1) huruf (a), yaitu meninggal dunia dan huruf (b) yaitu permintaan sendiri serta ayat (2) huruf (a) yaitu berakhir masa jabatan, dan huruf (b) yaitu tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan. (*)