INDONESIA merupakan negara agraris, namun kesadaran pentingnya pertanian di atas negeriagraris ini masih dikesampingkan. Mahasiswa tentu tak boleh tinggal diam. Gerakan penting untuk menghimpun kekuatan perlu dilakukan anak bangsa.
Oleh: RIFKY SETIADI
[email protected]
Tahun 1984 silam, Indonesia pernah mendapatkan penghargaan dari Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang mampu mencapai swasembada pangan. SayangÂnya, kondisi tersebut tak bertahan lama karena era tahun 1990- an Indonesia justru mengalami penurunan produksi pertanian skala nasional. Bahkan sampai kini, pertanian kita masih dalam kondisi terjajah oleh bangsa lain dengan menemÂpati urutan ke-4 pengimpor beras terbesar di duÂnia setelah Nigeria, Irak, dan Filipina.
Indonesia yang dikenal dengan negara agraris kini kehilangan julukannya. Swasembada pangan yang dijanjikan oleh Presiden seakan-akan diangÂgap hanya omongan belaka. Kurang terkoordinasinÂya sektor-sektor pemerintahan untuk menggapai kembali cita-cita tersebut membuat Indonesia kini harus impor dari negara-negara lain. Politik kepentingan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintahan menambah daftar keterlambatan perkembangan ekonomi bangsa di sektor pertaÂnian. Selain itu, kualitas hasil-hasil pertanian yang kurang memenuhi standar mengakibatkan harga yang didapat petani kurang memuaskan sehingga kesejahteraan mereka cenderung tidak meningkat. “Potret inilah yang kini dihadapi oleh petaniIndoÂnesia yang sejatinya telah bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat IndoneÂsia,†ujar Fauzan Muzakki, mahasiswa IPB JuruÂsan Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan Angkatan 2013 dari Fakultas Pertanian (Faperta) Institut PerÂtanian Bogor (IPB) kepada BOGOR TODAY, Selasa (25/08/2015), kemarin.
Karena itulah, mahasiswa yang disebut-sebut sebagai tonggak perubahan, tidak bisa tinggal diam melihat keadaan petani Indonesia. “Tri dharÂma Perguruan tinggi seharusnya di realisasikan ke lingkungan sekitar. Konsolidasi anÂtar mahasiswa diperluÂkan untuk menghimpun kekuatan agar kebijakan pemerintah terhadap sektor pertanian dapat dikawal dengan baik,†tambah Fauzan. Ia menuÂturkan, hasil-hasil peneÂlitian mahasiswa yang efektif dan berguna sebaiÂknya sudah tidak menumÂpuk di lemari saja. Kini petani Indonesia memÂbutuhkan inovasi-inovasi tersebut untuk menaikkan harkat dan martabat keÂhidupan pertanian bangÂsa. “Pendidikan yang diÂdapatkan di bangku kuliah seharusnya ditularkan ke generasi muda bangsa agar semangat untuk mereka untuk mencari ilmu semaÂkin besar. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa sudah sepatutnya kita peka dan dapat berperan aktif unÂtuk memajukan kualitas suatu bangsa,†tegasnya.
Itulah sebabnya, sebagai langkah nyata maÂhasiswa dari Fakultas Pertanian IPB, dirintislah sebuah upaya kesadaran global dengan membenÂtuk sebuah forum bertarap internasional melalui kegiatan “Agria Youth Program (AYP) 2015†yang segera digelar pada 2-5 September 2015 menÂdatang dan mencakup 5 kegiatan besar, yakni PleÂnary Session, Parallel Session, Forum Formation, Awarding Night, dan Excursion. “Forum ini dibenÂtuk dan dirintis untuk menyatukan visi dan misi membangun pertanian di wilayah ASEAN dan Asia Tenggara umumnya,†ujar Nidia Haiva Agustina, Public Relation AYP 2015. Melalui forum itu, para mahasiswa dari berbagai negara di Asia Tenggara berusaha menyatukan ide-ide kreatif dan meninÂgkatkan tingkat partisipasi setiap negara untuk membangun aktivitas pertanian yang baik. Forum ini juga dimaksudkan untuk membuka dan memÂfasilitasi pertukaran informasi seputar teknologi pertanian. Mahasiswi Arsitektur Lanskap IPB AnÂgkatan 2013 itu menambahkan, generasi muda yang akan menjadi ahli harus bisa bersaing denÂgan negara-negara lainnya untuk mengamankan posisi dan perannya. “Faktanya masih banyak anak muda dan mahasiswa yang merasa dirinya tidak perlu menyiapkan dirinya menghadapi persaingan bebas,†ujarnya.
Itulah sebabnya, mahaÂsiswa pertanian dimana pun berada, dituntut untuk meÂningkatkan kesadaran dan mempersiapkan diri menghaÂdapi pasar bebas dan inteÂgrasi ekonomi yang dibangun oleh MaÂsyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Siapkah para mahasiswa pertanian menjawab tantangan membangun kembali negeri agraris?