BOGOR,TODAY — PenyelidiÂkan kasus dugaan mark up pengadaan lahan relokasi PedÂagang Kaki Lima (PKL) di JamÂbu Dua oleh Kejaksaan Negeri ( K e j a r i ) Bogor, ternyata diperhat i Âkan seriÂus oleh Istana NegÂa r a . Klaim Kejari Bogor perihal proses penyidikan tak boleh diekspose oleh media massa, menuai kritik pedas dari SekÂretaris Kabinet (Seskab), PraÂmono Anung. Pramono juga tegas-tegas membantah ada instruksi presiden (inpres) yang tenÂgah disusun pemerintah mengenai laranÂgan mempublikasikan pejabat yang menÂjadi tersangka.
Politikus PDIP itu menjelaskan, pada saat rapat koordinasi penyerapan anggaÂran di Istana Bogor beberapa waktu lalu, memang ada kesepakatan agar aparat penegak hukum tidak buru-buru masuk dalam kasus yang belum jelas kerugian negaranya.
Turunan dari kesepakatan itu adalah tidak mempublikasikan pejabat yang staÂtusnya masih tersangka. Namun, apabila yang bersangkutan sudah berstatus terÂpidana, barulah aparat kepolisian boleh membukanya ke media. “Kepolisian dan Kejaksaan memang tidak ingin lembaganÂya itu menjadi terlalu gaduh. Ya seseorang kalau masih terperiksa lebih baik tidak diuÂmumkan,†kata Pramono di Istana KepresÂidenan Jakarta, Kamis (1/10/2015).
Kendati begitu, aturan tersebut tidak diatur dalam Inpres. Menurut Pramono, hal itu hanya kesepakatan di internal Polri dan Kejaksaan. “Tidak ada peraturan di kami,†ucapnya.
Yang terjadi saat ini, sambung PraÂmono, tokoh yang baru diperiksa sebagai saksi saja kadang sudah diekspose seperti tersangka. Padahal hal itu dapat membuat kegaduhan politik dan ekonomi.
Bantahan Pramono soal tidak adanya Inpres ini bertentangan dengan pernyataÂan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti. Menurut Badrodin, Inpres larangan memÂpublikasikan status tersangka itu tengah disusun. “Kita berbaik sangka saja, mungÂkin itu salah dengar,†ucap Pramono.
“Kalau tersangka kan baru datang saja sudah ditanya-tanya sama teman-teman wartawan. Memangnya bisa disembunÂyikan? Jangankan tersangka, datang ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) unÂtuk lapor LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) saja sudah heboh,†kata dia.
Menurut Pram, saat ini orang yang ditunjuk menjadi saksi pun namanya langÂsung dipublikasikan sehingga seringkali diÂcecar berbagai pertanyaan oleh wartawan seperti seorang tersangka.
Dikonfirmasi dalam waktu berbeda, Pramono mengatakan, progres penyidikan kasus Jambu Dua di Kota Bogor harus diÂjalankan transparan. “Ya, kalau ada tahaÂpan dan perkembangan terkait penyidikan kenapa harus disembunyikan. Kasus itu memang saya sempat denger. Ya, coba nanti saya tanya ke Kejagung ya, seperti apa perkembangan dan sejauh mana peÂnyidikan berlangsung,†kata Pramono, keÂpada BOGOR TODAY, Kamis (1/10/2015).
Terpisah, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan hal yang sama. Menurut dia, penanganan korupsi tidak usah dibikin heboh dan gaduh. Tak sedikit juga yang telah ramai memberitakan maÂsalah yang alat buktinya belum jelas. “KaÂlau belum jelas masalahnya, jangan diterÂsangkakan. Jadi harus jelas alat buktinya, baru ditersangkakan,†kata dia.
Ia memandang pemerintah mengamÂbil langkah ini agar penegakan hukum ke depannya bisa lebih pas.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Bogor semakin tertutup dalam proses penÂanganan dugaan korupsi pembelian lahan Pasar Jambu Dua. Alasannya pun sangat klise, lantaran kewenangan pemberian informasi publik bukan kewenangan Kasi Pidana Khusus (Pidsus) dan Kasi Intel KejaÂri Bogor. “Menurut Peraturan Jaksa Agung yang berlaku, seorang kasi pidsus, kasi inÂtel Kejari, tidak berwenang memberikan keterangan kepada pers. Jadi, saya tidak akan menjawab pertanyaan,†ujar Kasi PidÂsus Kejari Bogor Donny Haryono Setiawan kepada pewarta.
Dia juga menegaskan tak akan memÂberikan pernyataan apa pun terkait peÂkerjaan yang sedang ditanganinya. “Kami tidak tertutup, silakan kalian ikuti semua pekerjaan kami. Siapa yang diperiksa, siapa yang dipanggil, ikuti, pantau, silakan beritakan. Tapi, jangan menganggu jalanÂnya pemeriksaan,†ucap Donny.
Menurut dia, keterangan kasus Jambu Dua berada di level atasnya, yaitu Kepala Kejari Bogor. “Silakan ke sana lah, jangan ke saya. Saya bukan humasnya,†cetusnya.
Pengamat Hukum Sugeng Teguh SanÂtoso menilai proses penyidikan bisa saja tertutup selain karena Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Hal itu juga sebagai salah satu strategi supaya penyidikan tidak bocor atau tersangka melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. “Yang perlu dikejar adalah, kapan penyelesaian kasus tersebut, tidak boleh bertele-tele,†ujarnya.
Apalagi, proses penyelidikan yang diÂlakukan Kejari terbilang cukup lama. “UU Kejaksaan tidak mengatur soal komunikasi dengan pers, tapi dalam struktur kejaksaan ada humas yang wajib melayani pers,†ceÂtus Ketua Yayasan Satu Keadilan tersebut.
(Yuska Apitya Aji Iswanto)