BANK Indonesia menilai wajar terjadi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) di akhir tahun ini. Selain kebutuhan USD meningkat, juga terdampak rencana kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed)yang akan disampaikan 16-17 Desember ini.
Oleh : ALFIAN MUJANI
[email protected]
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza AdityasÂwara, mengatakan, pergerakan rupiah saat ini sudah dalam perkiraan BI, meskipun investor telah merespon lebih dahulu sebeÂlum keputusan disampaikan. “Ya sebenarnya sudah diperÂkirakan, menjelang 17 DeÂsember ada aktivitas demand terhadap dolar,†ungkapnya di Gedung DPR, Jakarta, SeÂlasa (15/12/2015)
Di samping itu juga ada peningkatan kebutuhan USD di dalam negeri menjelang akhir tahun. Di antaranya adalah pembayaran cicilan utang luar negeri oleh perusahaan dan pembagian dividen. SeÂhingga wajar USD kembali menembus Rp 14.000.â€Kemudian juga ada kebutuhan akhir tahun, jadi sesuatu yang wajar saja,†tegasnya.
BI akan tetap memantau pergerakan rupiah, terutama pasca keputusan The Fed. Meskipun besar kemungkiÂnan akan ada kenaikan suku bunga AS sebesar 25 basis poin. “Yang penting nanti setelah tanggal 17 bagaimana reaksinya. BI ada di pasar untuk menjaga kurs,†ujar Mirza.
Mirza mengakui, posisi rupiah masih belum mencerÂminkan fundamentalnya. Hal ini dikarenakan sentimen eksternal yang mempengaruhi pasar keuangan.
“Kalau dilihat dari fundaÂmental yang membaik ya unÂdervalue. Cuma kan memang nilai fundamental itu, kurs pasar tidak berjalan seiring. Saat pasar digerakkan oleh sentimen maka kurs di pasar nggak ketemu. Saat sentimen terhadap China, Fed mereda, maka ketemu lagi,†paparnya.
Anggaran BI Naik
Sementara itu, BI juga menÂgajukan anggaran Rp 10,3 triliÂun untuk tahun depan kepada Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Anggaran tersebut naik 20,12% dibandÂingkan tahun ini yang sebesar Rp 8,6 triliun.
Demikian data rapat AngÂgaran Tahunan Bank IndoneÂsia (ATBI) antara BI dan KomiÂsi XI, Selasa (15/12/2015).