Saat ini Indonesia amat bergantung pada kedelai impor karena minimnya produksi kedelai di dalam negeri. Dari kebutuhan sekitar 2,5 juta ton per tahun, 1,7 juta ton haÂrus dipenuhi dari impor.
Pemerintah saat ini berupaya melepaskan ketergantungan pada kedelai impor tersebut. Kedelai masuk sebagai salah satu dari 3 komoditas pangan yang ditargetÂkan bisa swasembada pada 2017, yakni padi, jagung dan kedelai.
Namun, sampai tahun 2016 ini produksi kedelai diperkirakan masih sulit beranjak dari kisaran 800-900 ribu ton per tahun seÂhingga impor kedelai belum bisa dikurangi.
Dewan Kedelai Nasional menÂgungkapkan, ada 3 penyebab produksi kedelai sulit naik tahun ini. Pertama, kemungkinan la nina bakal menyerang Indonesia dalam waktu dekat. Kedua, luas lahan kedelai juga tidak bertamÂbah. Ketiga, harga kedelai masih kurang menarik bagi petani. “MaÂsih ada impact dari cuaca, luasan lahan, harga,†kata Ketua Dewan Kedelai Nasional, Benny Kusbini, kepada detikFinance di Jakarta, Selasa (5/1/2016).
Benny mengungkapkan bahwa la nina bisa mulai menerpa IndoÂnesia pada pekan depan sehingga menyebabkan hujan deras dan banjir dimana-mana, termasuk di lahan-lahan pertanian, tak terkecuali kedelai. “Ramalan BMKG, minggu depan ada hujan deras dan banjir. Ini harus diantisipasi kalau banjir di tempat budidaya,†ucapnya.
Dia juga menuturkan, harga keÂdelai di tingkat petani saat ini hanya sekitar Rp 5.000/kg, jauh dibandingÂkan harga beras. Akibatnya, petani kedelai banyak yang beralih menaÂnam padi karena jauh lebih mengunÂtungkan.
â€Saya baru beberapa hari lalu ke Cirebon, harga kedelai di pengrajin tahu tempe itu Rp 7.200/kg, di petÂani bisa-bisa cuma Rp 5.000/kg. SeÂmentara beras sudah lebih dari Rp 10.000/kg, ini akan membuat menaÂnam kedelai semakin tidak menarik buat petani,†ucapnya.
Idealnya, harga kedelai 1,5 kali lipat dari harga beras agar produkÂsinya berlimpah di dalam negeri sepÂerti pada era Orde Baru. Tapi tentu saja harga kedelai lokal sekarang tak mungkin setinggi itu. “Kalau zaman Soeharto dulu, harga kedelai rata-rata 1,5 kali harga beras. Tapi kalau sekarang kan tidak mungkin, kalau rata-rata harga beras Rp 8.000/kg, harga kedelai lokal jadi Rp 12.000/ kg,†paparnya. “Tapi kalau harga keÂdelai tinggi harus dipikirkan impact buat pengrajin tahu tempe, masyaraÂkat, dan sebagainya. Ini juga probÂlem,†Benny menambahkan.
Agar harga kedelai mengunÂtungkan buat petani tapi juga tidak memberatkan konsumen, pihaknya mengusulkan adanya kebijakan subÂsidi harga. Tanpa adanya perbaikan harga, sulit mendongkrak produksi kedelai nasional.
“Mungkin apakah pemerintah menyubsidi harga sehingga harga keÂdelai menarik. Petani harus bisa meÂnikmati keuntungan tapi masyarakat juga tidak diberatkan,†tutupnya.