Sudah tamatkah riwayat para pencuri ikan di perairan Indonesia? Terntara belum. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, mengendus adanya permainan illegal fishing babak baru. Setelah dilarang menangkap ikan di perairan di Indonesia, para pencuri ikan mulai memanfaatkan nelayan lokal dengan imbal hasil tertentu.
Oleh : Alfian Mujani
[email protected]
Hal ini didapatkan Susi ketika berdiskuÂsi dengan para nelayan di kantornya. Nelayan lokal mengaku mendapatkan beberapa tawaran, seperti kepemiÂlikan saham 5%. “Orang datang ke mereka, suruh bikin kapal mengelola, nanti akan diÂberi saham 5%. Orang dari Taiwan dari luar, seperkiraan kita mereka akan menyusup, denÂgan dilarangnya asing mereka akan pinjam nama orang kita,†ungkap Susi di kantornya, Jakarta, Rabu (3/2/2016).
 Kabar lain didapat Susi dari Cilacap, Jawa Tengah. Beberapa pihak menawarkan kapal untuk dibagikan di wilayah timur IndoneÂsia. Dengan syarat. kapal berukuÂran besar bisa masuk ke perairan Indonesia. “Tadi malam saya SMS yang Cilacap, masak ada orang yang mau bagikan kapal ke IndoneÂsia Timur, minta izin kapal induk, kayak SS2. Itu tidak mungkin kita izinkan, karena semua harus landÂing di pelabuhan,†paparnya.
Di samping itu ada nelayan lokal yang langsung ingin membuat 10 kapal dengan ukuran menengah. NaÂmun belum mengurus izin Wilayah Pengelolaan Perikanan.
“Ada beberapa keanehan, katÂanya mau bikin 10 kapal. Kan orang mau bikin WPP (Wilayah PengeloÂlaan Perikanan) dulu, aturan seperti itu baru bikin kapal. Kalau dia tidak bikin WPP, jangan bikin kapal dulu, dan kelihatannya itu sudah ada ceriÂtanya ada sebuah perusahaan yang sudah izin kapal dan masih baru kapalnya. Indikasi itu sangat kuat,†terang Susi.
Susi ingin pertemuan dengan nelayan-nelayan lokal harus sering dilakukan. Agar komunikasi tetap terjaga dan Indonesia bisa terhinÂdar dari kegiatan baru illegal fishÂing. “Saya ngomong tadi itu karena indikasi menyusup sudah banyak. Ini ilegal fishing babak baru,†teÂgasnya.
Keluhkan Izin
Pada pertemuan dengan Menteri Susi, para nelayan mengeluhkan izin yang terlalu banyak untuk melakuÂkan aktivitas menangkap ikan. TerÂcatat, ada setidaknya 27 izin yang harus dipenuhi dari berbagai kemenÂterian/lembaga (K/L). Hal ini disamÂpaikan Sukahar, nelayan asal Pati, Jawa Tengah saat berdiskusi dengan Susi di kantor KKP.
Sukahar menyampaikan, untuk surat kelengkapan nelayan, maka haÂrus mengurus 13 izin di Kementerian Perhubungan (Kemenhub), 9 izin di KKP, 4 izin di Kementerian KesehatÂan (Kemenkes), dan 1 pada lembaga jasa kerugian. “Surat terlalu banyak dan mempersulit kami sebagai neÂlayan. Kalau ketika melaut tidak ada 1 lembar izin, maka membuka celah untuk adanya pungli dan sebagainya atau kapal nggak bisa berjalan†ujar Sukahar.
Mendengar keluhan ini. Susi langÂsung memberikan jawaban tegas atas permintaan tersebut. Pada kemenÂteriannya, Susi memastikan hanya akan ada 3 izin. Kemudian untuk keÂmenterian lain akan segera dikomuÂnikasikan agar bisa dipangkas. “Saya nggak tahu mana yang bisa dibuang-buang. Pokoknya jadi 3 izin saja di KKP,†kata Susi pada kesempatan tersebut.
Menurutnya, pemerintah meÂmang tengah berjuang untuk meÂmangkas berbagai perizinan yang menghambat aktivitas dunia usaha. Termasuk pada sektor kelautan dan perikanan. “Pak Presiden juga marah aturan banyak-banyak, bikin repot. Kita nggak berlaku yang rumit, kalau bisa disederhanakan, maka sederÂhanakan,†pungkasnya.
Susi juga membuka kesempatan bagi para nelayan yang ingin memÂpercepat pembuatan badan usaha Perseroan Terbatas (PT). Ia meminta agar nelayan mengirimkan dokumen kepada KKP, agar bisa diproses lebih cepat. “Kasih saja dokumennya, kita urus supaya bisa lebih cepat jadi PT,†ungkap Susi.
Pemilikan Asing
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan berencana membuka ruang lebih besar bagi kepemilikan asing atas investasi di sektor hilir perikanan kelautan. Bila sebelumnya hanya menjadi minoriÂtas, maka sekarang diarahkan agar bisa mayoritas.
Rencana tersebut menuai keluhan dari beberapa pengusaha dalam negÂeri. Salah satunya Aris yang memiliki perusahaan pengolahan perikanan di Jawa. Menurutnya ini akan memÂbunuh perusahaan lokal. “Saya ingin mengonfirmasi keinginan pemerinÂtah untuk mempersilakan asing jadi mayoritas di hilirisasi, bukankah itu bisa membunuh pengusaha lokal?†tanya Aris, kepada Susi Pudjiastuti.
Susi menjelaskan, sekarang produksi ikan sudah melimpah dan mencapai 15 juta ton. Bila melihat kapasitas perusahaan dalam negeri, sulit untuk mengolah jumlah terseÂbut.
“Tahun ini ada 15 juta ton. SemenÂtara ikan makin tambah, tidak makin kurang. Saya tidak yakin orang IndoÂnesia mampu menahan ikan yang seÂbanyak itu,†terang Susi.
Sedangkan pemerintah menÂginginkan agar hasil perikanan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi, sebelum dijual. Maka invesÂtor asing sangat dibutuhkan agar bisa menanamkan modalnya di dalam negeri. “Kalau jadi minoritas mereka nggak mau investasi di sini. Kalau tidak ada yang mau bangun memproses, sulit kita mengemÂbangkan kekuatan perikana kelauÂtan,†jelasnya.
Susi meyakini, kebijakan tersebut tidak akan merugikan nelayan mauÂpun pengusaha lokal. Dalam waktu dekat akan mengeluarkan aturan dengan menghilangkan prosedur unit pengolahan ikan (UPI) dalam perizinan kapal. “Nantinya ya tangÂkap ya harusnya tangkap saja. Jadi dulu memang integrated dari hulu ke hilir, itu hanya bisa korporasi besar. Kita negara kepulauan, ya tidak bisa. Mesti lebih mementingkan kerakyÂatan,†paparnya.
(detik)