SALAH satu kunci sukses keberjayaan Pakuan di masa lalu, adalah terbinanya kesalehan sosial yang dimulai dari kesalehan pribadi.
Bang Sem Haesy
DITANDAI dengan konsistensi dalam menegakkan ajaran agaÂma sebagai cara untuk mencaÂpai harmoni hubungan manuÂsia dengan manusia, manusia dengan alam semesta, dan maÂnusia dengan Tuhan. Dalam SanÂghyang Siksakandang Karesian, disebut hubungan dengan Hyang.
Hal itu diperkuat lagi, ketika orang-orang bijak yang diutus Maulana Yusuf mengajarkan tentang, hamblumminal alaam – hubungan manusia dengan seÂmesta dan hablumminannaas – hubungan antar manusia, untuk mempertegas hablumminallah – hubungan manusia dengan Allah Maha Pencipta.
Kesalahan pribadi yang berkembang sebagai kesalehan soÂsial itu mewujud dalam kerja cerÂdas, kerja keras, dan kerja ikhlas, sebagai manifestasi dari puja dalam benÂtuk kerja nyata manusia. Kesemua itu akhirnya berkembang menjadi kerja berÂbasis sukacita. Antara lain dalam mengoÂlah ladang, mengolah sawah, dan menÂgolah serang besar (peladangan kolektif untuk kepentingan bersama) yang nilai kemanfaatannya adalah kebersamaan dalam menjalani kehidupan (Maka rasa puja nyanggraha ka hyang ka dewata, Anggeus ma jaga rang dipigunakeun ka gaga ka sawah ka serang ageung).
Kerja individual dan kolektif juga dilakukan dalam merawat alam yang berkaitan langsung dengan kemanfaatan hidup manusia secara kolektif. Yaitu, melakukan inspeksi dan penurapan atas tepian atau tebing sungai agar kokoh (dan tidak longsor). Antara lain dengan menanam pepohonan yang dapat diamÂbil manfaatnya secara langsung untuk kepentingan sehari-hari. Sekaligus perdu yang tumbuh di bawahnya dapat dimanÂfaatkan sebagai obat.
Kerja individual dan kolektif juga dilakukan dalam hal menggali saluran agar sawah dan ladang sebagai tempat mengolah nafkah dalam keadaan baik, sehingga sawah dan ladangnya produkÂtif. Bersamaan dengan itu, sebagian masyarakat lain mengimbanginya denÂgan mengurus ternak bagi kepentingan masyarakat memperoleh sumber proÂtein hewan yang baik.
Agar tak diganggu dan dirusak oleh mereka yang memang gemar merusak, bersama-sama pula memasang ranjau tajam, yang ditandai agar tidak melukai diri sendiri. Hal itu, berbarengan dengan kerja membuat bendungan di sebagian aliran sungai. Termasuk memelihara emÂpang untuk mengembang-biakan ikan bagi kepentingan pemenuhan protein masyarakat secara kolektif.
Di empang atau embung itu khaÂlayak ngecrik, menjala, merentang dan menarik jaring, atau menangguk ikan. Semua dilakukan dengan sukacita, tidak dengan kasalah apalagi marah-marah dan uring-uringan. Intinya adalah kerja ikhlas yang akan membawa kebaikan bersama.
Kesemua itu, dalam Sanghyang SiksaÂkandang Karesian disebut: ngikis, marigi, ngandang, ngaburang, marak, mu(n)day, ngadodoger, mangpayang. nyair bi(n)cang; sing sawatek guna tohaan, ulah sungsut, ulah surah, ulah purik deung giringsing, pahi sukakeun sareyanana.
Kesemua itu merupakan kerja yang mengikuti alur hidup yang bermanfaat secara individual dan sosial. Dalam konteks kekinian, esensi dari apa yang diisyaratkan dalam Sanghyang SiksakanÂdang Karesian, itu adalah bekerja di seÂluruh lapangan kehidupan berbasis kesaÂdaran religius. Intinya adalah : manusia harus memberi manfaat atas seluruh hal yang sudah Tuhan berikan kepadanya.
Siapa memberi manfaat dia akan memperoleh faedah. Inilah hakekat dari kesalehan sosial.