KARENA diri kita adalah jambangan yang selalu perlu memÂperoleh air jernih kehidupan, maka pada tahapan tertentu, diri kita akan dapat menjadi cermin kehidupan sosial. Bagaimana kualiÂtas dan keadaan suatu masyaraÂkat dan bangsa, dapat dilihat dari bagaimana kualiÂtas diri pribadi manusianya.
Bang Sem Haesy
AIR yang jernih itu adalah budi baik, akhlak, akalbudi yang memberi nilai atas keseluruhan konteks kehidupan sosial. KeÂsemua itu ditamsilkan dengan indah : JamÂbangan ma ngara(n)na pamuruyan. KangÂken cai hening ma hedap urang kreha.
Padu padan jambangan sebagai inÂsan dan air jernih sebagai akal budi, akan bertemu pada cara pandang positif. Pedoman hidup masyarakat Pakuan Pajajaran di masa lalu, berhasil menÂcapai kejayaannya, karena mampu membangun pola pikir positif, yang di era kini dan mendatang kita sebut sebagai cara pandang positif (posiÂtive think), baik sangka, obyektif, dan kritis (juga konstruktif) dalam memandang banyak hal yang terÂpercik dari fenomena kehidupan (Ya mana kitu, mana na waas, teger rame a(m)bek).
Masyarakat yang semacam ini, ketika berhimpun menjadi warga masyarakat, baik kota – kabupaten – provinsi dan negara, maka akan tumbuh berkembanglah masyaraÂkat – negara – bangsa yang juga positif. Termasuk visioner (memÂpunyai pandangan jauh ke depan) dalam bergerak mencapai sesuatu yang lebih baik dan lebih baik lagi di masa depan.
Di dalam suatu daerah (seÂbutlah kota dan kabupaten) harus terdapat banyak hal, termasuk nilai kebaikan dan kebajikan yang terlaÂhir dari akal budi, sehingga ketika dikunjungi, banyak orang akan meÂnimba kebaikan dan kebajikan dariÂpadanya. Bila suatu daerah, kosong – tanpa nilai kebaikan dan kebajiÂkan – sulit bagi manusia lain memÂperoleh nilai kebaikan daripadanya. Tak ada yang bisa diteladani.
Hal ini secara eksplisit tersurat dalam pedoman : Desa ma ngaÂranya dayeuh. Na dayeuh, lamun kosong, hanetu turutaneunana. Kitu na sabda, lamun hamo kaeuÂsi carut ngara(n)na. Hengan lamun kaeusian ma na kahanan, eta keh na turutaneun.
Untuk mengetahui suatu daeÂrah mempunyai nilai kebaikan dan kebajikan, dalam konteks pedoman hidup yang berlaku ketika Pakuan berjaya di masa lalu, adalah kualiÂtas dan model komunikasi yang berkembang di tengah masyaraÂkatnya. Komunikasi yang dilanÂdasi oleh tatakrama, memberikan nilai kearifan dan mengekspresiÂkan kebajikan, dari situ manusia mendapatkan keteladanan.
Bila para pemimpin, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan semua kalangan di suatu daerah mencerminkan komunikasi yang baik, ditandai dengan penggunaan kata-kata yang sopan dan baik, maka banyak hal yang boleh ditiru, dicontoh, diteladani. Khasnya perÂkataan benar yang mencerminkan perbuatan. Atau perbuatan yang dilaksanakan sebagai perwujudan dari perkataan para pemimpinnya. Kitu keh na sabda. Mana kaeuÂsian, mana dipajar bener laksana (Demikianlah semua perkataan, dikatakan berisi, bila benar-benar terbukti – dalam perbuatan).
Dalam keseluruhan konteks kini dan mendatang, apa yang telah berlaku di masa kejayaan Pakuan Pajajaran, itu bisa kita petik pelajaÂrannya. Yaitu, setiap pemimpin tak boleh lengah untuk selalu mendiÂdik rakyatnya. Cara terbaik dalam mendidik rakyat adalah memberiÂkan teladan. Hal itu antara lain diÂtandai dengan satunya kata dengan perbuatan.