DUA tersangka kasus pengadaan tanah untuk relokasi pedagang kaki lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, yakni Camat Bogor Barat, Irwan Gumelar dan tim apraissal tanah, Roni Nasrun Adnan akhirnya ditahan. Mereka menyusul Kepala Dinas Koperasi & Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM), Hidayat Yudha Priyatna yang sudah ditahan lebih dulu di Lapas Paledang.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Kedua tersangka yang menyusul Yudha ini memenuhi panggilan dari Kejari Kota Bogor untuk diÂtahan, setelah sebelumnya mangÂkir dari panggilan pada Rabu lalu. Kedua tersangka diperiksa oleh Kejari Kota Bogor kurang lebih selama dua jam.
Setelah pemeriksaan berlangsung, kedua tersangka langsung diantar oleh tim dari KeÂjari Kota Bogor pada pukul 12:30 WIB menuju Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Paledang, Kota Bogor.
Kepala Seksi Intelejen Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto mengatakan, hal ini merupakan proses dari penyidikan, yakni penyitaan atau penahanan tersangka yang kemudian diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Setelah kedua tersangka diterima oleh penuntut umum, jaksa menÂgambil sikap untuk dilakukan penahanan dengan jangka wakÂtu selama 20 hari yang dimuÂlai sejak hari ini (kemarin),†terangnya kepada BOGOR TOÂDAY.
Terkait dengan surat perÂmintaan penangguhan pegaliÂhan status tersangka menjadi tahanan kota yang dikirimkan oleh Kepala Bagian Hukum PemÂkot Bogor, Novie Hasby MuÂnawar, Andhie mengatakan maÂsih dalam proses kajian oleh Tim Kejari. “Nanti kita lihat, mengeÂnai teknis suratnya saya belum melihat jelas,†singkatnya.
Tajamnya sorotan mata maÂsyarakat Bogor yang masih terÂus tertuju kepada kasus mark up (penggelembungan) dan pengadaan lahan relokasi PKL di JamÂbu Dua, membuat Kuasa Hukum Roni Nasrun Adnan, Mangantar Napitupulu angkat bicara.
Menurutnya, penahanan meruÂpakan wewenang dari Kejari Kota BoÂgor. Namun ia akan mempertimbangÂkan langkah selanjutnya dan mencoba berkonsultasi dengan pihak keluarga tersangka. “Roni tidak melakukan sesÂuatu terkait dengan adanya dugaan mark up itu. Bukan dia yang menjadi aktor intelektual dalam kasus ini, liÂhat saja nanti di persidangan akan terungkap aktornya dalam kasus ini. Yang jelas pledoi akan kita siapkan,†tuturnya.
Ia juga menambahkan, keseluruÂhan kasus pembebasan lahan ini akan diungkap di persidangan, karena adÂanya kemungkinan permintaan untuk dinaikan harganya (intervensi). “DaÂhulu sempat ada perang mulut antara Roni Nasrun Adnan dengan yang akan membebaskan tanah, sehingga munÂcul desakan dari ‘yang melakukan inÂtervensi’. Klien saya sudah melakukan sesuai tugasnya, namun oleh mereka (yang melakukan intervensi) Roni NasÂrun Adnan diyakinkan untuk bahwa akan disatukan sertifikat patokannya, padahal ini merupakan urusan Pemda. Otak pelakunya ini yang belum dikÂetahui, nanti akan terbuka di persidanÂgan,†tegasnya.
Terpisah, Anggota Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Bogor, Ahmad Aswandi mengatakan, permintaan pengalihan status menjadi tahanan kota, sebenarnya sah-sah saja dilayangkan oleh Pemkot kepada Kejari Kota Bogor. “Hal tersebut diatur dalam KUHAP dan merupakan hak tersangka untuk mengajukan penangguhan peÂnahanan, namun Kejari yang berhak untuk mengabulkan atau tidaknya,†tambahnya.
Ia juga menambahkan, proses huÂkum yang sedang berjalan agar cepat diselesaikan terhadap kasus mark up pengadaan lahan Jambu Dua untuk relokasi PKL. “Agar tidak ada praduga-praduga sebaiknya kasus ini cepat diseÂlesaikan untuk memperoleh kepastian hukum,†ujarnya, kemarin.
Kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya keÂjanggalan dalam pembelian lahan selÂuas 7.302 meter persegi milik HendriÂcus Angkawidjaja alias Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014 silam. Ternyata di dalamnya telah terjadi tranÂsaksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dari 26 dokumen tanah yang diserahkan Angkahong kepada Pemkot Bogor ternyata status kepemilikannya beragam, mulai dari Sertifikat Hak Milik (SHM), Akta Jual Beli (AJB) hingga tanah bekas garapan.
Dengan dokumen yang berbeda itu, harga untuk pembebasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar. Empat orang tersangka dari kalangan bawah, yakni Hidayat Yudha Priatna (Kepala Dinas Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), Hendricus Angkawidjaja alias AngkaÂhong (Pemilik tanah yang dikabarkan meninggal dunia) dan Roni Nasrun AdÂnan (dari tim apraissal tanah).
Berkas perkara ini juga telah masuk ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Barat dan tercium Kejaksaan Agung (Kejagung) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketiga lembaga yudikatif terÂtinggi itu kini tengah memanÂtau dugaan adanya aktor inÂtelektual dalam perkara ini.
Seperi diketahui, sebelÂumnya desakan demi desakan dilakukan oleh Lembaga SurÂvey Masyarakat (LSM) dan beÂberapa pengamat hukum di Kota Bogor untuk mengusut tuntas dugaan praktik korupsi yang dilakukan oleh ‘oknum-oknum’ tertentu.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kota Bogor, Untung Maryono mengaku hanya menyetujui anggaran sebesar Rp 17.5 miliar saat menjadi Ketua Panitia Badan AnggÂaran (Banggar). Kemudian hal ini dibanÂtah Kepala Badan Pengelolaan KeuanÂgan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bogor, Hanafi yang saat itu menjadi Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) karena menurutnya pembahasan angÂgaran yang menjadi Perda Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perubahan APBD Tahun 2014 tanggal 6 November 2014 berdasarkan evaluasi gubernur tanggal 3 November 2014, telah dibahas bersaÂma dengan Banggar pada tanggal 5 NoÂvember 2014 yang hasilnya ditetapkan dalam keputusan pimpinan DPRD.
Soal ini, bekas anggota Badan AngÂgaran (Banggar) saat pengadaan lahan Jambu Dua, Yus Ruswandi, mengataku, pihaknya tak mau melihat kasus ini ke belakang. “Sekarang kan proses huÂkum sedang berjalan, ya biarkan saja prosesnya terus berjalan. Jangan meliÂhat lagi ke belakang (soal penyusunan APBD) dong, karena hidup harus meliÂhat ke depan (proses hukum),†pungÂkasnya. (*)