JAKARTA, TODAY — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa anak kandÂung Aguan Sugianto, bos Agung Sedayu Grup, Richard Halim Kusuma. Seperti pada pemerikÂsaan sebelumnya, Richard meÂmang selalu enggan berkomenÂtar tentang kasus suap di balik pembahasan rencana peraturan daerah (raperda) mengenai reklamasi. Mantan komisaris di PT Agung Sedayu Group itu selalu diam baik ketika tiba di KPK atau usai diperiksa penyidik.
RichÂard langsung diamankan pengaÂwalnya untuk masuk ke dalam mobil. Dia selalu mengumbar senyum dan tak mengindahÂkan lontaran pertanyaan dari wartawan.
Ini merupakan pemeriksaan Richard untuk ketiga kalinya.
 Dalam dua kesempatan sebelumnya Richard selalu menutup mulut ketika ditÂanya wartawan perihal perkara yang meÂnyeret namanya tersebut.
PT Agung Sedayu Group sendiri memiliki anak perusahaan PT Kapuk Naga Indah yang menjadi salah satu pengembang dari pulau buatan di proyek reklamasi. Penyidik KPK memang tengah mendalami proses pembaÂhasan penyusunan Raperda Zonasi dan Tata Ruang reklamasi teluk Jakarta yang berujung pada kasus suap. Sejumlah pihak dari mulai Pemprov DKI, DPRD DKI hingga perusahaan pengembang pun telah diperiksa.
Dari sisi Pemprov DKI, nama-nama yang telah diperiksa seperti Kepala BPKAD Heru Budi Hartono dan Kepala Bappeda Tuty KuÂsumawati. Sementara dari DPRD DKI ada Ketua Balegda M Taufik dan Ketua DPRD Prasetio Edi Marsudi. Lalu dari pengembang ada nama Sugiyanto Kusuma alias Aguan dan Richard Halim Kusuma.
Bahkan penyidik KPK pun telah memerÂiksa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada Selasa (10/5/2016). Pria yang karib disapa Ahok itu mengaku telah mengeluarkan 3 izin reklamasi, sementara sisanya di masa pemerintahan Fauzi Bowo. “Saya hanya tiga (keluarkan izin), lainnya seÂjak Foke,†kata Ahok.
Ahok tidak menyebutkan lebih lanjut izin mana saja yang dikeluarkan dirinya. Berdasarkan catatan detikcom, Ahok mengeluarkan 4 izin pelaksanaan reklamasi di pulau G, F, I dan K.
Empat keputusan gubernur tersebut dibuat pertama kali pada 23 Desember 2014. Setelah itu, dua keputusan diterbitÂkan pada 22 Oktober 2015 dan keputusan terakhir pada 17 November 2015.
Sementara itu, Fauzi Bowo saat menjadi gubernur DKI Jakarta pernah menerbitkan peraturan gubernur soal reklamasi pantai utara Jakarta. Dia juga pernah mengeluarÂkan sejumlah izin pelaksanaan reklamasi ke sejumlah pengembang.
Pada 19 September 2012 atau sebulan sebelum Gubernur DKI terpilih Joko Widodo dilantik, Fauzi Bowo menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Di dalam Pergub tersebut diatur 43 pasal terkait reklamasi pantai.
Dalam pasal 2 ayat 1 disebutkan, kaÂwasan reklamasi mencakup kawasan peraiÂran laut Teluk Jakarta yang diukur dari garis pantai utara Jakarta secara tegak lurus ke arah laut sampai garis yang menghubungÂkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan di dalamnya terdapat kawasan pengembanÂgan lahan baru melalui pembangunan puÂlau-pulau hasil kegiatan reklamasi.
KPK memang tengah mendalami peran pihak lain dalam kasus ini. KPK menduga, M Sanusi sebagai anggota Balegda tidak bermain sendirian untuk memainkan pembahasan dua raperda itu. KPK menaruh curiga tentang pembahasan raperda yang tidak pernah kuÂorum. KPK menduga adanya ‘permainan’ di balik penundaan pembahasan 2 raperda itu.
Kecurigaan KPK memang beralasan. Dua raperda tentang reklamasi itu telah disÂerahkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) ke DPRD DKI pada 23 April 2015 silam. Saat itu, namanya adalah RapÂerda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Tahun 2015-2035. Setahun berselang, raperda tak juga disahkan.
Dalam kasus ini, 3 orang tersangka telah ditetapkan yaitu M Sanusi, Ariesman Widjaja, dan Trinanda Prihantoro. M Sanusi disangka menerima duit dalam beberapa termin sejumlah Rp 2 miliar dari Ariesman melalui Trinanda.
Segel Proyek Reklamasi
Sementara itu, Kementerian LingkunÂgan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengguÂlirkan sejumlah dokumen terbaru sebagai alat menghentikan sementara kegiatan reklamasi Pantai Utara Jakarta. PenghenÂtian sementara kegiatan reklamasi tersebut merupakan sanksi administratif paksaaan pemerintah terhadap dua perusahaan yakni PT Kapuk Naga Indah dan PT Muara Wisesa.
“Dengan dijatuhkan sanksi ini, otomatis seluruh kegiatan reklamasi Pulau C dan PuÂlau D harus dihentikan,†kata Direktur JenÂderal Penegakan Hukum LIngkungan Hidup dan Kehutanan, KLHK Rasio Ridho Sani dalam konferensi pers, Rabu (11/5/2016).
Reklamasi boleh kembali dilakukan ketika perusahaan terkait memenuhi perintah-perinÂtah perbaikan. Perintah tersebut, kata Ridho, misalnya yang tertuang dalam SK 354/ MenÂlhk/Setjen/Kum.9/5/2016. Selain itu SK terseÂbut juga memerintahkan agar membatalkan rencana kegiatan reklamasi pulau 1 (E).
Demikian juga untuk kegiatan reklamasi Pulau G yang dilakukan oleh PT Muara WisÂesa. Kegiatannya harus dihentikan sampai dipenuhinya perintah-perintah untuk memÂperbaiki pengelolaan lingkungannya seperti tercantum dalam SK 355/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016.
KLHK menegaskan kegiatan reklamasi Pantura Utara Jakarta telah memenuhi unÂsur kerusakan lingkungan hidup dan kereÂsahan masyarakat. Karenanya Meneri LHK melalui Keputusan Menteri LHK menggulirÂkan sejumlah surat yakni Surat Keputusan Menteri LHK dengan nomor SK.354/MenÂlhk/Setjen/Kum.9/5/2016 tentang PengeÂnaan Sanksi Administratif Paksaan PemerinÂtah Berupa Penghentian Sementara Seluruh Kegiatan PT. Kapuk Naga Indah Pada Pulau 2b (C), Pulau 2a (D) dan Pulau 1 (E) di Pantai Utara Jakarta.
Digulirkan pula Surat Keputusan MenÂteri LHK dengan SK.355/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Berupa Penghentian Sementara Seluruh Kegiatan PT Muara Wisesa Pada Pulau G di Pantai Utara Jakarta.
Surat keputusan selanjutnya yakÂni bernomor SK.356/Menlhk/Setjen/Kum.9/5/2016 tentang Penghentian SemenÂtara Seluruh Kegiatan Pulau 2b (C), Pulau 2 a (d) dan Pulau G serta Pembatalan Rencana Reklamasi Pulau 1 (E) di Pantai Utara Jakarta.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian LHK, San Afri Awang menjelaskan, isi dari SK yakni penegasan pada wewenang yang harus diÂlakukan terkait dengan tindak lanjut dari sanksi administratif terhadap dua perusaÂhaan terhukum. Wewenang tersebut terkait penerbitan izin lingkungan yang baru oleh Gubernur DKI Jakarta serta supervisi dan pengawasan bersama antara KLHK bersama dengan Pemerintah DKI Jakarta. “Latar belakang dikeluarkannya tiga SK Menteri LHK ini adalah karena persoalan reklamasi pantai utara memerlukan penanganan yang khusus dari KLHK,†kata dia. Reklamasi telah menimbulkan masalah serius dan telah diÂlakukan pemeriksaan dokumen AMDAL. Pemerintah telah pula memeriksa langsung kegiatan reklamasi secara langsung dan terÂbukti telah telah terjadi pelanggaran izin.
Tindak lanjut persoalan reklamasi didasaÂri ketentuan Pasal 73 dan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang PerlindÂungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah pusat dapat melakukan pengaÂwasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha atau kegiatan yang izin Lingkungannya diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
Hal ini dapat diberlakukan apabila PemerÂintah menganggap telah terjadi pelanggaÂran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pusat dalam kondisi tersebut dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha atau kegiatan. “Perintah perbaikan yang dimaksud adalah bahwa kedua perusaÂhaan ini diperintahkan untuk memperbaiki dokumen lingkungan dan izin lingkungan,†lanjutnya.
(Yuska Apitya Aji)