DJOKO Susanto adalah salah satu anak negeri yang memiliki visi, misi, konsistensi, dan pandai melihat peluang dalam berbisnis. Jiwa usahanya telah dimulai dari umur 10 tahun. Kios milik orang tuanya yang bernama Sumber Bahagia merupakan langkah awal Djoko Susanto dalam memasuki dunia wirausaha yang berfokus pada industri ritel.
Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]
Pada saat Djoko Susanto pertama kali membantu orang tua di kios mereka yang bertempat di Pasar Arjuna JakarÂÂta, kios mereka hanya menjual bahan makanan. Beberapa tahun kemudian, bapak Djoko Susanto merasa bahwa bila ia tidak melakukan suatu perubahan maka usahanya akan tamat.
Pada tahun 1980-an dia menyadari potensi dari penjualan produk rokok. Oleh karena, visi misi Djoko Susanto besar dalam mengembangÂÂkan usaha kiosnya yang menitikberatkan pada rokok, maka H.M. Sampoerna yang merupakÂÂan salah satu tokoh besar dalam dunia rokok dan tembakau tertarik untuk berinvestasi.
Kerjasama Dua Tokoh Besar Kerjasama dua tokoh besar tersebut diawali dengan dibukanya 15 (lima belas) toko rokok di seputar wilayah Jakarta. Pada 27 Agustus 1989 Lahirlah Alfa Toko Gudang Rabat yang mempunyai konsep supermarket. Usaha yang terbentuk dari buah tangan kedua orang itu diberikan nama Alfa dikarenakan sifatnya yang netral tidak mengandung salah satu nama kedua orang itu.
Selain itu, melalui beberapa riset Djoko Susanto menyadari kekuatan nama Alfa yang lebih menjual daripada namanya ataupun nama H.M. Sampoerna. Alfa Toko Gudang Rabat inilah cikal bakal kesuksean Djoko SusÂÂanto dengan brand Alfa yang mana Alfamart sebagai ujung tombak brand tersebut, diikuti dengan Alfa Midi dan Lawson yang merupakÂÂan bagian dari Alfa Midi.
Jatuhnya H.M. Sampoerna Alfamart awal mula berdiri bernama Alfa Mini Mart. Alfa Mini Mart berdiri di tahun 1999 diÂÂmana krisis ekonomi sedang melanda IndoÂÂnesia dan dunia. Pada saat itu Djoko Susanto yakin bahwa keinginan untuk maju dan panÂÂtang menyerah dapat membawa kepada kesÂÂuksesan yang mana terbukti saat ini.
Pada 2006 H.M. Sampoerna menjual semua usaha, termasuk saham kepemilikanÂÂnya di Alfamart. Di tahun tersebut Djoko SuÂÂsanto melalui PT. Sigmantara Alfindo yang dimilikinya menjadi pemegang saham terbeÂÂsar atas Alfamart dengan porsi saham sebesar 60%. Disinilah berakhirnya kerjasama kedua tokoh besar tersebut dan ditandai dengan beÂÂrakhirnya dinasti Sampoerna di industri rokok dan tembakau.
Berakhirnya kerjasama antara Djoko SuÂÂsanto dengan Sampoerna tidak membuat Djoko panik. Hal ini dikarenakan Alfamart dan brand Alfa lain yang dimilikinya telah meÂÂmiliki konsep dan visi, misi yang kuat sebagai pondasi usaha. Otak dibalik terciptanya hal itu adalah Pudjianto yang direkrutnya pada 2001. Tugas berat yang diemban membuahkan hasil sangat memuaskan dengan konsep dari PudÂÂjianto.
Di tahun 2007 Alfa Midi dibentuk oleh Djoko Susanto dengan badan hukum bernaÂÂma PT. Midimart Utama. Ini merupakan salah satu idenya dalam diferensiasi merk yang beÂÂrakhir sukses. Sayang tidak semua usahanya sukses. Alfa Supermarket yang awalnya berÂÂnama Alfa Toko Gudang Rabat akhirnya harus dijual kepada Carrefour. Selain karena Alfa Supermarket tidak menghasilkan pendapatan yang signifikan akibat kalah bersaing dengan supermarket lain, Djoko Susanto menyadari bahwa dia harus fokus pada ritel mini market. Hasil penjualan dari Alfa Supermarket Djoko investasikan kepada Alfa Midi dan Alfamart sebagai langkah pengembangan usaha.
Langkah Djoko tepat dalam menginvestaÂÂsikan uangnya ke Alfamart dan Alfamidi. Hal ini ditandai dengan semakin menjamurnya gerai Alfamart di pelbagai daerah dan terbenÂÂtuknya kerja sama Alfa Midi dengan Lawson. Oleh karena usaha kerasnya selama bertahun-tahun tersebut yang dikarenakan fokusnya di bidang ritel dan pintar melihat perubahan kondisi masyarakat dan peluang yang ada, maka Djoko mendapat buahnya yaitu kekayÂÂaan milyaran rupiah dan dinobatkan menjadi orang terkaya di Indonesia urutan ke-25 tahun 2012 versi majalah Forbes.
(WWS)