Untitled-14BUDAYA suatu masyarakat mengikuti perkembangan pemikiran yang dipen­garuhi pengalaman hidup nyata maupun imajinasi abstrak, yang saling menguatkan satu dengan lainnya secara integral dan komprehensif. Hal tersebut memberi pengertian kepada kita, bahwa budaya memadukan disiplin berfikir, pikiran sintesis, pikiran kreatif, pikiran etis, dan pikiran untuk menghormati pandangan – sikap dan keyakinan orang lain.

Oleh : Bang Sem Haesy

DENGAN demikian, budaya dapat dipandang sebagai cipta, rasa, karsa, dan karya manusia sebagai daya kole­ktif untuk menggerakkan dinamika kehidupan suatu masyarakat, nega­ra, dan bangsa. Budaya selalu berger­ak mengikuti proses perkembangan zaman melalui transformasi yang menghasilkan nilai-nilai cipta, rasa, karsa, dan karya secara kontempor­er, yang disebut sebagai kebudayaan.

Karena itu kebudayaan suatu masyarakat selalu memberi ruang yang luas untuk berkembangnya ber­bagai hal positif dalam kehidupan masyarakat. Antara lain: toleransi, inovasi, kreativitas, jujur, kerja keras, adil, dan sikap berkompetisi dalam mewujud­kan cita-cita, baik cita-cita personal – individual maupun cita-cita bersama kehidupan sosial. Termasuk interaksi har­monis antara nilai-nilai tradisional dengan nilai-nilai mod­ern. Interaksi itulah yang akhirnya melahirkan kecerdasan dan kearifan lokal, yang terbentuk melalui proses sintesis, asimilasi, dan akulturasi.

BACA JUGA :  8 Penyebab Susah Turunkan Berat Badan, Simak Ini

Pembangunan sebagai ikhtiar perubahan masyarakat menjadi kondisi yang lebih baik dan terbaik, dapat dipan­dang sebagai jalan budaya secara terus menerus dan ter­barukan. Dengan demikian, kebijakan budaya atau strategi kebudayaan menjadi bagian tak terpisahkan dalam seluruh proses penyelenggaraan pembangunan.

Kini kita menghadapi tidak hanya kondisi sosial, eko­nomi, dan politik yang ditimbulkan oleh berbagai krisis yang berlangsung di berbagai belahan dunia yang berpengaruh langsung dan tak langsung secara inward. Terutama kare­na kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi, memungkinkan seluruh dimensi dinami­ka global memengaruhi dimensi budaya dan kemanusiaan.

Perubahan sistem politik dan kenegaraan, serta sistem ekonomi yang tengah berlangsung, belum disertai dengan transformasi budaya secara konkret. Akibatnya, dari pers­pektif budaya telah terjadi kegamangan dalam menghadapi perubahan yang sangat cepat. Bahkan dalam banyak hal menimbulkan disorientasi. Terutama, ketika nilai-nilai kon­temporer global teradopsi dalam pemikiran dan perilaku masyarakat dalam menyikapi menjalani perubahan kehidu­pan sehari-hari. Akibatnya, kecerdasan dan kearifan lokal dan nasional masyarakat seolah-olah tertinggalkan dan nyaris terabaikan.

BACA JUGA :  Kolaborasi Antisipasi Krisis Iklim Melalui Penanaman Pohon di Wilayah Kabupaten Bogor

Kita seolah terjebak oleh kecerdasan dan kearifan glob­al yang berhadap-hadapan secara diametral dengan kecer­dasan dan kearifan genuin dari kebudayaan kita sendiri. Ni­lai-nilai budaya luhur yang kita terima dari proses panjang peradaban bangsa dan masyarakat, tercampakkan. Seolah-olah pula kita tidak mempunyai daya kreatif dan inovasi un­tuk mengembangkannya.

Akibatnya terjadilah perilaku tambuh laku ketika para penerima amanah rakyat kehilangan dimensi kedalaman in­sani (budaya) dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin. Seperti tergambar dalam pesona persona perilaku yang tidak pada tempatnya: “Bangkong dikongkorong kujang, Ka cai kundang cameti, Ka darat kundang heurap.” [Katak di­kalungi Kujang, perlambang amanah yang diberikan kepada orang yang tidak tepat. Ke tempat mandi membawa pecut – cemeti, Ke ladang membawa peralatan mandi].

Agar kita tak terjebak dalam kondisi seperti inilah kita perlu mempelajari ulang nilai-nilai masa lalu yang diwaris­kan Prabu Siliwangi dan Prabu Surawisesa.

============================================================
============================================================
============================================================