BOGOR, TODAYÂ – Bagi Anda peÂnikmat becak di Kota Bogor haÂrus berhati-hati. Tak semua beÂcak yang beroperasi aman untuk dinaiki. Data Dinas Lalulintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota BoÂgor menyebutkan, dari 1.250 beÂcak yang ada di Kota Bogor, baru 86 yang menjalani uji KIR. SeÂmentara, 1.164 becak lainnya beÂlum dipastikan aman pakai.
Kemarin, Bidang Pengendalian dan Ketertiban (Daltib) Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor menggelar pengujian kendaÂraan bermotor (KIR) terhadap 86 becak. Uji kel ayakan becak terseÂbut digelar di Jalan Mayor Oking Kecamatan Bogor Tengah.
Kasie Angkutan Tidak Dalam Trayek DLLAJ Kota Bogor, RA Mulyadi, mengatakan, penguÂjian KIR becak mengacu pada Pasal 63 Perda No 6 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lalulintas dan Angkutan Jalan dan Peraturan Walikota (Perwal) No 15 tahun 2006 tentang PenyelenggaÂraan Angkutan Becak di Kota Bogor. Tujuannya supaya kelayakan becak dapat terpantau secara terus menerus.
“Apabila ada beÂcak yang sudah tidak layak, akan ditertibkan. Sementara apabila ada becak yang belum berÂsurat atau b o d o n g , maka kami akan mendoÂrong pembuaÂtan kartu SIM dan kelengkapan surat secara cuma-cuma,†kata Mulyadi usai giat uji KIR, kemarin.
Menurutnya, tahun ini baru pertama kali dilakukan uji KIR. Untuk tahap awal, baru 86 dari 1.250 becak di Kota Bogor yang mengiÂkuti uji KIR. Dari jumlah itu, secara keseluruhan masih layak jalan. “Kami tandai plat becaknya. Kalau warna kunÂing, berarti becak lama. Sedangkan plat merah kecoklat-coklatan becak baru,†katanya.
Mulyadi menyatakan, ada 800 beÂcak yang beroperasi di Bogor Tengah. Namun dia sudah membagi becak-becak tersebut sesuai zona. Beberapa daerah ditetapkan sebagai daerah yang boleh dilalui dan terlarang bagi becak. Daerah yang boleh dilalui becak umÂumnya berdekatan dengan pemukiman penduduk atau perumahan. Tetapi kaÂlau jalan utama sudah tidak diperboleÂhkan dilewati, pungkasnya.
Kompensasi Becak
Pemkot Bogor juga mengupayakan pengurangan jumlah becak di ruas jaÂlan perkotaan. Hingga 2019, ditargetÂkan hanya 250 becak yang beroperasi.
Mulyadi mengatakan, pengurangan dilakukan secara bertahap. Caranya, dengan membeli becak tidak laik jaÂlan. Tujuannya, untuk penataan kota seperti tertuang dalam RPJMD Kota Bogor hingga 2019. “Secara rutin kami melakukan pendataan dan pemerikÂsaan terhadap becak. Becak yang kami tarik yakni yang terdata tidak laik jalan dan sudah tidak dioperasikan. Kami akan berikan kompensasi kepada peÂmiliknya,†kata dia.
Besaran kompensasi variatif. AnÂtara Rp300 ribu hingga Rp700 ribu. Ini disesuaikan dengan kondisi becak. Pemkot Bogor mulai mendata becak sejak 2008. Becak yang terdata diberiÂkan nomor khusus pada rangka dilengÂkapi Surat Tanda Kepemilikan Becak (STKB).
Kebijakan tersebut terbukti efekÂtif. Pada 2015 jumlah becak tinggal 1.250 unit, jauh berkurang dibandingÂkan dengan pendataan 2008 yakni 1.725 unit. “Penarikan becak baru berÂjalan sejak 2014, hingga 2019. Setiap taÂhunnya sekitar 237 becak kami tarik,†tandasnya.
Sementara itu, salah seorang tuÂkang becak asal Cimanggu, Toto SudibÂyo(45), mengaku, dirinya terpaksa narik becak lantaran tak memiliki pekerjaan lain. “Harusnya pemerintah juga meÂmikirkan nasib orang-orang kecil kayak kami. Kalau becak aja dipersulit, seÂmentara kami tidak dikasih pekerjaan pengganti, anak-anak kami nggak bisa sekolah lah,†ungkapnya, kesal.
(Abdul Kadir Basalamah|Yuska Apitya)