SENTUL TODAY – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menguatÂkan kerjasama internasional pencegahan terorisme. Itu dilakukan karena saat ini terorisme menjadi ancaman global, sehingga dunia interÂnasional harus bersatu untuk menangani terorisme ini.
“Terorisme sudah menÂjadi masalah global sehingga butuh kerjasama internaÂsinal untuk mengatasinya. Semua bangsa dan negara harus bergandengan tangan, bekerjasama untuk menanÂgani terorisme tersebut baik secara intelijen, militer, sosÂial, teknologi, dan lain-lain,†kata Kepala BNPT, Komjen Pol. Tito M Karnavian, Selasa (19/4/2016).
Kemarin, acara The GenÂeral Briefing on Counter-TerÂrorism digelar dan dihadiri puluhan Duta Besar (Dubes) negara sahabat seperti Turki, Belgia, Perancis, Pakistan, Australia, Tunisia, Irak, dan lain-lain. Menurut Komjen Tito Karnavian, pengalaman menjadi korban serangan terÂorisme menjadi salah satu alaÂsan penting bagi BNPT untuk mengundang delegasi negara-negara sahabat di atas untuk kemudian berbagi pengalaÂman sekaligus informasi pentÂing untuk digunakan sebagai landasan dalam memerangi terorisme.
“Perang melawan terorÂisme saat ini sudah tidak bisa dilakukan pada level lokal saja, karena terorisme telah menggurita dan menjadi anÂcaman global. Hal ini dilanÂdasi fakta bahwa jaringan terorisme yang ada selama ini telah lama terbangun melalui jaringan-jaringan global dan tidak mengenal batas negara (boarderless), sehingga imÂbas dari pemikiran-pemikiran keras itu juga bersifat global,†ungkapnya.
Karena itu, lanjut Komjen Tito, terorisme bukan saja menjadi ancaman untuk maÂsyarakat dan kemanusiaan di teritori tertentu, tetapi akan berpengaruh di tempat-tempat yang lain. Dari sinilah pentingnya upaya bersama untuk melumpuhkan terorÂisme agar masyarakat dapat kembali hidup tentram dan sejahtera.
Ia juga mengajak negara-negara sahabat untuk tidak pernah ragu memerangi terÂorisme yang telah menjadi bahaya nyata. Upaya perÂlawanan ini harus dilakukan secara masif dan integral, bersama-sama, dan bersifat terus-menerus.
Komjen Tito Karnavian, menjelaskan bahwa salah satu alasan utama dibalik muncul dan berkembangnya terorÂisme adalah ideologi radikal yang terus-menerus diseÂbarkan melalui narasi-narasi sempit yang justru bertentanÂgan dengan nilai-nilai agama. Karena itu perang melawan terorisme berarti pula perÂang melawan narasi-narasi kekerasan yang selama ini biÂasa digunakan oleh kelompok radikal.
“Terorisme bukan saja tentang serangan-serangan brutal yang menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga keyakinan-keyakinan keliru tentang ajaran agama yang terus mengendap dalam pikiÂran dan hati sebagian maÂsyarakat, dan hal ini tidak bisa dibiarkan,†tegasnya.
Melawan narasi-narasi sempit yang biasa digunakÂan kelompok radikal untuk menebar kebencian dan perÂmusuhan, sebut Komjen Tito, bukan saja berfungsi untuk memutus rantai penyebaÂran propaganda, tetapi juga untuk mendidik masyarakat melalui informasi-informasi yang benar terkait dengan agama. Dengan demikian kedepan agama tidak lagi diÂgunakan sebagai alasan unÂtuk melakukan kekerasan.
Selain itu, kontra narasi radikalisme bisa mengimÂbangi narasi sempit kelompok radikal dalam menjelaskan perkara agama. Hal ini pentÂing karena melakukan kontra narasi berarti mematikan ideÂologi yang selama ini menÂjadi landasan pemikiran keÂkerasan. “Ideologi hanya bisa dikalahkan dengan ideologi pula,†kata Mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Di tempat yang sama, Deputi Bidang Kerjasama InÂternasional BNPT Irjen Pol. DR. Petrus R. Golose meÂnambahkan bahwa terorisme bukan lagi menjadi urusan satu negara saja, tetapi sudah menjadi ancaman dunia. DitÂambah dengan keberadaan Foreign Terorisme FightÂers (FTF) atau teroris antar negara mengharuskan dunia internasional bersatu untuk memberantas berbagai maÂcam ancaman terorisme di muka bumi.
“Terorisme adalah muÂsuh kita semua sehingga kita harus lawan. Dunia harus bergandeng tangan untuk memberantas terorisme,†kata Irjen. Pol. Dr. Petrus R. Golose yang beberapa waktu lalu mendampingi Kepala BNPT di Sidang PBB yang membahas masalah terorisme di Jenewa, Swiss, 7-8 April lalu dan menjadi Ketua Delegasi Indonesia foÂrum internasional pencegaÂhan terorisme di Den Haag, Belanda.
(Yuska Apitya)