Pengolahan-Mineral-Freeport-200814-pus-3HARGA saham yang ditawarkan PT Freeport Indonesia dalam k erangka divestasi sebesar 10,64% dengan harga yang ditetapkan USD 1,7 miliar a tau sekitar Rp 23 trili un, dinilai terlalu mahal.

Oleh : ALFIAN MUJANI
[email protected]

Seperti diketahui, pemerintah memang tengah membentuk tim untuk mengkaji kelayakan pro­posal divestasi Freeport terse­but. BUMN tertarik untuk mem­beli saham tersebut.

“Kami sudah minta masukan dari Dan­areksa, Mandiri Sekuritas. Memang kalau saya lihat saat ini harganya menurut saya terlalu tinggi,” tutur Menteri BUMN Rini Soemarno di kantor Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (19/1/2016).

Rini mengaku belum mengetahui funda­mental yang menjadi dasar penetapan harga tersebut. “Saya juga belum mengetahui nilai itu didasarkan atas apa? Apak­ah berdasar­kan kondisi permodalan mereka. Atau kondisi harga komoditas, atau seperti apa? Karena kalau kita lihat dari harga ko­moditas, harga cooper (tem­baga) turun, jatuh sangat banyak,” papar Rini.

Meski begitu, ujar Rini, BUMN tetap tertarik membeli saham divestasi Freeport tersebut. Tujuannya adalah agar BUMN bisa memiliki tambang besar, dan belajar mengelola tambang berskala besar. “Karena ini tambang milik bangsa Indonesia, kami BUMN berharap bisa berkontribusi di tambang-tambang terse­but,” kata Rini.

BACA JUGA :  Minum Air Jahe Setiap Hari, Apa Sih Manfaatnya? Simak Ini

Sebagai informasi, penawaran 10,64% saham PT Freeport Indonesia ini meru­pakan bagian dari kewa­jiban divestasi 30% saham yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara (PP 77/2014).

PT Freeport Indonesia wajib mendivesta­sikan 30% sahamnya kepada pemerintah In­donesia hingga 2019. Saat ini sebanyak 9,36% saham PT Freeport Indonesia sudah dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Kini 10,64% sa­ham ditawarkan oleh Freeport. Adapun 10% saham lagi harus ditawarkan sebelum 2019.

BUAH SIMALAKAMA

Divestasi 10,64% saham PT Freeport Indo­nesia yang sedang berjalan saat ini bagaikan buah simalakama buat pemerintah Indone­sia. Kenapa? Apa pun keputusan pemerin­tah Indonesia, apakah mengambil atau tidak mengambil saham yang telah ditawarkan Freeport, semuanya serba salah.

“Semua keputusan, mengambil atau tidak mengambil saham Freeport, semua ada risik­onya, jadi seperti buah simalakama,” kata Staf Ahli Menteri ESDM, Said Didu, di Jakarta, Selasa (19/1/2016).

Said menuturkan, pemerintah akan di­hujat jika membeli 10,64% saham Freeport dengan har­ga mahal, tetapi k e m u d i a n ternyata kontrak Freeport di Tambang Grasberg, Papua, tidak diperpanjang. “Kalau dibeli, lalu ternyata kontrak Freeport tidak diper­panjang pada 2021, nanti orang akan bilang ngapain dibeli?” ucapnya.

BACA JUGA :  Cara Membuat Dendeng Batokok ala Restoran Padang yang Lezat Anti Gagal

Tetapi, bila pemerintah tidak membeli saham tersebut lantas kontrak Freeport di­perpanjang sampai 2041, masyarakat akan mempertanyakan mengapa pemerintah tidak membeli saham Freeport selagi ada kesempa­tan. “Kalau tidak dibeli lalu kontrak Freeport ternyata diperpanjang, orang protes juga ke­napa nggak dibeli waktu itu,” ujarnya.

Menurut Said, persoalan utama yang di­hadapi pemerintah saat ini bukanlah soal harga saham yang ditawarkan Freeport, me­lainkan kejelasan sikap pemerintah apakah mau membeli saham tersebut atau tidak. “Masalah sebenarnya bukan harga saham yang ditawarkan Freeport mahal atau tidak, tapi bagaimana sikap pemerintah, beli atau tidak,” tandasnya.

Karena itu, Said meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi arahan yang te­gas terkait divestasi saham Freeport ini. Semua keputusan tentu akan mendapat protes, dan pemer­intah harus siap dengan segala konsekuensi ketika mengambil keputusan. “Di sini lah perlu kearifan seorang pemimpin.

Semua pasti ada risikonya,” pungkasnya.

(detikfinance)

============================================================
============================================================
============================================================