2015_10_09-16_29_18_c74d7ab7b79714bd22ba5a78c02375e8JAKARTA TODAY — Komitmen swasembada pangan yang di­jalankan Pemerintah Pusat belum berjalan optimal, dan masih tercatat gagal. Kebijakan impor be­ras akhirnya berlan­jut ke Kuartal I 2016.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong menyatakan, pemerintah sulit menghindari impor pangan pada 2016 untuk menjaga ketersediaan dan meredam kenaikan harga di pasar dalam negeri.

“Neraca perdagangan tahun 2015 kita sur­plus cukup besar sehingga masih ada ruang untuk impor pangan. Kita harus menjaga ke­seimbangan supaya neraca jangan terlalu am­blas, di sisi lain jangan sampai harga pangan melonjak,” kata dia, kemarin. Thomas mengatakan, surplus perdagangan pada tahun 2015 mencapai USD7 miliar hingga USD9 miliar. Menteri Perdagangan mengatakan belum puas dengan kondisi dan tren kenaikan harga pangan dalam negeri yang saat ini terjadi, dan untuk mengatasinya impor bahan pangan tidak bisa di­hindari.

Thomas menambahkan lang­kah ini bertujuan untuk penguatan stok dan memenuhi kebutuhan domestik, serta menunggu pen­ingkatan produktivitas sektor per­tanian dalam beberapa tahun ke depan.

“Presiden dan Wakil Presiden sudah menyatakan beberapa kali bahwa swasembada pangan itu tu­juan jangka menengah. Kita perlu waktu untuk ‘menyerang’ masalah dari akar atau fundamentalnya seperti pembangunan waduk, jalur irigasi, dan memperbaiki lo­gistik,” kata Thomas.

BACA JUGA :  Menu Makan Malam dengan Sup Tofu dan Jamur Bekuah Gurih

Thomas mengatakan, bahan pangan yang akan diimpor pada tahun 2016 antara lain adalah be­ras, daging sapi berupa sapi baka­lan dan gula mentah.

Indonesia merencanakan mengimpor sapi sebanyak 700-800 ribu ekor, sementara gula mentah di atas tiga juta ton. “Ini angkanya masih belum final. Sementara un­tuk beras, saya yakin akan ada ke­butuhan impor lagi di luar impor 1,5 juta ton yang disepakati pada September 2015,” kata Tom.

Tom menjelaskan, jumlah im­por beras pada tahun 2016, saat ini masih dihitung di kantor Menteri Koordinator Perekonomian dan bekerja sama dengan Perum Bulog.

Pemerintah Jokowi memutus­kan memutuskan untuk mengim­por beras dari Thailand dan Vietnam sebanyak kurang lebih 1,5 juta ton pada 2015. Bahkan, pemerintah juga mencari negara pemasok lain seperti Pakistan akibat keterlambatan dalam pen­gambilan keputusan importasi beras tersebut. Rencana impor beras tersebut disebabkan adanya pergeseran musim tanam akibat El Nino.

Saat ini beras impor belum mencapai satu juta ton sehingga masih akan ada kiriman beras pada kuartal pertama tahun 2016, akan tetapi Thomas yakin masih akan diperlukan impor beras un­tuk memperkuat dan menjaga stok bahan pokok ini.

BACA JUGA :  Kecelakaan Beruntun 3 Kendaraan di Jalan Raya Ngawi-Solo, Tewaskan 1 Orang

Pemerintah sebelumnya men­gakui, tata niaga khususnya yang terkait dengan distribusi belum sepenuhnya memuaskan, sehing­ga akan ada upaya untuk mendis­tribusikan impor pangan tersebut langsung ke masyarakat.

Beberapa waktu lalu, pemer­intah akhirnya memutuskan untuk mengimpor beras dari Thailand dan Vietnam sebanyak kurang lebih 1,5 juta ton. Bahkan, pemer­intah juga mencari negara pe­masok lain seperti Pakistan yang dikarenakan keterlambatan dalam pengambilan keputusan importasi beras tersebut.

Sementara berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar Kebu­tuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, harga rata-rata nasi­onal beras kualitas medium sebesar Rp10.620,59, sementara pada Sabtu (26/12), harga bahan pokok terse­but mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp10.675,37 per kilogram.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik, pada Oktober 2015 lalu, rata-rata harga beras kuali­tas medium di tingkat penggilin­gan mengalami kenaikan sebesar 0,24 persen, menjadi sebesar Rp8.960,96 per kilogram, dan pada September 2015 tercatat sebesar Rp8.939,61 per kilogram.

(Yuska Apitya/dtkf)

============================================================
============================================================
============================================================