o-TRANS-PACIFIC-PARTNERSHIP-TPP-facebookJAKARTA TODAY – Indonesia sedang di­hadapkan pada pro-kontra terkait keang­gotaan di Trans Pacific Partnership (TPP). Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai salah satu otoritas di pasar modal dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap TPP.

Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan, dengan kondisi pasar modal Indone­sia saat ini, rasanya belum siap jika Indone­sia harus bergabung dengan TPP.

“Pasar modal kita memang sudah ter­buka dengan atau tanpa TPP. Dengan jum­lah emiten 518, dengan hanya US$ 300 mil­iar market cap, saya rasa akan gabung jika pasar modal kita sudah setara. Pada saat sudah setara dan sudah disetarakan baru kita gabung,” ujar Tito dalam Indonesia Economic Outlook 2016, ‘A Maritime Nexus Silk Road Synergy Entering the TPP Era’ di Hotel JW Marriot, Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/11/2015).

BACA JUGA :  Lolos 8 Besar Piala Asia U-23, Erick Thohir Apresiasi Juang Pemain Timnas Indonesia

Setara yang dimaksud, kata Tito, ketika bursa saham atau pasar modal Indonesia bisa sejajar dengan pasar modal negara-negara tetangga. Paling tidak dengan Ma­laysia atau Singapura.

“Kita paling bawah dari Filipina, China market share 40% dari trading market in the word, Indonesia di bawah 0,1%. Dari 17 ribu emiten di 12 negara, Indonesia me­mang paling kecil dibanding Chile, Peru, Meksiko, Malaysia, sama Singapura saja ka­lah,” jelas dia. Meski demikian, Tito meya­kini jika dalam 5 tahun ke depan, pasar modal Indonesia akan menjadi yang terbe­sar di ASEAN. Pihaknya tengah menggenjot penambahan jumlah investor dan emiten agar bisa meramaikan bursa saham.

“Potensinya dalam 5 tahun terakhir akan bisa ngejar Singapura. Malaysia dan Singapura itu pertumbuhan emiten turun, China masih tumbuh tinggi sekali jadi po­tensinya itu antara Indonesia dan China saat ini,” katanya.

BACA JUGA :  PVMBG Laporkan Gunung Marapi Erupsi Malam Ini

Hal lain yang menjadi alasan peno­lakannya adalah soal poin yang ada dalam TPP. Dari 30 daftar, tidak ada satu pun yang menyebutkan soal surveilance atau pengawasan, padahal ini sangat penting. “Saya tidak lihat dalam 30 poin dalam TPP, tidak ada surveilance. Itu penting padahal. Ini yang saya tidak lihat, semua bicara da­gang bisnis, padahal pasar modal butuh surveilance,” sebut dia.

Dalam waktu 5 tahun ke depan, Tito menambahkan, pihaknya optimistis bursa saham akan menjadi yang terbaik di ASEAN.

“Strate­gic plan BEI 5 tahun ke depan harus jadi terbesar di ASEAN, bisa. Dengan cara menin­gkatkan investor, emiten, dan menjaga wibawa bursa,” pungkasnya.

(Yuska Apitya/net)

============================================================
============================================================
============================================================