JAKARTA TODAYÂ – Indonesia sedang diÂhadapkan pada pro-kontra terkait keangÂgotaan di Trans Pacific Partnership (TPP). Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai salah satu otoritas di pasar modal dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap TPP.
Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan, dengan kondisi pasar modal IndoneÂsia saat ini, rasanya belum siap jika IndoneÂsia harus bergabung dengan TPP.
“Pasar modal kita memang sudah terÂbuka dengan atau tanpa TPP. Dengan jumÂlah emiten 518, dengan hanya US$ 300 milÂiar market cap, saya rasa akan gabung jika pasar modal kita sudah setara. Pada saat sudah setara dan sudah disetarakan baru kita gabung,†ujar Tito dalam Indonesia Economic Outlook 2016, ‘A Maritime Nexus Silk Road Synergy Entering the TPP Era’ di Hotel JW Marriot, Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/11/2015).
Setara yang dimaksud, kata Tito, ketika bursa saham atau pasar modal Indonesia bisa sejajar dengan pasar modal negara-negara tetangga. Paling tidak dengan MaÂlaysia atau Singapura.
“Kita paling bawah dari Filipina, China market share 40% dari trading market in the word, Indonesia di bawah 0,1%. Dari 17 ribu emiten di 12 negara, Indonesia meÂmang paling kecil dibanding Chile, Peru, Meksiko, Malaysia, sama Singapura saja kaÂlah,†jelas dia. Meski demikian, Tito meyaÂkini jika dalam 5 tahun ke depan, pasar modal Indonesia akan menjadi yang terbeÂsar di ASEAN. Pihaknya tengah menggenjot penambahan jumlah investor dan emiten agar bisa meramaikan bursa saham.
“Potensinya dalam 5 tahun terakhir akan bisa ngejar Singapura. Malaysia dan Singapura itu pertumbuhan emiten turun, China masih tumbuh tinggi sekali jadi poÂtensinya itu antara Indonesia dan China saat ini,†katanya.
Hal lain yang menjadi alasan penoÂlakannya adalah soal poin yang ada dalam TPP. Dari 30 daftar, tidak ada satu pun yang menyebutkan soal surveilance atau pengawasan, padahal ini sangat penting. “Saya tidak lihat dalam 30 poin dalam TPP, tidak ada surveilance. Itu penting padahal. Ini yang saya tidak lihat, semua bicara daÂgang bisnis, padahal pasar modal butuh surveilance,†sebut dia.
Dalam waktu 5 tahun ke depan, Tito menambahkan, pihaknya optimistis bursa saham akan menjadi yang terbaik di ASEAN.
“StrateÂgic plan BEI 5 tahun ke depan harus jadi terbesar di ASEAN, bisa. Dengan cara meninÂgkatkan investor, emiten, dan menjaga wibawa bursa,†pungkasnya.
(Yuska Apitya/net)