demo-taxi-ANG-1RIBUAN sopir taksi dan angkutan perkotaan (angkot) yang tergabung dalam Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) meminta Menteri Komunikasi dan Informatika memblokir applikasi transportasi via online, Uber dan Grab, Selasa(22/3/2016). Mereka menggelar aksi mogok kerja dan melakukan sweeping taksi yang beroperasi. Hampir seluruh jalur protokol Ibukota lumpuh total.

YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]

Ini bukan aksi dan permintaan pertama. Sebelumnya, tepatnya pekan lalu, sopir juga mengge­lar aksi serupa di depan kantor Gubernur DKI Jakarta. Mereka memerotes pemerintah karena merasa dirugikan oleh kehadiran aplikasi trans­portasi tersebut.

Pendemo menuntut pemerintah memberikan tindakan tegas dengan membekukan operasional angkutan umum yang menggunakan mobil ber­pelat hitam. Mereka menilai, operasional kendaraan itu melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan. Ribuan sopir yang diwakili PPAD mendesak pemerintah, menertibkan pe­rusahaan penyedia taksi berbasis aplikasi daring lantaran dinilai tak memenuhi per­syaratan pendirian perusahaan.

Tak cuma itu, tuntutan untuk menert­ibkan perusahaan, seperti Grab dab Uber, juga didasarkan belum adanya aturan yang jelas dalam mengatur bisnis taksi daring.

PPAD juga mengancam akan melakukan mogok nasional karena Uber dan GrabCar tidak ditutup. Dalam jumpa pers di Komin­fo, Selasa (22/3/2016), Humas PPAD Suhar­to menyampaikan ancamannya. “Hasilnya tidak bisa ditutup Uber dan Grab, padahal anggota kami banyak yang tersiksa di lapan­gan. Kami akan melakukan aksi nasional, di Lombok besok akan aksi yang sama untuk tutup Grab dan Uber,” jelas Suharto. “Kami merapatkan barisan. Memkominfo tidak memayungi masyarakatnya,” jelasnya.

Suharto memberi penjelasan, bahwa Uber dan Grab ada koperasi. Jadi, diberi alasan yang bisa menutup gubernur atau Menhub. “Ini aneh ada perusahaan ilegal tapi nggak bisa nutup. Kami minta konsoli­dasi dari perusahaan perusahaan taksi agar tidak bergerak lagi pada hari nanti,” jelas dia. “Kami masih konsolidasikan kapan aksi besarnya,” tutup dia.

Sementara itu, Perusahaan taksi kon­vensional Blue Bird Group membantah memobilisasi massa untuk demonstrasi be­sar-besaran menuntut pemblokiran trans­portasi online, Grab dan Uber.

Manajemen Blue Bird Group juga berencana memberikan layanan gratis ke­pada konsumen sebagai bentuk kompen­sasi terhadap penumpang yang terimbas demontrasi kemarin. “”Kami tegaskan, tidak ada mobilisasi massa dan kami tidak men­dukung adanya demonstrasi. Besok layanan gratis kepada konsumen di seluruh Jakarta,” tutur Vice President Business Development Blue Bird Group Noni Sri Aryati Purnomo di kantornya, Selasa (22/3/2016).

Noni mengatakan layanan gratis ini untuk semua penumpang di Jakarta selama sehari pada Rabu, 23 Maret 2016. Semua penum­pang tak perlu membayar argo taksi dan tak ada syarat khusus. Semua armada di Jakarta sengaja disiapkan untuk memberi layanan gratis. “Kami melihat pelanggan benar-benar terkena dampak (demonstrasi),” ujarnya.

Karena itu, mereka tak ingin mengece­wakan pelanggannya. Karena gratis, semua pengemudi Blue Bird dilarang menerima upah dari penumpang. Jika pengemudi kedapatan meminta bayaran kepada kon­sumen, Noni meminta penumpang melapor ke manajemen Blue Bird Group. Pihaknya tak segan memberi sanksi kepada sopir yang terbukti melanggar aturan. “Free di semua lokasi di Jakarta, asalkan jangan sampai Makassar saja,” ujarnya sambil bercanda.

BACA JUGA :  Kolaborasi Antisipasi Krisis Iklim Melalui Penanaman Pohon di Wilayah Kabupaten Bogor

Layanan gratis ini diberikan untuk men­jamin kenyamanan penumpang. Ia men­egaskan, perusahaan tak mempersoalkan pengeluaran untuk konsumen tersebut dengan alasan perusahaan telah ditunjang manajemen operasional yang baik.

Terkait dengan perbaikan layanan, kata Noni, manajemen Blue Bird juga berencana memperbaiki fitur pemesanan melalui aplikasi online. Dia mengklaim perusahaannya telah menerapkan pesanan secara online ini sejak 2011. Rencananya, fitur tersebut akan diper­barui dengan sistem pembayaran. Hal ini un­tuk menyetarakan kemampuan Blue Bird den­gan perusahaan transportasi berbasis online.

Menurut Noni, perusahaan sejak awal telah mengimbau karyawannya agar tidak ikut demonstrasi. Bahkan, Noni mengaku memberlakukan sanksi kepada karyawan yang terlibat anarkisme. “Kami sangat tidak menganjurkan demo dilakukan,” ujar dia.

Noni mengaku perusahaannya sudah memberikan edaran kepada karyawan di seluruh Indonesia yang berjumlah menca­pai 35 ribu pengemudi taksi pada Minggu, 20 Maret 2016. Mereka diminta membatal­kan demonstrasi sejak rencana itu digulir­kan oleh PPAD.

Namun, Noni mengatakan Blue Bird juga protes dengan ketidaktegasan pemerintah dalam menangani kasis Grab dan Uber. Na­mun ia menolak protes dilakukan melalui cara demonstrasi. Dia melayangkan protes itu secara resmi ke Organda dan Kadin.

Menurut Noni, persoalan Grab dan Uber bukan terkait online atau konvension­al. Menurut dia, yang menjadi persoalan adalah penegakan regulasi yang terkesan te­bang pilih. Ia mendorong seluruh angkutan umum mematuhi regulasi yang ada. “Ini soal kesetaraan dan terkait keamanan penum­pang jangka panjang,” kata dia. Karena itu, Noni berharap pemerintah segera menert­ibkan Grab dan Uber, mulai dari izin, badan hukum, hingga uji Kir kendaraan.

Pihaknya tak mempermasalahkan ap­likasi online yang diterapkan Grab dan Uber. Menurut dia, Blue Bird juga memberlakukan sistem yang sama sejak 2011. “Pemerintah harus bertindak tegas karena untuk melind­ungi konsumen secara jangka panjang,” tu­tur dia.

Soal aksi radikal para sopir taksi ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegas­kan bahwa demo adalah hak, tetapi harus dilakukan dengan tertib. “Saya titip saja, demo adalah hak, tetapi harus dilakukan dengan tertib,” ujar Jokowi seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet Republik Indo­nesia, Selasa (22/3/2016).

Mengenai solusi yang akan diberikan ter­kait tuntutan para pengemudi taksi pelaku aksi unjuk rasa, Jokowi mengatakan bahwa hal itu merupakan hal teknis yang lebih lanjut akan disampaikan oleh Menteri perhubun­gan. “Mengenai solusi ini hal teknis, nanti biar disampaikan oleh Menhub,” katanya.

Demo besar besaran yang dilakukan pengemudi kendaraan roda empat kon­vensional terhadap perusahaan transpor­tasi berbasis aplikasi memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan regu­lasi transportasi Indonesia. Menanggapi hal tersebut, pihak Grab mengaku telah memi­liki badan hukum untuk mengikuti semua regulasi yang dibuat pemerintah.

“Seperti yang disampaikan Pak Menko (Polhukam), ini merupakan fenomena baru, yang tidak terbayangkan sebelumnya. Bah­kan bagaimana arahan dan regulasi yang harus kami ikuti baru kami dapatkan De­sember tahun lalu. Sejak mendapatkan ara­han tersebut kami mendorong aktif mitra kami untuk membentuk badan hukum yang sesuai, yaitu badan hukum koperasi,” kata Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata kepada wartawan usia jumpa pers di kantor Kemenkopolhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakpus, Selasa (22/3/2016).

BACA JUGA :  CLBK, Gerindra Kota Bogor Putuskan Koalisi Bersama PKB di Pilkada 2024

Dia menjelaskan bahwa badan hukum mitra koperasi ini mewakili rakyat banyak. Hal tersebut sesuai dengan salah satu misi Grab yaitu untuk mensejakterakan mitra pengemudinya. “Jadi sejak Desember 2015 kami sudah melakukan pengajuan untuk badan hukum mitra koperasi kami. Alham­dulillah Rabu lalu badan hukum tersebut sudah terbentuk dan segera mendorong mitra kami untuk mengajukan lisensi untuk angkutan umum sewa sebagaimana arah pemerintah juga. Dan akhir minggu lalu su­dah disampaikan oleh mitra kami ke pemer­intah terkait,” jelas Ridzki.

Lalu apa yang akan dilakukan pihak Grab saat nanti terjadi kesetaraan harga? “Kami tidak bisa menjawab itu, karena merupakan ranah pemerintah,” tutupnya.

Sementara, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan mengatakan pelaku usaha transportasi kendaraan roda empat berbasis aplikasi untuk mendaftar­kan usahanya menjadi angkutan umum. Ia mengatakan, hal itu dimungkinkan karena masih sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan An­gkutan Jalan.

Lebih lanjut, ia berharap pelaku usaha kendaraan roda empat berbasis aplikasi ini untuk mau dihimpun ke dalam sebuah or­ganisasi agar ada pendataan terkait penghas­ilan dan juga pajak yang perlu dibayarkan. Bahkan, ia berharap Organisasi Angkutan Darat (Organda) juga mau mewadahi pelaku-pelaku usaha transportasi tersebut. “Kalau penggunaan sistem online itu teknologi dan sebenarnya tidak masalah. Jadi, taksi biasa juga bisa menggunakan itu, mau uber dan sebagainya. Tetapi, memang semua kenda­raan umum harus didaftarkan,” terang Jonan di Jakarta, Selasa (22/3).

Dengan melakukan pendaftaran jadi an­gkutan umum, pelaku usaha bisa lebih diper­caya masyarakat karena keselamatannya su­dah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Setelah pendaftaran usaha, nanti Kemen­hub juga melakukan uji Kelaikan Kendaraan (KIR) yang terstandarisasi. “Tapi sebenarnya bentuk KIR-nya sudah ada standarnya, ini untuk keselamatan saja,” katanya.

Selama ini, lanjut Jonan, usaha trans­portasi berbasis aplikasi ia anggap hanya sebatas penyewaan kendaraan (rental) se­mata karena tidak mengangkut penumpang secara acak namun melalui teknologi dan perjanjian sehingga tarifnya tidak bisa diten­tukan. Begitu nanti sudah mendapatkan izin, usaha-usaha ini harus mengikuti sistem tarif mengikuti Peraturan Daerah yang berlaku. “Kalau taksi meter plat kuning itu ada tarif batas atas tarif batas bawah, ditentukan. Bi­asanya tiap daerah berbeda-beda itu tergan­tung Perda, tapi kalau kendaraan rental itu tidak ada ketentuan tarif,” tambahnya.

Soal pemblokiran applikasi, Menkomin­fo, Rudiantara, menolak. “Biar bagaimana pun sektornya sektor perhubungan, pem­buat kebijakan regulator adalah kementeri­an perhubungan. Pelaksananya adalah dinas perhubungan. Faktanya begitu. Ada aturan-aturannya,” kata Rudiantara, kemarin.

Uber dan Grab memang membawa banyak manfaat bagi pengguna transportasi umum di Indonesia, tapi Rudiantara juga meni­lai perlu adanya regulasi yang membuat trans­portasi konvensional dan online bisa berjalan bersama. “Ada yang aspirasinya mendapatkan manfaat dari transportasi umum berbasis ap­likasi, tapi ada juga minta agar pesaingnya adil. Itu saja,” tungkasnya. (*)

============================================================
============================================================
============================================================