JAKARTA TODAY– Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang sekitar 22 pakar dan praktisi hukum ke Istana untuk membahas isu-isu penegakan hukum terkini, salah satunya soal rencana revisi PP 99 tahun 2012 yang ingin memberi remisi bagi koruptor, kemarin.

        Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi mengaku belum menerima draf revisi PP 99/2012. Namun Jokowi memastikan jika PP itu akan direvisi, maka dia akan menolaknya. “Mengenai revisi misalnya revisi PP 99 tahun 2012, sampai sekarang juga belum sampai ke meja saya. Tapi kalau sampai ke meja saya, akan saya sampaikan, saya kembalikan saya pastikan,” ucap Presiden Jokowi dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/9/2016).

Jokowi tampak didampingi Mensesneg Pratikno. Pakar/praktisi yang diundang adalah Prof Harjono, Prof Maruarar Siahaan, Prof Saldi Isra, Dr Refly Harun, Dr Zainal Arifin Mochtar, Prof Mahfud MD, Prof Yohanes Usfunan, Prof Sidharta, Prof Yunus Hussein, Prof Yenti Garnasih, Prof Eddy OS Hiariej. Dr Todung Mulya Lubis, Dr Asep Iwan, Chandra Hamzah, Prof Nindyo Pramono, Prof Ningrum Sirait, Fikri Assegaf, Rambun Tjatjo, Nursyahbani Katjasungkana, Al Araf, Ganjar Bondan, dan Binziad Qadhafi.
“Saya belum tahu isinya, tapi sudah saya jawab saya kembalikan, gitu aja. Karena saya bacanya di koran hanya secara selintas saja,” imbuh Jokowi.

Advokat Todung Mulya Lubis usai pertemuan menyebut para pakar hukum turut menyuarakan agar Presiden betul-betul menolak rencana revisi PP 99, karena hal itu berseberangan dengan semangat pemberantasan korupsi.
“Kita minta kepada Presiden tolong supaya tidak ada revisi UU KPK, kita juga minta Presiden supaya PP 99 mengenai remisi itu tidak diubah. Jadi koruptor itu tidak mendapatkan remisi,” ucap Todung.

        Sebelumnya, lima Guru Besar dari berbagai Perguruan Tinggi mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo terkait dengan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintahan  tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (RPP Warga Binaan). RPP yang yang sedang dibahas oleh Kementerian Hukum dan hak Asasi manusia (Kemenkumham) itu dinilai memberikan kemudahan remisi kepada terpidana kasus korupsi.

BACA JUGA :  Wajib Coba! Sambal Mangga Cincang yang Segar dan Pedas Nampol

Kelima guru besar di antaranya adalah Mahfud MD dari Universitas Islam Indonesia, Rhenald Kasali dan Sulistyowati Irianto dari Universitas Indonesia, Marwan Mas dari Universitas Bosowa ’45 Makassar, serta Hibnu Nugroho dari Universitas Jenderal Soedirman.

Rhenald Kasali mengatakan, surat itu dibuat atas inisiatif bersama dengan Indonesia Corruption Watch (ICW).  “Kami sudah berproses lama dengan ICW kami sama-sama mendukung pemberantasan korupsi,” katanya dia.

        Menurut Rhenald RPP Warga Binaan yang sedang dibahas oleh Kemenkumham dinilai memberikan peluang kepada para koruptor untuk mendapatkan remisi. Padahal korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang dapat merugikan sendi-sendi negara baik dari sisi sosial maupun ekonomi. “Kami tidak ingin kejahatan luar biasa ini dianggap kejahatan biasa saja,” ujarnya.

Rhenald mengatakan surat itu akan dikirimkan ke Jokowi pada Senin, 5 September 2016. Selain mengirim ke Jokowi, ICW akan menembuskan surat pada Menteri Hukum dan HAM, Ketua MPR RI, Ketua DPR RI, dan Ketua KPK RI.

Koalisi para guru besar itu mempermasalahkan persyaratan mendapatkan remisi yang menurut mereka sangat mudah. Tak ada persyaratan khusus seperti menjadi justice collaborator dan mendapatkan rekomendasi dari penegak hukum yang menangani kasusnya dalam RPP itu.

Terpidana kasus korupsi bisa mendapatkan remisi dengan syarat seperti narapidana lainnya, yaitu: cukup berkelakuan baik dan mendapat rekomendasi dari kepala lembaga pemasyarakatan.

        Rencana untuk melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan mendapat respons masyarakat.

        Penolakan muncul, terutama terhadap revisi aturan yang dianggap mengobral remisi untuk koruptor.

BACA JUGA :  Kecelakaan Beruntun 3 Kendaraan di Jalan Raya Ngawi-Solo, Tewaskan 1 Orang

        Saat ini, juga beredar petisi online berjudul “Tolak Kebijakan Obral Remisi untuk Koruptor” pun muncul di laman www.change.org. Petisi itu telah mendapat dukungan 10.841 tanda tangan.

        Petisi tersebut langsung ditujukan kepada Presiden Jokowidan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Pembuat petisi, Dewi Anggraeni Puspitasari menilai revisi PP itu akan menguntungkan koruptor.

        Hal itu terjadi dengan penghilangan status justice collaborator (JC) pada koruptor untuk mendapatkan remisi. “Pada peringatan hari kemerdekaan Indonesia ke-71, Gayus Tambunan mendapat hadiah berupa remisi atau pemotongan masa pidana sebanyak 6 bulan, sedangkan Nazaruddin dapat remisi sebanyak 5 bulan. Belum lagi dalam satu tahun para terpidana kasus korupsi (koruptor) bisa mendapat lebih dari satu kali remisi. Terbayang bukan, jika syarat pemberian remisi kepada koruptor lebih diperlonggar?” kata Dewi dalam petisinya.

        Menurut Dewi terdapat beberapa alasan untuk menolak revisi PP. Pertama, adanya upaya pengaburan informasi dari pemerintah.

        Sekitar akhir 2015, wacana revisi PP itu menyeruak. Akibat mendapat penolakan keras dari publik, rencana merevisi lalu tenggelam. Namun, upaya merevisi PP 99 tidak berhenti. Sekitar Juli 2016, muncul draf revisi PP 99 dalam bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Warga Binaan (RPP Warga Binaan).

        Kedua, syarat remisi untuk napi kasus korupsi sangat longgar. Dewi menyebutkan, dalam pasal 32 ayat 1 dan 2 RPP Warga Binaan hanya mensyaratkan tiga hal untuk dapatkan remisi.

Berdasarkan data remisi dari Ditjen Permasyarakatan Kemenkumham, jumlah keseluruhan napi dan tahanan di lapas dan rutan per Juli 2016 di seluruh Indonesia adalah 197.670 orang. Sedangkan napi kasus korupsi hanya berjumlah 3.894 orang atau hanya 1,96 persen dari total penghuni penjara dan tahanan. “Dengan alasan-alasan tersebut, jelas bahwa bahwa pelonggaran syarat remisi akan menguntungkan koruptor. Padahal koruptor telah lebih dahulu merugikan kita, warga negara Indonesia,” tandasnya.(Yuska Apitya Aji)

 

============================================================
============================================================
============================================================