Kepala-Dinas-Tenaga-Kerja-dan-Transmigrasi-Provinsi-Jawa-Baratm-Hening-WidiatmokoBOGOR,TODAY — Kabupaten Bogor menempati peringkat pertama dalam pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini dilansir Pemerintah Provinsi Jawa Barat, hingga pertengahan Oktober 2015 mencapai 29.666 orang yang mengalami PHK.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Baratm Hening Widiat­moko mengatakan, kasus PHK tersebut terjadi di delapan ka­bupaten/kota. Menurutnya, kasus PHK dipicu berbagai faktor antara lain kebakaran, efisiensi, pailit, relokasi, hingga penutupan perusahaan. “Rekor tertinggi PHK terjadi di Kabupaten Bogor dan terendah di Kota Cimahi,” ujarnya, Senin (19/10/2015).

Rincian jumlah PHK di Jabar tersebut antara lain di Kabupaten Bekasi 2.428 orang dari 10 peru­sahaan, Kabupaten Bogor 21.500 orang dari 4 perusahaan, Kabupat­en Karawang 980 orang dari dua pe­rusahaan, Kabupaten Subang 2.078 orang dari satu perusahaan.

Selain itu, di Kota Cimahi 495 orang dari enam perusahaan, Ka­bupaten Sukabumi 1.200 orang dari lima perusahaan, serta Kota Depok 53 orang dari 5 perusahaan.

Kendati demikian, lanjut dia, masih ada beberapa kabupaten/kota yang belum melaporkan kasus PHK di daerahnya masing-masing. “Ini masih laporan sementara, di­pastikan PHK masih banyak terjadi di sejumlah daerah lainnya,” sam­bungnya.

Melihat kondisi tersebut, Dis­nakertrans Jabar mengusulkan diberlakukannya kebijakan jaring pengaman sosial, yakni mendorong korban PHK menjadi wirausaha, melatih korban PHK bekerja di po­sisi yang berbeda, dan mengajaknya turun ke desa untuk menjadi motor perubahan.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Tersangkut Tumpukan Kayu di Sungai Dalu Dalu Batubara

Menurutnya, cara tersebut per­nah diterapkan Jabar saat krisis eko­nomi 1998 dan cukup efektif men­gendalikan dampak krisis.

Dia mengaku usulan tersebut telah disampaikan ke Komisi V DPRD Jabar dan diharapkan mendapat dukungan agar bisa direalisasikan pada 2016. “Kebijakan ini perlu du­kungan lintas sektoral seperti Dinas Pertanian, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD),” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Ap­indo Jabar Martin B. Chandra me­nilai sampai akhir tahun ini angka PHK di Jabar dipastikan menurun. Dia beralasan paket kebijakan eko­nomi yang dikeluarkan pemerintah pusat cukup membuat kalangan industri gembira. “PHK mungkin ti­dak akan besar, karena pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan yang membuat rupiah menguat. Hal ini membuat industri otomatis kem­bali beraktivitas secara normal,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Din­sosnakertrans) Kabupaten Bogor, Yous Sudrajat, mengatakan, data Kemenakertrans, Jawa Barat meru­pakan wilayah yang paling teran­cam PHK massal. “Kabupaten Bogor ini menempati posisi pertama lho. Sampai sekarang saja, ada lima pe­rusahaan garmen yang tutup dan terpaksa 2.000 pekerja dirumah­kan,” imbuh Yous.

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kota Bogor, Rabu 24 April 2024

Yous pun sudah mengajak Aso­siasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang mewakili para pengusaha dan serikat buruh untuk membicarakan delapan kebijakan Menaker. “Kebi­jakan itu pahit, tapi ya harus dilak­sanakan demi mencegah terjadinya PHK besar-besaran,” tambah Yous.

Ia menambahkan, pemerintah pusat juga memberikan insentif dengan keringanan pajak kepada perusahaan-perusahaan yang tak melakukan PHK terhadap karyawa­nnya. “Insentif itu untuk membantu pengusaha mengurangi beban biaya produksi,” jelasnya.

Pemerintah daerah, kata Yous, sudah merancang sejumlah pro­gram bagi para buruh yang menjadi korban PHK. “Kita memberikan bantuan modal kepada mereka yang terkena PHK dan menggelar pelati­han kewirausahaan,” tandasnya.

Sebelumnya, Sahat Sinurat, Di­rektur Pencegahan dan Penyelesa­ian Perselisihan Hubungan Indus­trial Kementerian Ketenagakerjaan dalam keterangan tertulisnya me­nyatakan pemerintah masih melaku­kan upaya preventif cegah PHK.

Pertama, mengimbau pengusaha untuk mengefektifkan forum bipar­tit dan dialog di perusahaan. Kedua, meminta kepada dinas tenaga kerja provinsi, kabupaten maupun kota untuk melakukan beberapa hal yaitu mengefektifkan LKS (lembaga kerja sama) Tripartit provinsi dan kabupaten atau kota. Kemudian melakukan koordinasi lintas sek­toral dengan instansi terkait. Selain itu, mengefektifkan deteksi dini terjadinya PHK di daerah.

(Rishad Noviansyah|Yuska Apitya)

============================================================
============================================================
============================================================