karat1PERKEMBANGAN nilai di Pakuan dengan masuknya Islam yang dibawa oleh orang-orang bijang dari Banten ke Pakuan, pasca pemerintahan Suryakencana, terus berkembang. Sinkretisme nilai antara akhlak dan moralitas yang sudah diatur dalam Sanghyang Siksakanda ing Karesian, berlangsung.

Bang Sem Haesy

SALAH satunya ada­lah peringatan ten­tang zina, termasuk perilaku seks meny­impang – seperti yang kini tengah berlangsung dan menjadi penyakit dunia. Dalam salah satu acuan nilai Sanghyang Siksakanda ing Karesian, disebutkan:

Baga purusa ulah di pake kancoleh kenana dora bancana na lunas papa naraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti baga lawan purusa. (Kemaluan jangan dipakai berzinah, karena – perbuatan itu — menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka, namun apabila kemaluan terpeli­hara, kita akan memperoleh keu­tamaan dari baga dan purusa).

Baga purusa adalah instrumen manusia – kemanusiaan untuk menjalankan fungsi regeneratif manusia, yang ketika dipergunakan secara benar, dapat mengembang­kan keturunan (nasab) secara baik.

BACA JUGA :  Jaro Ade Kantongi 10 Nama Pendamping di Pilkada 2024

Pendidikan tentang moral sangat diatur sedemikian rupa, terkait dengan tata kelola in­dria, rasa, naluri (nurani), sampai pikiran (logika). Kesemuanya harus berkembang harmonis dalam inte­gralitas dan integritas pribadi.

Pelaksanaan nilai-nilai moral berbasis kesadaran imani, itulah yang disebut dasa kreta, yang terkait erat dengan pengendalian nafsu yang sepuluh. Bila hal ini di­laksanakan, sempurnalah perbua­tan manusia dalam mencapai kes­ejahteraan hidupnya. Termasuk menjadikan dirinya sebagai subyek yang menciptakan kesejahteraan kolektif. Khasnya dalam memeli­hara diri dan alam semesta. Semua manusia, termasuk raja, mesti tunduk pada aturan keimanan dan moralitas itu.

Pola pengembangan praktikal pengamalan nilai hidup tercermin mulai dari diri pribadi, keluarga, masyarakat, dan seluruh umat ma­nusia, seperti tersurat dan tersirat dalam pedoman hidup yang dis­ebut prebakti, seperti ini :

Nihan sinangguh dasa prebakti ngaranna. Anak bakti di bapa, ewe bakti di laki, hulun bakti di pacan­daan, sisya bakti di guru, wang tani bakti di wado, wado bakti di man­gkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu bakti di dewata, dewata bakti di hyang. (Inilah yang disebut dasa prebakti. Anak tunduk kepada bapak; isteri tunduk kepada suami; hamba tunduk kepada majikan; siswa tunduk kepada guru; petani tunduk kepada wado; wado tun­duk kepada mantri; mantri tunduk kepada pemilik; pemilik tunduk ke­pada mangkubumi; mangkubumi tunduk kepada raja; raja tunduk kepada dewata; dewata tunduk ke­pada Hiyang (Allah Subhanahu wa Taala).”

BACA JUGA :  Bawolato Nias Geger, Penemuan Mayat Pria Mengapung di Sungai Hou Sumut

Kesemua itu dimulai dengan kesadaran mengelola diri. Aksinya adalah pembersihan diri yang ditandai dengan pembersihan se­luruh indria, sebagaimana tersirat dalam wudhu’. Dalam konteks ini, saya memandang sinkretisma yang terbentuk dalam kehidupan sosial masyarakat Pakuan, yang kemu­dian menjadi bagian dari adat is­tiadat berbasis moralitas, menjadi sangat penting dalam menjalankan hidup sepanjang masa.

Inilah kelak yang menjadi pilar-pilar utama dalam mewujudkan lingkungan sehat, lingkungan cer­das, dan lingkungan mampu (dalam konteks sosial ekonomi), yang di masa kini menjadi indikator penting dalam indeks pembangunan manu­sia (human development index).

============================================================
============================================================
============================================================