9C1A68B8DD494C58916F9A046B8C26D0CHELSEA kembali meraih hasil buruk setelah dikandaskan Southampton 1-3 pada Sabtu (3/10/2015). Dalam laga yang dihe­lat di Stamford Bridge tersebut, kelemahan di lini pertahanan Chelsea masih begitu terasa. Se­menjak kekalahan dari Everton dan FC Porto, perubahan di lini per­tahanan The Blues tak begitu kentara.

Oleh : ADILLA PRASETYO WIBOWO
[email protected]

Secara mengejutkan Jose Mourinho menurunkan duet Ramires dan Cesc Fabregas sebagai poros ganda di tengah. Di lini depan, Radamel Falcao dipilih Mou untuk menggantikan Diego Costa yang masih harus men­jalani hukuman.

Southampton tak banyak berubah. Manajer Southamp­ton, Ronald Koeman, tetap mempertahankan empat pe­main yang biasa menghuni pos lini serang. Graziano Pelle ditempatkan sebagai ujung tombak; Sadio Mane dan Du­san Tadic berkreasi di kedua sisi, sedangkan Steven Davis berperan sebagai gelandang serang. Perubahan terlihat di lini tengah dengan memasang Oriel Romeu ketimbang James Ward-Prowse.

Bagi Southampton, ke­menangan ini memupus rekor buruk saat dijamu Chelsea di London. Secara permainan, The Saints kian meningkatkan kemampuan mereka dalam bertahan dengan tidak ke­bobolan dari skema open play. Di sisi lain, kekalahan dari Southampton membuat posisi Mourinho kian terancam. Se­jumlah permasalahan internal Chelsea kian menjadi soro­tan mulai dari konflik dengan bekas dokter tim Chelsea Eva Carneiro, hingga buruknya keputusan dalam pembelian pemain di bursa transfer.

Southampton pada musim ini bermain lebih menyerang dan terbuka meski lawan yang mereka hadapi secara teknis be­rada di atas mereka. Hal serupa dilakukan Southampton se­malam dengan memegang ken­dali penuh pada bola dan terus berupaya membuat peluang.

Untuk mengantisipasi se­rangan Southampton, peran Ramires dan Fabregas amatlah penting. Keduanya berperan sebagai pemotong serangan sekaligus menjaga agar ruang antara lini tengah dan lini per­tahanan tidak terlampau lebar.

Ini yang membuat South­ampton begitu leluasa me­mainkan bola di lini tengah. Pasalnya, Ramires dan Fabre­gas lebih sering berada di area depan kotak penalti ketimbang melakukan pressing. Kegaga­lan dalam melakukan pressing bisa berakibat fatal dengan lo­losnya pemain Southampton yang menerobos masuk ke lini pertahanan.

Ketatnya pertahanan Chel­sea pada babak pertama mem­buat Davis dan Pelle tak ber­kutik. Rapatnya lini belakang Chelsea, terutama sisi yang dijaga Cesar Azpilicueta, me­maksa Mane menjemput bola ke sisi kanan pertahanan Chel­sea. Belum lagi pergerakan Mane tak pernah lepas dari kawalan Ramires yang mem­buat Southampton kesulitan mengembangkan permainan pada babak pertama, setida­knya hingga menit ke-44.

BACA JUGA :  Menu Bekal dengan Nasi Goreng Ayam Teriyaki yang Simple Tapi Lezat

Skema seperti ini sejatinya tak jauh berbeda kala Chelsea tandang ke Estadio Dragao saat menghadapi FC Porto di Liga Champions. Lini tengah Porto begitu aktif memainkan bola, tapi kesulitan masuk ke area kotak penalti Chelsea. Terlepas dari gol pertama Por­to, Chelsea bertahan dengan baik. Gol kemenangan Porto pun dicetak lewat bola mati, bukan open play.

Chelsea punya masalah gawat soal konsentrasi. Saat di­kalahkan Everton, tiga gol The Toffees terjadi karena tidak konsentrasinya lini pertahan­an Chelsea.

Gol pertama Southampton semestinya bisa terhindarkan andai Fabregas lebih waspada terhadap pergerakan Davis. Southampton sendiri memang dikenal dengan gaya bermain yang memanfaatkan tendan­gan-tendangan spekulatif saat ada celah dan kesempatan. Gol Davis pun terjadi dengan sederhana. Umpan pendek Pelle diteruskan Davis dengan tendangan keras dari luar ko­tak penalti.

Pada momen tersebut, se­mestinya Fabregas yang men­jaga Davis karena Ramires ten­gah menjaga Victor Wanyama. Kelengahan ini yang menghad­irkan momentum buat South­ampton untuk terus mengejar ketertinggalan.

Kelemahan utama South­ampton sebenarnya ada saat mereka menghadapi seran­gan balik. Biasanya, saat me­nyerang Southampton hanya menyisakan dua pemain di lini belakang. Transisi dari meny­erang ke bertahan pun lambat yang membuat pemain lawan bisa memaksimalkan peluang menjadi gol.

Hal serupa tak terlihat kala menghadapi Chelsea. Saat menyerang, lini pertahanan Southampton masih utuh den­gan empat pemain yang ber­jaga. Ini yang membuat seran­gan balik Chelsea yang digagas Eden Hazard selalu kandas di lini pertahanan. Belum lagi minimnya pergerakan Falcao untuk membuka ruang yang menjadikan serangan balik The Blues seolah sia-sia.

Chelsea memasukkan Ne­manja Matic untuk mengganti­kan Ramires yang sebenarnya bermain padu. Koeman pun menurunkan Ward-Prowse menggantikan Romeu yang juga tidak bermain buruk. Han­ya saja Romeu sudah mengan­tongi kartu kuning yang bisa berimbas pada menurunnya agresivitas lini tengah South­ampton saat bertahan. Ter­lebih lawan yang mereka ha­dapi adalah para pelari cepat macam Hazard dan Oscar.

BACA JUGA :  Luwu Timur Diguncang Gempa Bumi Terkini M 4,1, Berpusat di Darat

Southampton memaksi­malkan lubang di sisi kanan pertahanan Chelsea yang dihu­ni Ivanovic. Bek asal Serbia itu kerap meninggalkan posnya dan lambat saat transisi untuk bertahan. Ini yang membuat Mane dan Tadic amat sering beroperasi di sisi tersebut.

Pergerakan keduanya begi­tu membahayakan pertahanan Chelsea. Sejumlah peluang la­hir dari umpan silang di sisi kiri penyerangan Southampton. Umpan silang Southampton tak sekadar melambungkan bola, melainkan memastikan agar bola tersebut bisa diteri­ma kawan yang sudah berdiri di area kotak penalti.

Southampton melepaskan 13 tendangan, berbanding 10 tendangan yang dilakukan Chelsea. Dari jumlah tersebut, delapan di antaranya dilaku­kan di dalam kotak penalti dan dua yang menjadi gol. Di sisi lain, Chelsea melepaskan enam tendangan dari luar ko­tak penalti sebagai akibat su­litnya menembus pertahanan The Saints.

Gol kedua Southampton berasal dari sisi kiri. Pelle memberi umpan terobosan pada Mane yang dikawan John Terry. Kesalahan antisipasi kap­ten Chelsea tersebut membuat Mane bisa dengan bebas men­erobos area pertahanan Chel­sea dan langsung berhadapan dengan kiper Asmir Begovic.

Koeman memang mena­ruh harapan besar pada Ta­dic, Mane, dan Pelle, dengan dukungan dari Davis di lini kedua. Tadic dan Mane memi­liki kecepatan dan mengelabui lawan. Mane melewati lawan empat kali sedangkan Tadic sekali. Keduanya pun sama-sama mengirim tiga umpan kunci (key passes).

Meski berposisi sebagai di sayap kanan, tapi Mane lebih sering mengeksploitasi sisi kiri dengan membantu pergerakan Tadic. Dalam pertandingan se­malam, Tadic mengirim lima umpan silang sedangkan Davis enam umpan silang.

Umpan silang menjadi dibutuhkan karena Southamp­ton memiliki Pelle yang punya keunggulan duel udara. Selain itu, kemampuan mengelabui lawan membuat umpan silang Southampton lebih terukur karena sang pemain memi­liki waktu untuk berpikir saat mengirim umpan, ketimbang melakukannya hanya dengan insting.

Usai gol ketiga, Koeman menarik Tadic dan mengganti­nya dengan Jay Rodriguez. Hal tersebut membuat Pelle lebih aktif dalam bertahan ketimbang menjadi ujung tom­bak penyerangan. Pos tersebut digantikan oleh Mane yang memiliki kecepatan. Sejak menit ke-80, Southampton memilih untuk bertahan dan menunggu waktu untuk seran­gan balik.

============================================================
============================================================
============================================================