Mentan-AmranJAKARTA, TODAY — Langkah persuasif Men­teri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam menjinakkan aro­gansi kartel sapi, patut diacungi jem­pol. Meski tahu kelakuan minus para pengusaha penggemukan sapi (feedloter), Amran berjanji tidak akan menjatuhkan sanksi hukum kepada mer­eka, termasuk kepa­da para pihak yang memprovokasi untuk mogok memotong sapi.

Hasilnya, para pengusaha feedloter itu bersedia menurunkan harga jual daging sapi dan berjanji tidak akan melakukan hal serupa di masa yang akan datang. Buah kerja keras Amran ini mengemuka usai pertemuan ter­tutup selama sekitar satu jam dengan para pemilik sentra penggemukan sapi (feed­loter).

Seperti diketahui, Asosiasi Pengusaha Pemotong Hewan (APPHI) beberapa waktu lalu membuat surat edaran agar semua Rumah Pemotongan Hewan (RPH) tidak melakukan pemotongan sehingga pasokan daging sapi ke pasar langka.

“Tidak ada rencana melakukan hal (pemberian sanksi) itu. Kita harapkan (pemogokan) tidak terjadi lagi,” kata Amran usai pertemuan dengan para pengusaha feedloter di Kementerian Pertanian, Ra­gunan Jakarta Selatan, Jumat (21/8/2015).

Amran dan para pengusaha feedloter sepakat harga daging sapi di feedloter di­turunkan hingga kisaran Rp 38.000/kg dari sebelumnya Rp 42.000/Kg-45.000/Kg. Den­gan adanya kesepakatan ini, Amran men­ganggap masalah sudah selesai. Dia pun tidak akan memberikan tindakan kepada pemilik feedloter.

“Kami sudah komunikasi 2 arah. Kita sudah sepakati bahwa harga pada posisi Rp 38.000/kg. Artinya harga sudah bagus, ke depan harga sudah kita anggap pas dan sesuai, jadi tidak ada masalah. Apalagi kita bentuk tim bersama,” ucapnya.

Namun Amran tak menutup kemung­kinan bahwa feedloter-feedloter yang di­tuding oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penimbunan bisa mendapat rekomendasi impor sapi bakalan (untuk digemukan) lagi dari Kementan. “Kita lihat nanti, masalah sudah selesai,” ujarnya.

BACA JUGA :  Penemuan Mayat Perempuan Telentang di Bantaran Sungai Cicatih Sukabumi

Amran dan para pengusaha feedloter juga membentuk tim kecil yang berang­gotakan 4-5 orang. Anggota tim terdiri dari perwakilan Kementan dan pengusaha feedloter. Fungsi tim ini adalah membicara­kan segala masalah yang ada di lapangan, terutama harga dan pasokan sapi. Diharap­kan, tidak terjadi lagi gejolak harga daging sapi di pasaran.

Diperiksa Bareskrim

Sebelumnya, penyidik Badan Res­erse Kriminal (Bareskrim) Polri melaku­kan pemeriksaan terhadap dua orang saksi dalam kasus menahan stok sapi atas dugaan perbuatan melawan hukum terkait surat edaran yang dikeluarkan kepada ped­agang daging sapi.

Bareskrim telah melakukan pemer­iksaan dua orang saksi dari Asosiasi Pro­dusen Daging dan Feedlot Indonesia (Ap­findo) serta Asosiasi Pengusaha Pemotong Hewan Indonesia (APPHI) pada Selasa malam (18/8).

Dalam UU Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 107 berbunyi pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jum­lah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan ba­rang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah).

Bareskrim membenarkan bahwa pi­haknya telah memeriksa dua saksi terkait temuan surat larangan berdagang daging sapi dan berakibat pada kelangkaan dag­ing. Hasil pemeriksaan terungkap, surat melarang tempat pemotongan daging un­tuk beraktivitas.

“Mereka melarang rumah potong untuk beraktivitas,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigjen Victor Edison Simanjuntak, saat dikonfirmasi de­tikFinance, Jumat (21/8/2015).

BACA JUGA :  Timnas Indonesia Masih Berpeluang ke Olimpiade 2024 Paris

Adapun dua orang yang diperiksa itu adalah Direktur Eksekutif Asosiasi Produ­sen Daging dan Feedlot Indonesia, Joni Li­ano, serta Ketua Umum Asosiasi Pegusaha Pemotongan Hewan Indonesia, Abud Hadi­yanto. “Mereka mengakui itu, pelarangan pemotongan sapi, dan mengakui mereka yang keluarkan surat itu,” ujarnya.

Victor mengatakan berdasarkan hasil pengecekan ke dua feedloter di Tangerang, PT TUM dan BPS, penyidik menemukan 21.933 ekor sapi. Sementara 5.498 ekor adalah sapi siap potong. “Jumlah itu di­prediksi mencukupi hingga Januari 2016. Stoknya ada tapi tidak dijual, malah minta kuota impor,” kata Victor.

“Mereka ingin memaksa pemerin­tah memberi kuota baru dengan cara ada kelangkaan karena ada kelangkaan pemer­intah harus membuka kran kuota impor lagi,” imbuh Victor.

Dalam kesempatan terpisah, Victor menyinggung motif para pengusaha Feed­lot mengedarkan surat tersebut sebagai langkah mengkondisikan kelangkaan dag­ing sapi di pasaran.

Modus yang dilakukan tersebut seb­agai perlawanan para pengusaha terhadap pemerintah yang membatasi keran kuota impor sapi. Dengan kelangkaan daging, para pengusaha itu berharap pemerintah kembali membuka keran impor sapi.

Terkait stok daging, kata Victor, setelah mengecek dua feedlot besar di Tangerang didapati bahwa stok daging sapi yang dimil­iki kedua feedlot tersebut mencukupi untuk pemasaran wilayah Jabodetabek hingga Januari 2016. Hasil pengecekan di PT TUM dan BPS, ditemukan 21.933 ekor sapi. Se­mentara 5.498 ekor adalah sapi siap potong.

Penyidik menyiapkan pasal 53 UU 18/2012 tentang Pangan dan pasal 107 dan 29 UU 7/2014 yang dikaitkan dengan Keppres nomor 21 tahun 2015 yang isinya bahwa sapi itu merupakan bahan pokok.

(Alfian Mujani)

============================================================
============================================================
============================================================