Untitled-19SEORANG pengurus Paguron Silat Pajajaran, ketika menengok saya bicara yang ringan-ringan soal nilai masa lalu yang relevan diterapkan di masa kini dan masa depan. Khasnya dalam konteks membangun Bogor (Kabupaten – Kota) sesuai dengan harapan rakyat.

Bang Sem Haesy

KAMI akhirnya bicara seputar prinsip musyawarah dalam kon­teks perencanaan pembangunan, karena selepas musyawarah pem­bangunan, rakyat memainkan per­an sebagai pengawas, kontrolir.

Saya ingat pesan Abah Ncep Sempur, yang banyak memberi saya nasihat kala tumbuh sebagai remaja. Menurut beliau, setida­knya ada delapan prinsip nilai yang perlu diingat dan dipegang untuk bermusyawarah yang ber­buah kebaikan, kebajikan, dan kemuliaan. Khasnya dalam meren­canakan pembangunan mulai dari desa sampai kota – kabupaten, dan seterusnya: Provinsi dan Nasional. Terutama, ketika sasaran yang hendak dicapai sudah jelas, sep­erti ketahanan pangan yang nyata, ketersediaan lapangan kerja dan berusaha yang mewujud dalam program nyata di pedesaan, akses rakyat terhadap pendidikan dan sarana kesehatan yang tidak ru­mit. Wujudnya: tak ada tengkulak dan spekulan yang mempermain­kan ketersediaan bahan pangan pokok; daya beli rakyat yang me­ningkat, tak ada PHK (pemutusan hubungan kerja), lancarnya lay­anan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

BACA JUGA :  Rekonsiliasi Tokoh Politik Bumi Tegar Beriman, Jelang Pilkada 2024 Pajeleran dan Bilabong Kian Harmonis

Dalam konteks itulah prinsip musyawarah a la Pakuan Paja­jaran, mesti dipraktikan. Yakni, musyawarah bernas untuk kepent­ingan rakyat. Titik beratnya pada tata kelola yang baik, good gov­ernance dalam segala hal. Musy­awarah harus diselenggarakan, setidaknya memenuhi delapan indikator, yaitu:

Pertama, mawusana pany­trawanan, rendahnya friksi secara internal dan eksternal (dengan ke­mampuan mengendalikan conflict of interest). Jaga diri, supaya tidak terjadi disharmoni atau desyn­cronize fungsi personal dan sosial rakyat;

Kedua, mitrasamaya jeung atuntunan tangan, berkembang­nya pemahaman rakyat dan pemerintah untuk selalu bersin­ergi dan bekerjasama berbasis parasparopakara, keadilan.

Ketiga, menghilangkan marah dengan membuang paribhaksa (dendam atas perlakuan tak adil) dengan menyadari sepenuh jiwa, bahwa manusia bermula dari yang wahid (tunggal kawitan – um­matan wahidah);

BACA JUGA :  Gegara Balapan Motor, Siswa SMP di Makassar Dikeroyok 5 Pria Terekam CCTV

Keempat, membuktikan raky­at sungguh mhardika (merdeka dan berdaulat atas diri sendiri);

Kelima, membuktikan bahwa lembaga penyelenggara musy­awarah, sungguh pengemban fungsi pemecah masalah dan pemberi solusi (telasaken) secara damai –tenteram (apakenak), karena andal dalam mencapai mufakat (mapulungrahi), sesuai prinsip persaudaraan (kahareup paduluran);

Keenam, pemerintah meru­pakan wadah utama sebagai te­ladan dalam mempraktikan nilai hidup saling mengasihi, saling didik, dan saling mendewasakan (silih asih, silih asuh, silih asah);

Ketujuh, lembaga penyelengg­ara musyawarah meruopakan con­toh kongkret organisasi yang tidak melampaui batas kewenangannya (parapura); dan

Kedelapan, para pemimpin sangat menghormati hak generasi baru untuk menjamin sustain­abilitas – keberlanjutan (maryada sakeng si tutu). Sekaligus membina dan mengembangkan mereka se­bagai generasi masa depan yang berperangai dan berkualitas prima.

Dari delapan prinsip itu, musy­awarah dapat mengatasi terjadin­ya kondisi terburuk: pahiri hiri, parebut dipayung tangtung, pagi­rang-girang tampian, calik girang gede ajang..

============================================================
============================================================
============================================================