HLProses pemecatan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bogor, Untung Kurniadi, semakin berbelit dan tak jelas arahnya. Kendati Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto telah mengumumkan secara lisan terkait pemecatan Untung Kurniadi, namun hal ini dinilai belum sah di mata hukum.

Oleh : Abdul Kadir Basalamah
[email protected]

Ketua Dewan Per­wakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor, Un­tung Maryono mengatakan, surat disposisi dari DPRD Kota Bogor telah resmi ditandatangani kemarin malam dan akan diserahkan kepada Walikota Bogor pada hari ini. “Saya sebagai Ketua DPRD telah menunaikan tugas dan akan memberikan surat resmi ini ke­pada Walikota Bogor hari ini,” ujarnya kepada BOGOR TODAY saat dihubungi, kemarin petang.

Untung mendesak Walikota Bogor untuk segera menggu­nakan hak prerogatifnya apabila orang nomor satu ini mempu­nyai nyali. “Jangan diperlama dan dipersulit, ini kepentingan orang banyak. Nasib orang lain juga tidak bisa digantung sep­erti ini,” tegas Untung.

Disamping itu, Untung menilai sosok Bima Arya tidak tegas dalam men­gambil keputusan. Kata Untung, sebagai Ke­pala Daerah harus­nya Bima Arya mem­punyai sikap yang kritis dan mampu memberikan kepu­tusan yang cepat dan tepat demi kepentingan masyarakat. “Harus cepat diambil keputusannya agar nasib para pegawai dan Untung Kurniadi jelas dimata hukum,” saut Untung.

Beredar Kabar, surat disposisi ini menjadi alasan utama Walikota Bogor belum melakukan pemecatan secara resmi. Menurut Bima, pemberhen­tian Dirut PDAM Peraturan Daerah Nomor 16 tahun 2011 Pasal 10, yakni; untuk mengangkat dan memberhen­tikan direksi harus mendapatkan per­timbangan dari DPRD Kota Bogor.

“Saya sudah menerima rekomen­dasi dari badan pengawas dan Inspe­ktorat, kemudian disimpulkan, Dirut tidak bisa menjalakan tugas, sesuai dengan Permendagri. Tugas Dirut yakni melakukan pembinaan terha­dap karyawan,” kata Bima kemarin.

BACA JUGA :  Diduga Balas Dendam, Keponakan di Bangkalan Bacok Paman hingga Tewas

Menurut Bima, langkah ini ter­paksa dia ambil lantaran telah ban­yaknya desakan dan penolakan dari para pegawai PDAM Kota Bogor ter­hadap Untung Kurniadi. Kata Bima, pihaknya telah menerima 373 tan­datangan penolakan yang berasal dari karyawan PDAM.

“Ketika terjadi penolakan total maka berarti proses pembinaan be­rarti ini tidak berjalan lancar, bukti­nya saya menerima 373 tandatangan penolakan dari karyawan PDAM,” ujarnya.

Bima juga menerangkan, alasan lain yang membuatnya mengambil keputusan ini karena orang nomor satu PDAM ini dianggap tidak sehat ketika menjalankan roda kerja kem­bali di PDAM Kota Bogor. Hal ini bu­kanlah tanpa alasan, Untung dinilai memiliki desakan dan penolakan yang kuat dari karyawannya sendiri.

Apabila mengacu pada Peraturan Walikota Nomor 97 tahun 2015 dan Peraturan Daerah, Direktur utama bisa diberhentikan apabila tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai pemimpin.”Tugasnya, yakni melaku­kan pembinaan dan melakukan koor­dinasi dengan karyawan, dalam hal ini Untung diklaim gagal,” tambahnya.

Sementara itu, Direktur Utama PDAM Tirta Pakuan, Untung Kur­niadi, menemukan empat poin kes­alahan Pemerintah Kota Bogor yang memecatnya. Point pertama, menu­rut Untung, aksi unjuk rasa yang di­lakukan karyawan PDAM Tirta Pak­uan Kota Bogor.

Untung menuntut aturan Un­dang-Undangan Nomor 13 tahun 2003, tentang ketenagarkerjaan, saat para karyawan membuat surat per­nyataan.

“Sebetulnya karyawan yang melakukan demo sudah melanggar aturan dan sudah sangat memenuhi klausul diberhentikan secara tidak hormat, karena melanggar sumpah jabatan dan sumpah pengangka­tan karyawan,” ujar Untung, Jumat (26/2/2016).

Selain itu, rekomendasi yang di­berikan Badan Pengawas PDAM, no­mor 690/004-DP.PDAM tertanggal 18 Februari 2016, yang berisi rekomen­dasi pemberhentian sementara Dirut PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.

Menurut dia, rekomendasi itu tidak sesuai aturan karena dibuat dalam tekanan dan dibuat hanya mengakomodir sisi karyawan tanpa melakukan klarifikasi kepada Untung.

BACA JUGA :  CLBK, Gerindra Kota Bogor Putuskan Koalisi Bersama PKB di Pilkada 2024

Ada pula mengenai LHP Inspe­ktorat bernomor 700/170 tanggal 23 Febuari 2016 yang dalam berita acara Inspektorat permintaan keterangan hanya Dirut PDAM saja.

Pertama mengenai jasa produksi, dan semuanya sudah sesuai keten­tuan Perwali Nomor 49 tahun 2013 tentang organ dan kepegawaian PDAM. Kedua mengenai intensif yang dilaksanakan sudah sesuai dan sejalan dengan SK Walikota nomor 111 tahun 2014 tentang penghasilan dan fasilitas direksi. Ketiga mengenai kenaikan gaji pokok. “Saya ketika ma­suk ke dalam PDAM, saya yang telah menaikkan gaji pokok pada 2013,” be­ber Untung.

Menurut dia, mengapa tidak di­naikkan lagi gaji pokok karyawan, pertama sejak 2012 sampai saat ini 2016, PDAM tidak menaikkan tarif lagi. “Ketentuan gaji pokok itu akan menimbulkan bertambahnya total biaya pegawai sehingga berpotensi melanggar ketentuan dalam Perda Kota Bogor nomor 17 tahun 2011 ten­tang pengelolaan PDAM,” jelas Un­tung. “Disebutkan bahwa total biaya untuk dewan pengawas, direksi dan pegawai tidak boleh melebihi dari 40 persen dari realisasi total biaya tahun sebelumnya,” imbuhnya.

Sedangkan terkait perjalanannya ke Thailand, menurut Untung, untuk studi banding sudah dibatalkan, dan dananya telah dikembalikan ke kas PDAM.

Untung juga menjawab usulan pertimbangan Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, yang menganggap bahwa dirinya tidak mampu melaku­kan pembinaan.

Usulan pertimbangan Walikota yang belum ditandatangani itu sesuai Permendagri nomor 2 tahun 2007 junto Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 17 tahun 2011 junto Perwali nomor 49 tahun 2013 junto Perwali nomor 73 tahun 2015 menyebutkan soal tugas dari direksi, terutama soal pembinaan karyawan. “Kan tahu sendiri aksi demo ini bukan karena saya tidak mampu membina, tapi karena kewenangan saya dalam hal mengangkat dan meberhentikan karyawan,” tandasnya. (*)

============================================================
============================================================
============================================================