KEMENTERIAN Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) akan menghapus status pegawai negeri daerah. Menurut Menteri Yuddy Chrisnandi, hal itu dilakukan untuk memberlakukan status pegawai negeri secara nasional.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Jadi, pada jenjang terÂtentu, bisa mutasi ke berbagai wilayah,†kata Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/12/2015). “KonsekuenÂsinya itu sebagai pemersatu naÂsional kan. Terus kemudian peÂnilaian kinerja itu orientasinya bukan prosedur lagi, melainkan hasil,â€tambah dia.
Dengan program terseÂbut, Yuddy mengatakan setiap kali promosi akan memperhatikan rekam jejak dan pencapaian dari setiap pegawai. Agar program tersebut bisa berjalan dengan baik, pemerintah akan memperbaiki standardisasi pegawai negeri.
Perbaikan aturan itu akan masuk RanÂcangan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara. MenuÂrut Yuddy, ada beberapa catatan Presiden mengenai beleid tersebut, yaitu penilaian kinerja tidak mematok pada orientasi prosedur, melainkan hasil kinerja sebenaÂrnya dan lebih memperhatikan rekam jeÂjak. “Kami kan sudah melakukan pansel segala macam, itu kadang penilaian yang hanya beberapa hari atau beberapa minÂggu tidak mencerminkan rekam jejak sesÂeorang yang memadai,†katanya.
Selain itu, pegawai negeri harus meÂmiliki sertifikasi jabatan dan tidak boleh asal mutasi jabatan untuk pegawai negeri pusat atau daerah. Dia mencontohkan kaÂsus di suatu daerah, ketika seorang guru agama tidak dapat menjadi kepala dinas pendidikan. “Yang gitu-gitu itu enggak boleh. Jadi, ke depan, lembaga-lembaga pemerintah harus menyelenggarakan sekolah atau kursus yang memberikan sertifikasi kedinasan,†katanya.
Landasan hukum disiapkan melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang manajemen aparatur sipil negara. Sebagai turunan dari undang-undang (UU) Aparatur Sipil Negara (ASN).
Yuddy menilai konsep ini akan sangat membantu standar penilaian secara naÂsional. Di mana juga akan berpengaruh terhadap penentuan gaji dan tunjangan pegawai serta kenaikan jabatan.
“Konsekuensinya itu sebagai pemerÂsatu nasional kan. Terus kemudian peÂnilaian. Kinerja itu orientasinya bukan prosedur lagi tetapi hasil. Jadi setiap proÂm osi harus memperhatikan rekam jejak dan capaian dari setiap orang yang akan dipromosikan,†paparnya.
Selain itu, PNS juga tidak akan meneÂtap di satu daerah. Ada peluang digeser dari satu daerah ke daerah lain , termasuk dari pusat. “Jadi dia pada jenjang tertentu, itu bisa mutasi ke berbagai wilayah,†tegas Yuddy.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengumpulkan para menteri kabinet kerja untuk membahas penataan aparatur negara. Khususnya upaya membangun mental PNS agar lebih baik dari sekarang.
Jokowi mengatakan, langkah ini pentÂing dilakukan seiring dengan tingginÂya persaingan antar negara. Sehingga dibutuhkan pelayanan yang cepat dan mudah serta tepat dari para birokrat. â€Persaingan antara negara perlu sebuah kecepatan dan keputusan cepat, sehingga memerlukan birokrasi cepat dalam meÂlayani, responsif terhadap perubahan dan perkembangan zaman,†jelasnya.
Turut hadir Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri PendayaguÂnaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Yuddy Chrisnandi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, MenÂteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan SekÂretaris Negara Pratikno.
56 Persen APBN untuk Gaji PNS
Sementara itu, sebanyak 56% uang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dihabiskan untuk belanja pegawai, seperti gaji pegawai negeri sipil (PNS) di daerah.
Kondisi seperti ini membuat angÂgaran untuk proyek-proyek infrastruktur terbatas, sehingga pengusaha di daerah sulit mendapatkan kerjaan dari proyek infrastruktur. “Dilihat rata-rata APBD, 56 persen APBD daerah itu untuk belanja pegawai. Jadi ruang untuk pinjam modal atau proyek yang mungkin dimanfaatkan anda para anggota Kadin kecil, karena setengah lebih anggaran dipakai untuk hanya belanja pegawai,†kata Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, Jumat (4/12/2015).
Dia mengatakan, di beberapa kabupatÂen, bahkan ada yang belanja pegawainya mencapai 80% dari APBD. “Jadi di sini kita dorong peningkatan bukan di DAU (dana alokasi khusus) dan DBH (dana bagi hasil), tapi kita dorong meningkat di DAK (dana alokasi khusus) hanya bisa dipakai untuk proyek fisik yakni infrastruktur, dan dana desa yang mayoritas hanya untuk pemÂbangunan fisik,†katanya.
Karena itu, tahun depan, dana desa akan dinaikkan pemerintah, demikian juga dengan DAK. “DAK naiknya tajam dari Rp 50-an triliun jadi Rp 80-an triliun lebih. Dana desa dari Rp 20,7 triliun naik jadi Rp 46,9 triliun, jadi cukup besar,†kata Bambang. (*) intennadya