keretasencyBOGOR, TODAY – Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bere ncana merevisi sejumlah aturan guna merealisasikan megaproyek kereta ringan dan cepat atau Light Rail Transit (LRT). Rencana ini dipercepat dari target semula di 2018. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan, satu beleid yang akan direvisi ialah Peraturan Presiden (Per­pres) Nomor 99 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkere­taapian Umum di Wilayah Provinsi Dae­rah Khusus Ibukota Jakarta. “Nantinya ada perubahan Perpres karena dalam Perpres itu yang diatur hanya BUMN. Sementara yang bekerja nanti sepenuh­nya dalam 8 trase di Jakarta adalah Jak­pro atau BUMD. Jadi memang harus ada perubahan perpres dalam penyebutan BUMN menjadi BUMD,” ujar Pramono usai menghadiri rapat terbatas di Istana Negara, Rabu(30/3/2016).

Mantan Sekretaris Jenderal PDIP ini menambahkan, perubahan ketetapan di dalam Perpres 99 diperlukan demi menjamin kepastian hukum kepada pi­hak yang akan melaksanakan pemban­gunan proyek tersebut.

Selain itu, Pramono menyebut, pe­rubahan beleid ini juga dilakukan demi meminimalisir adanya problematika hukum di dalam merealisasikan proyek LRT yang ditargetkan bisa rampung se­belum perhelatan Asean Games 2018. “Mudah-mudahan maret selesai (se­hingga) April atau Mei bisa digunakan untuk tes dan secara komersial bisa di­lakukan pada 3-4 bulan sebelum penyelenggaraan,” tuturnya.

Pada kesempatan berbeda, Guber­nur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama menargetkan pengerjaan proyek LRT bisa kembali dimulai Juni ini. Meski ter­lambat, Ahok begitu Basuki dipanggil, optimistis proyek ini bisa rampung ses­uai jadwal. “Sebanyak Rp4 triliun sudah kita serahkan pada Jakpro dan Wijaya Karya dan mereka sudah komitmen bekerjasama kita. Dia akan sediakan Rp1 triliun ditambah Adhi Karya, saya pikir bisa terkumpul untuk menyele­saikan dari depo,” imbuh Ahok.

Sementara, Presiden Joko Wido­do (Jokowi) meminta pembangunan LRT di Jakarta, Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), Palembang dan Bandung Raya diper­cepat karena rapat tentang itu sudah sering dilakukan. “Yang Jabodetabek su­dah dimulai. Palembang sudah dimulai. Jakarta sudah,” kata Jokowi saat mem­buka rapat kabinet terbatas tentang percepatan pembangunan LRT dalam rangka Asian Games ke 18 tahun 2018 di Kantor Kepresidenan.

Pangkas Kerugian

Mantan Gubernur DKI Jakarta juga mengatakan, dengan akan adanya kereta cepat Bandung-Jakarta maka diharapkan ada integrasi antara mass rapid transit (kereta bawah tanah), bus­way, kereta bandara, kereta komuter dan kereta cepat. Ia mengatakan in­tegrasi angkutan berbasis rel itu akan mengurangi kemacetan di kota besar.

BACA JUGA :  Resep Membuat Sambal Teri Cabe Hijau, Sederhana Tapi Bikin Ketagihan

Menurut dia, kemacetan di Jakarta telah menyebabkan kerugian Rp28 tril­iun per tahun, sedangkan kemacetan Jakarta-Bandung menyebabkan keru­gian Rp7 triliun per tahun. “Ini yang akan kita hilangkan. Tiap tahun negara kehilangan Rp35 triliun. Ini tiap tahun. Ini mutlak dilakukan pembangunan (kereta) agar uang tidak hilang percuma karena macet,” katanya.

Selain itu, Joko Widodo meminta agar angkutan umum berbasis rel juga terintegrasi dengan bandara termasuk yang ada di Jakarta. “Saya ingin semua terintegrasi dengan bandara. Di Palem­bang sudah terintegrasi. Di Jakarta gi­mana? Apa sebaiknya LRT ke sana atau kereta cepat yang ke sana. Semua ada hitung-hitungannya,” katanya.

Ia mengatakan percepatan LRT dan kereta itu akan bisa menjadi alternatif transportasi massal di Jakarta, Jabodeta­bek, Bandung dan Pelembang. “Percepa­tan ini untuk Asian Games 2018. Kita ha­rapkan bisa selesai semua,” katanya.

Dia berharap semua masalah terkait LRT atau kereta dapat segera disele­saikan baik menyangkut jalur, teknis, pembiayaan, sumber daya manusia, perizinan dan tata ruang. “Jalur MRT dan LRT harus terintegrasi. Kita ingin efisien dan produktif,” katanya.

Bogor Bimbang Pilih Stasiun

Soal LRT ini, Walikota Bogor Bima Arya, belum be-rani berkomentar ban­yak. Politikus PAN ini masih menunggu keputusan dan kepastian dari pihak PT. Adhi Karya selaku pelaksana pemban­gunan LRT. Jadi pembangunan terminal Baranangsiang tergantung ke-pada ren­cana pembangunan LRT, dan terminal tidak bisa dibangun kalau progress LRT belum jelas. “Kita masih menunggu keputusan dan kepastian dari PT Adhi Karya. Jadi pembangunan terminal Ba­ranangsiang itu harus menunggu ren­cana pembangunan LRT, karena termi­nal harus terkoneksi dan terintegrasi langsung dengan LRT, jadi terminal Ba­ranangsiang tidak bisa dibangun tanpa adanya kepastian pembangunan LRT di terminal Baranang-siang,” kata Bima Arya, kemarin.

Menurut Bima, Pemkot Bogor sudah memberikan arahan dan menyarankan kepada PT. Adhi Karya agar memban­gun LRT di kawasan Tanah Baru. Na­mun progresnya belum pasti, apakah LRT itu dibangun di Tanah Baru lalu di­tarik koneksinya ke terminal Baranan­gsiang, atau LRT dibangun langsung di ter-minal Baranangsiang. “Belum ada respon apapun terkait penawaran yang diberikan oleh kami, dan kalau mereka tidak mau membangun LRT di Tanah Baru, berarti LRT itu dibangun di ter­minal Baranangsiang dan konsep pem­bangunan LRT harus menyesuaikan dengan rencana pembangunan termi­nal Baranang-siang,” jelasnya.

BACA JUGA :  Kecelakaan Maut di Labuan Bajo NTT Tewaskan Remaja asal Rote Ndao usai Jatuh dari Motor

Terpisah, Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat mengungkapkan, sampai saat ini belum ada pembahasan mau­pun rapat pertemuan kembali dengan PT Adhi Karya soal kelanjutan pem­bangunan LRT. Pemkot Bogor juga su­dah membentuk tim transportasi yang menangani masalah LRT itu, jadi nanti tim yang akan intensif melakukan rapat dan menanyakan soal kepastian pem­bangunan LRT dan kelanjutannya. Ter­kait pembangunan terminal Baranang­siang, menunggu dulu dari kepastian PT Adhi Karya. “Kita semua masih menunggu kelanjutan pertemuan den­gan pihak PT Adhi Karya dan PT PGI, jadi soal pembangunan terminal Ba­ranangsiang akan disesuaikan dengan keputusan pembangunan LRT. Apakah akan menggunakan jalur kawasan Ta­nah Baru, atau langsung dibangun di terminal Baranangsiang. Kita juga sudah membentuk tim khusus yang menan-gani soal LRT ini,” ungkapnya.

Kabar berkembang, pemilihan lo­kasi terminal LRT di Tanah Baru di­tunggangi sejumlah kepentingan. Siapa yang menitip? Penelusuran BOGOR TO­DAY menyebutkan, beragam kepentin­gan investasi mulai berdatangan. Para pemain tanah dan saham memesan Balaikota Bogor agar menggeser ter­minal LRT dari Baranangsiang, seka­lipun melanggar Peraturan Presiden (Perpres).

Namun, ini dibantah. “Nggak ada. Semua menginginkan, yang cepat itu yang mana. Intinya, kami mendorong mana yang lebih cepat dan baik,” kata Ade Sarip Hidayat, kemarin.

Sementara, Ketua Tim Percepa­tan Pelaksana Prioritas Pembangunan (TP4) Kota Bogor, Yayat Supriatna, mengatakan Pemkot Bogor tidak meng-inginkan terjadi pemusatan kendaraan berlebih di seki-tar Baranangsiang. Ter­lebih kondisi lalu lintas di sekitar Ba­ranangsiang saat ini padat.

Selain itu, konsep pembangunan jaringan LRT di Kota Bogor yang melin­tas di Jalan Pajajaran dinilai meng-gan­gu estetika Tugu Kujang yang sudah menjadi ciri khas kota hujan. “Pemkot Bogor tidak ingin pembangunan LRT mengganggu estetika tata ruang kota. Oleh karena itu kami akan mengusul­kan lokasi lain sebagai pengganti Ba­ranangsiang untuk dijadikan stasiun LRT di Bogor,” kata Yayat.

Lokasi lain yang diusulkan salah satunya berada di wilayah Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara. Hanya saja Pemkot Bogor masih harus membenahi sistem layanan transportasi umum un­tuk menunjang stasiun LRT di Tanah Baru. “Kita ingin melakukan redistri­busi angkutan umum agar tidak hanya terpusat di kota, seperti di Baranang­siang,” kata Yayat. “Kami tetap akan mengusulkan Tanah Baru sebagai reko­mendasi kepada pemerintah pusat,” tandasnya.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================