MEMBANGKITKAN kembali kejayaan Bogor (Kota dan Kabupaten) di masa kini dan nanti, merupakan aksi sejarah yang tak bisa diabaikan. Tidak hanya kaÂrena Bogor mempunyai modal dasar basis nilai peradaban yang diwariskan dari masa lalu. Juga karena Bogor merupakan wilayah strategis, yang dalam strategi masa depan, sangat menentukan dimensi ke-Indonesia-an kita.
Oleh : Bang Sem Haesy
SECARA geografis, Bogor tak sekadar sebagai buffer zone bagi DKI Jakarta sebagai ibukota neÂgara, karena secara demografis, perkembangan Bogor akan sangat menentukan langsung terÂhadap dinamika pembangunan Jakarta yang kelak berpengaruh pada pamor Indonesia. Apalagi, di antara masa lalu dan masa kini, pernah terjadi kekeliruan dalam merancang ibukota negara.
Berbagai konurbasi ibukota tidak terkelola dengan baik, sehingÂga memberikan kontribusi masalah yang lumayan strategis juga. Perkembangan kota Depok, Bekasi, dan Tangerang, misalnya. Karenanya, Bogor yang merupakan hulu atas dua daerah aliran sungai (Ciliwung dan Cisadane) dengan belasan anak sungai, menjadi peÂnentu bagi terbentuknya lingkunÂgan sehat bagi ibukota negara.
Segala pemikiran friksional yang pernah terjadi di masa lalu, antara Pemerintah DKI Jakarta dengan Jawa Barat dan Banten, yang tak kunjung memberikan solusi untuk membuat Jakarta seÂbagai ibukota yang patut dibangÂgakan, mesti diambil inisiatif peÂnyelesaiannya dari Bogor.
Kita tak perlu lagi menarik urat leher untuk bertanya : Naha atuh kiwari geuningan sagala gati. Boganna pahiri-hiri. Parebut dipayung tangtung. Pagirang-girang tampian. Calik girang gede ajang. Naha alok henteu nyaho, somah nu lara balangsak. Tuh geuningan.. duh kaniaya.. Ya kita tak perlu bertanya, mengapa kini sekarang ‘berdarah-darah’ hanya karena sikap saling ngotot memÂpertahankan pandangan masing-masing. Berebut kemuliaan dan berlomba menunjukkan peran yang harus didahulukan, dengan membesar-besarkan peran dan fungsi. Mengapa kita tak melihat realitas brutal, betapa banyak rakyat yang hidup blangsak, di sepanjang aliran sungai Ciliwung dan Cisadane dan belasan anak sungai lainnya? Kasihan rakyat.
Spirit duduk bersama, melauÂkan musyawarah, menata ulang tata fikir pengembangan wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, denÂgan urutan yang tidak bermula dari problem generator (JaboÂdetabek), melainkan dari probÂlem solver (Jabedetabog). Karena kata kuncinya adalah penyelesaÂian persoalan di hilir (Jakarta), harus dimulai dari hulu (Bogor).
DKI Jakarta dengan segala kelebihan yang dimilikinya, terutama Anggaran PendapaÂtan Belanja Daerah (APBD), mesti memasukkan keperluan pembenahan di hulu (Bogor) ke dalam politik anggarannya. Tak hanya berhenti hanya pada pemÂbangunan waduk yang pernah disepakati oleh Jokowi (sebagai Gubernur DKI Jakarta) dengan Ahmad Heryawan (sebagai GuÂbernur Jawa Barat) dan KementeÂrian Pekerjaan Umum. Melainkan jauh dari itu, juga mesti meranÂcang bersama konsep konurbasi secara langsung antara DKI JaÂkarta dengan Bogor, dan KemenÂterian Agraria dan Tata Ruang. Khasnya, terkait dengan penaÂtaan ruang konservasi dan budi daya yang harus dikelola berÂsama. Dengan kesadaran ini, tak hanya Bogor yang akan kembali berjaya. Tapi juga Jakarta.