031384600_1423563195-b5f50703-7ff5-454d-8313-6a83b0e85315_16x9_600x338KEJAKSAAN Negeri (Kejari) Bogor memperpanjang masa penahanan para tersangka kasus mark up pengadaan lahan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, yakni Hidayat Yudha Priatna, Irwan Gumelar dan Roni Nosru Adnan. Keputusan ini diambil setelah Kejari Bogor mendapat wangsit khusus dari Kejati Jawa Barat. Benarkah ada hasil pengembangan?

ABDUL KADIR BASALAMAH|YUSKA APITYA
[email protected]

Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Ari­anto mengatakan, perpanjangan penahanan ini telah diajukan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. “Kepada tersangka inisial HYP diperpanjang selama 50 hari yang mulai dihitung sejak tanggal 26 April hingga 25 Mei 2016 mendatang,” katanya kepada BOGOR TODAY, kemarin.

Andhie juga menambahkan, kedua tersangka lain yang ditahan belakangan setelah ditahanannya Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor, yakni Roni Nasru Adnan dan Irwan Gumelar juga sudah diajukan perpanjangan oleh Kejari Kota Bogor. “Se­mentara untuk tersangka inisial IG (Irwan Gumelar) dan RNA (Roni Nosru Adnan) dilakukan per­panjangan untuk jangka waktu 30 hari kedepan yang terhitung sejak 28 April hingga 27 Mei 2016 mendatang,” terangnya.

Lebih dalam ia juga menerangkan, untuk menembus sampai kepada proses persidan­gan ada beberapa syarat formil di internal Kejari Kota Bogor yang harus dilalui. “Dalam tahapan (pelimpahan berkas dan tersangka, Red) ini, tim JPU sudah melakukan koordi­nasi terlebih dahulu kepada pimpinan Kejari Kota Bogor untuk memaksimalkan bukti-bukti pada saat proses persidangan nanti,” paparnya.

Terkait kasus ini, ia juga menerangkan saat ini Kejati Bandung, Jawa Barat juga tengah melakukan proses penyidikan, sehingga dalam waktu dekat berkas perkara akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat.

 “Jika nanti selama masa perpanjan­gan tersebut berkas belum mencukupi, maka masa perpanjangan tahanan ses­uai dengan KUHAP bisa diberlakukan lagi,” pungkas Andhie sepulang dari Kejati Bandung kemarin.

Kasus ini sejatinya sudah menjadi cicipan pengamat dan pegiat hukum di Kota Bogor. Yang terbaru adalah Tim Advokasi Bogor Bersih (TABB) juga mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Bo­gor yang menggugat (Citizen Law Suit) Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto dan seluruh Anggota DPRD Kota Bogor, untuk segera mengembalikan anggaran sisa pembelian lahan Jambu Dua.

Koordinator penggugat, Dwi Ary­wendo mengatakan 12 orang yang melakukan gugatan ini sebagai bentuk untuk mewakili seluruh masyarakat di Kota Bogor. “Kami sebagai warga negara mempunyai hak konstitusi dan melihat pembebasan lahan ini disiny­alir Walikota Bogor ini telah melaku­kan perbuatan melawan hukum, yakni penganggaran lahan Jambu Dua ini di DPRD dan evaluasi Gubernur hanya mengesahkan Rp 17,5 miliar, lalu kena­pa angka ini bisa berubah menjadi Rp 49,2 miliar,” terangnya, usai melayang­kan gugatan di PN Bogor, kemarin.

BACA JUGA :  Wajib Tahu! Ini Dia Manfaat Okra untuk Diet Turunkan BB

Dwi yang juga Dosen Hukum Universitas Ibnu Khaldun (Uika) Bogor itu juga menjelaskan, sebagai masyara­kat yang mencari sebuah keadilan hanya ingin mengungkap ada apa se­benarnya dalam kasus ini, agar seluruh masyarakat Kota Bogor terbuka. “Saya perhatikan sebagian besar masyarakat Kota Bogor hanya mengiyakan saja apa yang diputuskan oleh Pemkot Bogor,” terangnya.

Ia juga menambahkan, TABB telah memberikan bukti-bukti yang diser­takan didalam surat gugatan yang di­berikan kepada Pengadilan Negeri Kota Bogor. “Bukti-buktinya yakni Keputu­san Pimpinan DPRD Kota Bogor Nomor 903-13 Tahun 2014 tentang Persetujuan Penyempurnaan Terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kota Bogor dan Hasil Evaluasi Gubernur Jawa Barat tertang­gal 5 November 2014 yang berisi pen­ganggaran yang baru dialokasikan un­tuk Pengadaan Tanah dalam Perubahan APBD pada SKPD Kantor Dinas Kopera­si dan UMKM Nomor 1.15.1.15.01.17.98 Pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk relokasi Pedagang Kaki Lima adalah sebesar Rp. 17,5 miliar,” jelasnya.

Dalam hal ini, ternyata muncul penganggaran yang berbeda oleh tergugat, yakni Walikota Bogor dan DPRD Kota Bogor yang berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perubahan APBD Tahun 2014 tanggal 6 November 2014, dimana alokasi untuk pengadaan tanah dalam Perubahan APBD pada SKPD Kantor Koperasi dan UMKM diatas un­tuk pelaksanaan pengadaan tanah un­tuk relokasi PKL nya menjadi Rp 49,2 miliar.

“Tindakan para tergugat yang telah menetapkan penganggaran yang ber­beda itu merupakan perbuatan mela­wan hukum dan melanggar Pasal 28 H UUD 1945, dimana hak para penggugat, yakni warga Kota Bogor untuk hidup sejahtera lahir dan batin mengharus­kan kekayaan dan keungan negara in casu Kota Bogor dengan benar sehing­ga para tergugat wajib memberikan hak para penggugat tersebut,” terang kuasa hukum penggugat, Munathsir Mustaman, kemarin.

Selain itu perbuatan melawan hu­kum para tergugat juga digugat dengan dasar UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pem­berantasan Tindak Pidana Korupsi. “Didalam surat gugatan kami meminta uang Rp 31,7 miliar dikembalikan un­tuk kepentingan warga miskin di Kota Bogor dan dibayarkan melalui reken­ing Pemerintah Daerah Kota Bogor,” tegasnya.

BACA JUGA :  Bejat, Oknum Guru Diduga Lecehkan Sejumlah Siswi di Tanjab Barat

Sementara itu, Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengatakan, dirin­ya siap menghadapi gugatan tersebut. Menurut dia, semua keputusan yang dibuatnya sudah sesuai dengan lan­dasan dan hukum yang berlaku. “Kita harus kuat. Akan kami hadapi. Semua ada datanya, semua ada landasannya,” tandasnya.

Kabag Humas Pemkot Bogor, En­cep Mohammad Al-Hamidi, memper­silahkan semua elemen ikut mengupas perkara ini. “Namun, semua sudah ada prosedurnya. Kan sudah ditan­gani sama yang berwenang. Kalau ada gugatan ya silahkan saja. Semua me­kanisme penganggaran sudah dilaku­kan sesuai prosedur,” kata dia, kema­rin petang.

Proses hukum yang sedang berjalan mengenai skandal lahan panas Jambu Dua ini masih berjalan. Kasuspenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bandung, Jawa Barat, Raymond Ali mengatakan, pihaknya masih mendalami fakta hu­kum terkait kematian Hendricus An­gkawidjaja (Angkahong). “Kita akan terus selidiki kasus ini hingga tuntas sampai ke akarnya, bukti-bukti kema­tian Angkahong terus kita perdalam. Kita juga masih mengkaji keterangan para saksi,” singkatnya, kepada BO­GOR TODAY.

Kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya ke­janggalan dalam pembelian lahan sel­uas 7.302 meter persegi milik Hendri­cus Angkawidjaja alias Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014 silam. Ternyata di dalamnya telah terjadi tran­saksi jual beli tanah eks garapan seluas 1.450 meter persegi. Dari 26 dokumen tanah yang diserahkan Angkahong kepada Pemkot Bogor ternyata status kepemilikannya beragam, mulai dari Sertifikat Hak Milik (SHM), Akta Jual Beli (AJB) hingga tanah bekas garapan.

Dengan dokumen yang berbeda itu, harga untuk pembebasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar. Empat orang tersangka dari kalangan bawah, yakni Hidayat Yudha Priatna (Kepala Dinas Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), Hendricus Angkawidjaja alias Angka­hong (Pemilik tanah yang dikabarkan meninggal dunia) dan Roni Nasrun Ad­nan (dari tim apraissal tanah).

Berkas perkara Jambu Dua juga telah masuk ke Kejaksaan Tinggi (Ke­jati) Provinsi Jawa Barat dan Kejaksaan Agung (Kejagung) serta Komisi Pember­antasan Korupsi (KPK). Ketiga lembaga yudikatif tertinggi itu kini tengah me­mantau perkara ini.

Dikonfirmasi ulang melalui pesan Whatsap, Ketua Komisioner KPK, Agus Rahardjo, menunggu pelimpahan pe­nyelidikan dari kejaksaan. “Kami ikut memantau. Jika memang ada penyim­pangan, tim yang turun. Pas penepatan para tersangka, kami juga sudah turunk­an tim khusus,” kata Agus, menjawab BOGOR TODAY, kemarin petang. (*)

============================================================
============================================================
============================================================