BOGOR TODAY – Dinas KopÂerasi dan UMKM Kota Bogor berencana merevisi Surat Keputusan (SK) Walikota TenÂtan Zonasi Pedagang Kaki Lima (PKL) 2010 dan diganti dengan SK Zona PKL baru.
“Setelah menggelar studi kelayakan tentang relokasi dan zonasi PKL, kita akan revisi SK Walikota tahun 2010, mengÂgantinya dengan zona-zona baru yang diperoleh dari hasil studi tersebut,†kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM, Yudha PriÂatna, Rabu (27/1/2016).
Menurutnya, terdapat 14 zona PKL yang tertuang dalam SK Walikota tahun 2010, terdiri atas zona kuliner, zona tanaÂman hias dan zona pedagang kerajinan.
Zona kuliner tersebar di sejumÂlah titik seperti Jalan Bangbarung, Bina Marga, Gang Slot, Jalan PenÂgadilan, Jalan Papandayan, Jalan Cindangiang, Jalan Sukasari tiga, Jalan Siliwangi. “Untuk zona tanaÂman hias yang di SK-kan ada di Jalan Dadali, Jalan Otista. Di Jalan Padjajaran, Jalan Semeru belum di SK kan,†ujarnya.
Hasil studi kelayakan yang dilakukan nantinya, akan ditÂambah zona-zona PKL yang baru, seperti di Jalan R3 akan menjadi zona tanaman hias, beÂgitu juga di Jalan Bina Marga
“Lewat studi kelayakan ini, akan dipertimbangkan mengÂhidupkan lagi Pasar Mambo untuk menampung PKL basah dan kuliner yang ada di Jalan Otista dan di Stasiun Bogor,†jelasnya.
Hasil studi kelayakan itu akan dilaksanakan pada 2016 untuk mengetahui lokasi yang layak untuk relokasi para PKL agar tertata dan tidak berjualan di sembarang tempat.
“Lahan di Kota Bogor terbaÂtas, kajian ini diperlukan unÂtuk mengetahui dimana lokasi yang pas untuk ditempati PKL jadi tidak lagi kembali ke luar pasar,†katanya.
Studi kelayakan itu dilakukan konsultan yang ditunjuk berÂdasarkan lelang proyek di ULP, karena nilai anggaran pelaksaÂnaan studi kelayakan mencapai Rp 140 juta.
“Akhir Januari ini akan kita daftarkan ke ULP untuk dileÂlangkan, kapan waktu studi dilakukan tergantung proses leÂlang, yang pasti dalam tahun ini dilaksanakan,†ungkap dia.
Penataan PKL, kata Yudha, merupakan satu dari enam program prioritas Pemerintah Kota Bogor yang tertuang dalam RPJMD. Namun, upaya penataan tidaklah gampang, mengingat terbatasnya luas lahan untuk relokasi, dan perilaku PKL yang tidak mau ditata menjadi perÂsoalan tersendiri.
“Apakah merelokasi itu menÂjadi solusi penataan PKL selesai? kalaupun mau direlokasi, keÂmana? apakah pasar mau meÂnampung mereka? bagaimana dengan biaya sewa, selama ini mereka tidak menyewa? inilah persolahan besar sulitnya menaÂta PKL, kecuali kalau mereka ada kesadaran,†kata dia.
Menurutnya, karakteristik PKL adalah berjualan dimana ada keramaiaan, seperti di pinggir jalan dan di luar pasar, di perbatasan kota. Mereka tidak bersedia masuk pasar, selain karena tidak memiliki modal menyewa kios juga kareÂna kondisi pasar tidak mampu menampung mereka.
“Seperti PKL di Jalan Otista yang harus dirapihkan karena ada sistem satu arah, jumlanya ada 750 PKL. Kemana akan direlokasi, apakah ada temÂpatnya? masuk ke Pasar Bogor apakah siap kiosnya, dipindahÂkan ke Pasar Jambu Dua, apa mereka mau? karena selama ini pelanggan mereka ada di Otista,†tandasnya.
Menurut dia, perlu sinkroÂnisasi dan koordinasi yang kuat antar pihak yakni Satpol PP seÂlaku penertiban dan PD Pasar Pakuan Jaya selaku pengelola pasar agar memberikan solusi bersama dalam penatan PKL di Kota Bogor.
Yudha menambahkan, dari hasil studi kelayakan nanti akan diketahui lokasi yang layak unÂtuk merelokasi PKL, penentuan zona PKL yang baru dan mereÂvisi zona sebelumnya.
Terpisah, Kasatpol PP Kota Bogor, Eko Prabowo, menilai, pembongkaran lapak PKL meÂmang dirasa sia-sia tanpa ada relokasi ke tempat yang jelas-jelas sesuai kemauan pedagang. “Kalau dibongkar saja, kami juga bisa. Namun kan balik lagi ke loÂkasi awal. Yang harus diperhatiÂkan disini, kemana mereka mau dipindah,†kata dia.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Bofor, Untung W MaryÂono, meminta agar Pemkot Bogor menuntaskan persoalan PKL. “Saya rasa Bima Arya beÂlum optimal mengurus PKL. Pengawasannya lemah. Lihat saja, MA Salmun dulu sempat bersih, sekarang numpuk lagi PKL-nya. Harusnya diawasi rutin,†kata dia.
(Abdul Kadir Basalamah|Yuska)