BOGOR TODAY– Ada yang unik dalam perayaan Isra Miraj di IstaÂna Kepresidenan Jakarta beberÂapa waktu lalu. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang dilantunkan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Muhammad Yasser Arafat disÂela pembukaan helatan nasional itu menggunakan langgan Jawa. Kejadian ini mengejutkan pubÂlik, terutama kalangan ulama. Bagaimana keabsahannya?
Menteri Agama, Lukman Halim Saifuddin yang mengatakan, ide itu murni dari inisiatifnya dengan alasan menjaga dan memelihara tradisi Nusantara dalam menyeÂbarkan ajaran Islam di Tanah Air dan bukan keinginan Presiden Joko Widodo ( Jokowi). “Ini bukan karena permintaan presiden tapi murni ide saya karena ingin menÂjaga dan memelihara tradisi dalam menyebarluaskan ajaran Islam di tanah Jawa,†ujar Menag Lukman dalam cuitan di akun Twitternya.
Dalam acara yang digelar 15 Mei itu, Yasser Arafat itu melanÂtunkan Surat An-Najm ayat 1-15 dengan menggunakan cengkok atau langgam dengan nada khas Jawa.
Meski dikritik, Lukman mengÂhargainya dan berterima kasih karena masyarakat mengapresiasi tilawah ala Jawa ini meski tidak sedikit yang justru mengkritik Jokowi. “Tapi saya juga berterima karena ada yang memperhatikan dan mengapresiasi,” katanya.
Menyikapi kontroversi yang terbilang unik ini, kalangan ulama di Bogor menyatakan semua sesÂuai kaidah Islam. Tak ada yang caÂcat menurut hukum Islam.
Ketua Majelis Ulama (MUI) KaÂbupaten Bogor, KH Ahmad Mukri Aji, beranggapan, jika lebih baik dalam bertilawah tetap mengÂgunakan langgam seperti apa yang diajarkan oleh Nabi. Karena menurutnya, pada zaman para wali, langgam seperti digunakan untuk memudahkan orang Jawa dalam menerima Islam.
“Tapi tidak ada salahnya selaÂma makhorizul huruf dan tajwidÂnya (hukum bacaan .red) benar dan tidak bertolak belakang. Tapi akan lebih baik jika dalam pembÂcaan ayat Al-Quran tetap mengÂgunakan satu langgam saja sepÂerti yang siajarkan oleh Rasulullah SAW,†ujarnya kepada BOGOR TOÂDAY, Kamis (28/5/2015).
Mukri berpendapat, jika langÂgam Jawa atau langgam dengan diÂalek daerah-daerah tertentu tidak digunakan dalam bacaan shalat lima waktu. “Kan aneh saja sepÂertinya kalau lagi shalat Jumat yang harus pakai pengeras suÂara. “Intinya menurut saya tidak masalah selama itu tidak meruÂsak dan mencerai berai kesatuÂan Islam. Toh itu tidak meÂnyalahi hukum agama. Karena Islam ini uniÂversal. Bukan cuma untuk orang Arab, jadi silahkan saja menggunakan langgam Jawa atau apapun tapi harus disesua ikan t e m p a t n y a juga,†tutup KH Mukri Aji.
(Rishad NoÂviansyah)
Bagi Halaman