JAKARTA, TODAY — Bank Indonesia (BI) mewajibkan seluruh tranÂsaksi di wilayah hukum Indonesia menggunakan rupiah. Jika nekad melakuÂkan transaksi pakai dolar, pelakunya bisa dipenjara.
Kebijakan baru BI tersebut dituangkan dalam Surat Edaran BI (SEBI) No.17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 tentang KewaÂjiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik IndoneÂsia. Mulai 1 Juni 2015, setiap kegiatan transaksi di dalam negeri baik secara tunai maupun non tunai diwajibkan menggunakan rupiah.
Plt Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto dalam diskusinya bersama media, di Gedung BI, Thamrin, Jakarta, Selasa (9/6/2015), menjelaskan, kewajiban tersebut juga tercantum dalam PBI No.17/3/PBI/2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara KeÂsatuan Republik Indonesia.

“Kami ingin menegaskan, penggunaan rupiah sudah diatur dalam UU mata uang No. 7/2013, selain itu ada UU lain yaitu UU No. 39/2009 terkait dengan KEK, UU No. 36/2000 terkait kawasan perdagangan bebas, lebih ditekankan masalah kedaulatan, ada Perpres No.26/2012 juga ditegaskan penetapan tarif layanan dengan menggunakan rupiah,†jelas dia.
Eko menyebutkan, di dalam ketentuan umum, kewajiban penggunaan rupiah menganut azas teritoÂrial, selama ada di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah. Transaksi dan pembayaran, wajib mengguÂnakan rupiah.
“Kemudian diatur kewajiban pencantuman harÂga barang dan jasa dalam rupiah dan dilarang menÂcantumkan harga barang dual (dua mata uang), jadi rupiah berapa, dolar berapa jadi harus satu, baik harga, biaya jasa, sewa menyewa tarif, itu pakai ruÂpiah,†tandasnya.
Eko Yulianto mengungkapkan, akan ada sanksi tegas bagi mereka yang melanggar ketentuan ini. “Terhadap pelanggaran akan dikenakan sanksi,†ujarnya.
Eko menjelaskan, BI akan melakukan pengaÂwasan terhadap kegiatan transaksi di dalam negeri, baik transaksi langsung atau tunai maupun tidak langsung atau non tunai.
“Transaksi tidak langsung itu laporan yang diteriÂma perbankan melalui transfer dana. Kalau transaksi tunai akan dibedakan, kerjasama dengan aparat penÂegak hukum, ada pun dasar hukum koordinasi yaitu nota kesepahaman antara BI dengan Kapolri, itu suÂdah dilakukan,†kata dia.
Eko menyebutkan, terhadap pelanggaran tranÂsaksi tunai akan dikenakan sanksi pidana yaitu kuÂrungan maksimum 1 tahun dan denda maksimum Rp 100 juta.
Sementara pelanggaran terhadap transaksi non tunai akan diterapkan sanksi administrasi berupa teÂguran tertulis, kemudian wajib membayar 1% dari niÂlai transaksi dan maksimum Rp 1 miliar dan larangan penggunaan lalu lintas pembayaran. “Sanksi mulai berlaku 1 Juli 2015,†imbuh Eko.
(Alfian Mujani)