BOGOR, TODAY – Majelis Ta’lim Ekonomi Terpadu (MASTER) menggelar Saresehan Sekolah Kepemimpinan dan Peradaban menyambut Tarhib Ramadhan 1436 H di Masjid Baiturrahman, Jl Destarata VI RT 02/XII, Kelurahan Tegal Gundil, Bantarjati, Bogor Utara pada Sabtu (13/06/2015) lalu.
Acara ini didukung oleh DKM Baiturrahman, Koperasi Tani SeÂjahtera Indonesia dan Yayasan Ta’wan Kemanusiaan. Saresehan ini ditujukan untuk mewujudkan kepeduliannya terhadap kaum tak dhuafa dengan cara menggalang kepedulian dan kerjasama anÂtara berbagai elemen masyarakat menuju kebangkitan umat. Master merupakan kegiatan pemberdayÂaan dan pembinaan yang dibingÂkai dengan nilai-nilai keimanan kepada Allah SWT.
Data statistik menunjukkan bahwa 60 persen dari penduduk Indonesia itu adalah petani, dan mayoritas daripada petani terseÂbut adalah kaum dhuafa. Para petani lebih banyak terlibat hanya pada sektor industri hulu, dengan berbagai tantangan dan kesulitanÂnya, belum lagi margin produk pertanian yang sangat kecil, bahÂkan sering merugi karena faktor alam atau inflasi yang membuat biaya produksi lebih besar dari harga jual. Kondisi itulah yang memotivasi Ir. H. Nuruzzaman unÂtuk bergerak membentuk kelomÂpok tani, bersilaturahmi dengan para petani dari kelompok lain, serta mengajak semua elemen masyarakat untuk peduli kepada nasib petani dengan menggelar saresehan tersebut. “Para Petani, kalangan kampus, militer, bisa saÂma-sama menjadi pemilik modal industri. Tujuannya, agar rakyat Indonsia sejahtera dan terbebas dari persoalan yang dihadapi, muÂlai kebodohan, kemiskinan hingga perpecahan,†tuturnya kepada BOGOR TODAY.
Sebagai salah satu cara, maÂsyarakat diedukasi di rumah, kampus, masjid dan dilakukan pendampingan atau fasilitasi dengan memberdayakan entiÂtas keluarga, kampus, majelis ta’lim, mushola hingga rumah. “Basicnya, majelis memperdalm Al-quran, membuat ‘peta jalan’ untuk penyelesain masalah yang ada di di Indonesia, dibuat jarinÂgannya di beberapa titik agar kita keluar dari negara yang gagal,†tambah Nuruzzaman. Kegagalan yang dimaksudkan adalah tidak maksimalnya pemanfaatan sumÂber daya alam dan modal jumlah penduduk penduduk yang cukup tinggi di Indonesia. Itu sebabnya, dengan prinsip ‘to become ownÂers’, petani dan dhuafa diberi penguatan dan ditingkatkan harÂkat dan martabatnya sebagai peÂmilik. “Produk pertanian, adalah produk asasi yang menjadi kebuÂtuhan semua orang, tetapi banyak petani yang harkat hidupnya tak beranjak dari kondisi kemiskinan†tambahnya.
(Rifky Setiadi)