Ibaadallaah, jama’ah jum’ah yang sama-sama mengharap ridha dan amÂpunan Allah…..
Oleh : Ali Farkhan Tsani*
Setelah sebelas bulan kita menÂjalani lika-liku kehidupan, sudah pasti sangat banyak bergelimang dosa dan kemaksiatan. Setelah sebelas bulan kita bergelut menÂcari nafkah, mengadu nasib, mengejar prestasi, tidak sedikit kita menyerempet perbuatan mungkar, zina, dan berbuat salah kepada sesama
Alhamdulillah, kita masih diberi kesÂempatan bertobat dan membersihkan seÂgala noda dosa tersebut dengan kehadiran bulan suci Ramadhan.
Hal ini mengingat kesempatan dan peluang meraih derajat taqwa sangatlah terbuka pada bulan penuh barakah ini, bila diisi dengan amal ibadah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Dengan demikian, insya Allah ibadah shaum yang kita amalkan dapat memÂbuahkan hasil berupa Taqwa, sebagaimaÂna Allah janjikan di dalam Surat Al-BaqaÂrah ayat 183 :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriÂman, diwajibkan atas kalian shaum sebÂagaimana diwajibkan atas orang-orang seÂbelum kalian agar kalian bertaqwaâ€.
Sungguh, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah memperhitungkan bahwa mereka yang bersedia memikul perintah-Nya unÂtuk menjalankan shaum Ramadhan hanyÂalah orang-orang yang beriman.
Sebab, ibadah shaum Ramadhan ini memang adalah suatu perintah yang memÂbutuhkan pengorbanan kesenangan diri dan kebiasaan setiap hari. Ibadah shaum ini adalah suatu perintah memerlukan keshabaran dari titik nol sahur dini hari hingga berbuka di senja hari. Artinya, keÂsabaran dalam kebaikan yang selalu diÂjalaninya sejak gejolak usia muda, sampai di penghujung usia senjanya yang sudah mulai renta dan butuh perhatian semua.
Ibadah shaum ini adalah suatu perinÂtah yang di dalamnya mengandung ajaran
agar orang-orang yang beriman meÂmiliki keteguhan jiwa di dalam berjihad fi sabilillah, menegakkan syariat-Nya, dan di dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar. Tanpa takut celaan ari orang-orang yang mencela.
Ibadah shaum ini adalah suatu ibadah yang menuntun hamba-hamba-Nya untuk berjiwa optimis menatap masa depan, bahwa masih sangat-sangat terbuka haraÂpan untuk menggapai prestasi. MengingatÂkan juga hamba-hamba-Nya untuk bangkit dari keterpurukan, dinamis menatap hari esok yang cerah, serta bersemangat, panÂtang putus asa dari mengharap rahmat dan ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Maka dari itulah, ayyuhal ikhwah hadakumullaah….
Orang-orang yang beriman pun seÂlalu tertanam di dalam dirinya, jiwa yang selalu siap menerima setiap perubahan yang sewaktu-waktu datang. Orang-orang yang beriman adalah mereka yang kuat dan tegar menghadapi setiap tantangan yang ada. Sebab, setiap ada problemaÂtika, tantangan, bahkan ancaman, baik di dalam kehidupan rumah tangga, di dalam bertetangga dan bermasyarakat, serta di dalam dunia pendidikan, dakwah, hingga dalam penegakkan jihad menegakkan kaÂlimah Allah.
Berarti di situ terdapat ladang-ladang amal sholeh, peluang untuk berkreasi dan berimproviasi, serta ada sarana untuk meÂningkatkan ketekunan dalam bermujahaÂdah.
Sekaligus sebagai media introspkesi muhasabah atas apa yang telah kita lalui, Mungkin etos amal kita selama ini kurang sungguh-sungguh. Mungkin jembatan komunikasi dan silaturrahim kita kurang akrab terjalin.
Mungkin juga doa yang kita panjatkan selama ini kurang diterima Allah karena makanan, minuman, dan segala asupan yang kita masukkan ke dalam perut kita dan perut anak isteri kita kurang terjaÂmin halalan thayyibah-nya. Mungkin pula kurangnya ridha orang tua kita atau kerÂelaan lingkungan sekitar pergaulan kita akibat tingkah laku kita sendiri yang telah menyakiti dan mereka.
Jamaah sidang jum’ah yang dimuÂliakan Allah…..
Dalam ibadah shaum, di samping seÂgala persyaratannya kita tempuh dengan sebaik-baiknya, mulai dari sahur hingga berbuka, mulai dari ibadah mahdhoh hingga tathawwu, yang wajib selalu kita jaga adalah keikhlasan di dalam jiwa kita.
Ikhlas karena mengharap ridha Allah dalam melaksanakan shaum sangat pentÂing sebagai landasan ibadah.bukan hanya dalam ibadah dhaum, tetpi juga dalam segala amal perbuatan yang mengandung kebaikan di dalamnya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatÂkan :
Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan suÂpaya mereka mendirikan shalat dan menunÂaikan zakat; dan yang demikian itulah agaÂma yang lurus.†(Q.S. Al-Bayyinah [98] : 5).
Kita juga mesti mengikhlaskan diri terhadap semua yang Allah cantumkan di dalam Al-Quran. Allah memerintahkan kita mengeluarkan infaq di jalan Allah, kita pun ikhlas mengeluarkannya. Allah menyuruh kita bangun tengah malam unÂtuk melaksanakan tahajud, kita pun ikhÂlas mengerjakannya. Allah melarang kita mengambil harta dengan cara riba, melarÂang kita berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, mencegah kita jangan sampai berselingkuh, kita pun henÂdaknya ikhlas menerimanya.
Allah mengingatkan kita :
Artinya : “Sesungguhnya Kami menuÂrunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah AlÂlah dengan memurnikan keta`atan kepada- Nya.â€(Q.S. Az- Zumar [39] : 2).
Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah AlÂlah dengan memurnikan ketaatan kepada- Nya dalam (menjalankan) agama. (Q.S. Az- Zumar [39] : 11).
Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirya menjelaskan bahwa yang dimaksud denÂgan ikhlas adalah semata-mata mengharap wajah (ridha) Allah, tidak ada tujuan lainÂnya. Tidak ada tujuan politis, kepentingan pribadi, dan terbersit tujuan materi, selain Allah.
Ikhlas di dalam memberikan nasihat, ikhlas pula di dalam menerimanya. IkhÂlas sebagai pimpinan membimbing umat/ makmumnya. Ikhlas pula setiap ummat jika diarahkan menuju ridha Allah.
Sehingga dengan ikhlas karena Allah itu, kita tumbuh menjadi orang-orang yang berbakti kepada-Nya, beramal karena-Nya, kapan saja, di manapun berada dan dalam keadaan bagaimanapun juga. SepÂerti ikhlasnya sahabat berjuluk SAIFULÂLAH, Pedang Allah, ketika turun jabatan sebagai makmum biasa. Toh dia tetap berjihad sama seperti ketika dia menjadi pimpinan. Sebab dia berprinsip, “bahwa saya berjihad bukan karena Umar (yang waktu itu sebagai Khalifah yang memberÂhentikannya), yang tidak selalu hidup, bisa saja mati, tetapi saya berjuang karena AlÂlah Yang Maha Hidup, yang terus hidup, mengawasi, tidak pernah mengantuk apaÂlagi tidurâ€.
Orang-orang yang shaumnya ikhlas, Insya Allah terukir dalam lisannya yang indah, manakala diajak menghujat orang lain tanpa haq, ketika dibujuk nafsu untuk merusak ukhuwah islamiyah, terhujam di dalam kalimatnya: “INNII SHOOIMUUN†“INNII SHOOIMUUNâ€, Sesungguhnya saya sedang berpuasa, Sesungguhnya saya seÂdang berpuasa. Saya sedang menahan diri, saya sedang mengendalikan diri.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan kita dalam sabdanya :
Artinya : â€Barangsiapa shaum RamadÂhan dan mengetahui segala batas-batasnya, serta memelihara diri dari segala yang baik dipelihara diri darinya, niscaya shaumnya itu menutupi dosa-dosanya yang telah laluâ€. (H.R. Ahmad dan Al-Baihaqi dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘Anhu).
Artinya : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mendiriÂkan shalat, dan shaum Ramadhan, maka wajib bagi Allah memasukkannya ke syurÂgaâ€. (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah RadÂhiyallahu ‘Anhu).
Artinya : “Bertaqwalah kepada Allah Tuhan kalian, dan shalatlah kalian lima waktu, dan shaumlah kalian pada bulan (Ramadhan), dan tunaikanlah zakat harta-harta kalian, dan tha’atilah perintah atas kalian, niscaya akan dimasukkan ke dalam syurga tuhan kalianâ€. (H.R. At-Tirmidzi dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘Anhu).
Ayyuhal ikhwah…….
Puncak keikhlasan di dalam kita hidup bermasyarakat,sebab kita tidak mungkin hidup sendirian, sebab nanti akan diterÂkam serigala syetan yang sesat dan meruÂsak. Adalah manakala kita ikhlas hidup terÂpimpin di dalam menjalan Al-Quran dan As-Sunnah.
Hidup terpimpin artinya hidup yang diatur, diarahkan, diamanahkan, oleh pimpinan kaum muslimin, yakni Imaamul Muslimin di dalam Jama’ah Muslimin sebÂagai wujud Khilafah ‘Alaa Minhajin NubuwÂwah. Kepemimpinan yang mengikuti jejak-jejak kenabian.
Dengan beribadah di bawah pimpinan seorang Imaam yang bertaqwa kepada AlÂlah, insya Allah kita akan mendapat rahmat Allah, sebagaimana Islam itu sendiri hadir sebagai pembawa rahmat, kedamaian, keÂselamatan, bagi segenap alam.
Dengan berjihad wabil khusus dalam pembebasn Al-Aqsha di bawah pimpinan seorang Imaam yang taqarrub kepada Allah, insya Allah kita akan memperoleh kemenanÂgan. Amin ya robbal ‘alamin.
*Penulis: Ali Farkhan Tsani, Penulis Da’i Pondok Pesantren Terpadu Al-Fatah
Cileungsi, Bogor. Alumni Mu’assasah Al-Quds Ad-Dauli Shana’a, Yaman.
Redaktur Kantor Berita Islam Mi’raj (Mi’raj Islamic News Agency/MINA)