KETIKA seseorang berpuasa, dia belajar mengendalikan emosinya, belajar mendisiplinkan diri agar terhindar dari penyakit hati dan omongan yang tidak berguna, belajar berjiwa ikhlas dan berperilaku jujur dalam segala aspek kehidupannya.
Oleh: ALI KHOMSAN
Guru Besar Pangan dan Gizi, FEMA IPB
Keimanan seseorang meningkat berlipat ganda di bulan puasa. Pada bulan ini, umat Islam berbondong-bondong ke masjid untuk beribaÂÂdah. Mereka tidak merasa berat untuk berzakat dan bersedekah serta berlomba-lomba menyanÂÂtuni anak yatim. Keimanan ini haÂÂrusnya dijaga terus untuk 11 bulan berikutnya.
Puasa dan Lebaran ternyata juga identik dengan naiknya harga barang dan makanan. KekhusyuÂÂkan Ramadan terganggu dengan gerutu karena ketidakberdayaan ekonomi. Bagi pedagang, puasa ialah saatnya menjual barang-barang lebih mahal daripada biÂÂasanya.
Sebenarnya, para pedagang bisa berkontribusi untuk memÂÂbahagiakan umat Islam yang berÂÂpuasa dan nantinya menyongsong Lebaran, yaitu dengan tidak berÂÂlebihan dalam mencari keuntunÂÂgan. Demand sudah pasti akan tinggi pada bulan puasa. Oleh seÂÂbab itu, dengan laba yang standar pun mereka akan mendapatkan omzet yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan bulan-bulan lain. Hanya karena keserakahan akan harta, mereka tidak merasa bersalah menaikkan harga barang atau makanan secara tidak wajar di bulan puasa.
Masyarakat konsumen IndoÂÂnesia dalam banyak hal juga tidak rasional dalam menyambut puasa dan Lebaran. Banyak yang berÂÂprinsip penghasilan setahun akan dihabiskan untuk menyongsong hari kemenangan. Oleh sebab itu, setinggi apa pun harga barang/ pangan yang ditawarkan, akan dibeli demi kebahagiaan seluruh anggota keluarga.
Perilaku seperti itu identik dengan memanjakan para pedaÂÂgang. Mereka sudah memahami pola psikologis konsumen, yaitu menghambur-hamburkan uang pada bulan puasa menjelang Lebaran. Kenaikan harga di mata pedagang menjadi ritual tahunan yang mendatangkan keuntungan berlipat ganda. Pedagang juga sering kali menaikkan harga saat gaji pegawai naik, saat terjadi shortage supply, atau saat adanya kenaikan harga bahan baku di pasÂÂar internasional.
Apakah kenaikan harga ini seiÂÂring dengan kemakmuran rakyat? Kesejahteraan PNS meski cendÂÂerung membaik, bukannya tanpa masalah. Sebagai contoh, guru belum bisa menerima tunjanÂÂgan sertifikasi secara rutin setiap bulan. Mereka selalu berharap-harap cemas, kapan pemda akan mencairkan tunjangan sertifikasi yang menjadi hak guru. Benarkan pemerintah serius untuk membeÂÂnahi program sertifikasi? Mengapa pembayarannya tersendat-sendÂÂat? Di mana letak kesalahannya, di pihak Kemendikbud atau pemda? Kalau pemda memang terkesan menghambat pembayaran sertifiÂÂkasi, sebaiknya dilakukan sentralÂÂisasi langsung oleh Kemendikbud.
Buruh-buruh yang bekerja di industri swasta juga tidak kalah runyam nasibnya. Dengan sistem yang kini banyak diterapkan peÂÂrusahaan, buruh tidak memiliki masa depan yang jelas. Karut-marut ekonomi masyarakat ini akan mendorong merebaknya kantongkantong kemiskinan baru.
Nasib Orang Miskin
Pada bulan puasa, sebagian umat Islam mengeluarkan zakat dan sedekahnya. Gerakan zakat di kalangan umat Islam selama ini belum terorganisasi secara optimal.Jutaan umat Islam yang hidup berkecukupan ternyata tidak mampu mengentaskan saudara-saudaranya yang dilanda kemiskinan.
Orang masih suka berzakat dan bersedekah dengan mengunÂÂdang orang miskin ke rumahnya. Antrean orang miskin yang meÂÂmanjang dan berjubel terkadang malah menimbulkan bencana karena mereka harus berdesak-desakan.
Mengapa kita tidak memerÂÂcayai lembaga amil zakat? Karena kita semua mengalami krisis keÂÂpercayaan. Kita tidak percaya keÂÂpada birokrat yang kini semakin marak diberitakan tersangkut uruÂÂsan korupsi. Sementara KPK yang selama ini menjadi tumpuan haÂÂrapan masyarakat dalam memerÂÂangi korupsi, para pemimpinnya tersandera kasus-kasus kriminal yang di mata orang awam tampak aneh, tapi perkaranya tetap dilanÂÂjutkan untuk diproses.
Puasa harus dilakukan dengan jiwa ikhlas. Salah satu tanda ikhlas ialah tidak mudah kecewa. Saat ini banyak di antara kita menjadi inÂÂdividu yang selalu kecewa, kecewa mengapa harga barang selalu naik di bulan puasa, kecewa mengapa program pengentasan kemiskinan tiada kunjung datang hasilnya, dan masygul karena banyaknya anggota dewan yang terhormat melakukan perbuatan tidak terÂÂhormat.
Bangsa ini harus segera banÂÂting setir dan lebih tegas memerÂÂangi segala bentuk penyelewenÂÂgan. Bangsa ini harus segera mewujudkan kesejahteraanan keadilan bagi seluruh anggota maÂÂsyarakatnya. Bangsa ini mempuÂÂnyai PR besar, yakni membangun generasi jujur dan amanah.
Kejujuran sudah menjadi baÂÂrang langka di negeri ini. KeteÂÂladanan para pemimpin semakin sulit dicari. Yang ditemukan jusÂÂtru pemimpin-pemimpin yang kemaruk harta. Mereka ialah orang-orang pintar otaknya, tetaÂÂpi kurang cerdas hatinya. Mereka ialah orang-orang yang menjadiÂÂkan puasa sekadar sebagai ritual. Makna kejujuran di balik puasa tidak diimplementa sikan dalam perikehidupan di tempat kerja.
Perilaku sebagian pemimpin-pemimpin kita yang lupa akan amanah dan melalaikan hakikat kejujuran, membuat rakyat terÂÂsakiti hatinya dan semakin kurang rasa hormatnya pada pemimpin. Kita trenyuh melihat pemimpin-pemimpin yang perutnya tidak pernah kenyang dengan yang seÂÂdikit, dan nafsunya tidak pernah puas dengan yang banyak.
Ramadan harus memberikan pembelajaran untuk hidup yang lebih baik. Ramadan merupakan waktu untuk mengoreksi diri dan meningkatkan mutu pribadi kareÂÂna selama 11 bulan kita barangkali telah menjalani kesibukan dan keÂÂgiatan yang tidak jelas. Ramadan menjadi kawah candradimuka agar kita menjadi insan kamil atau insan paripurna. Oleh karena itu, siapa pun yang tidak introspeksi diri pada bulan Ramadan, pasti hanya akan mengulang-ulang perÂÂbuatan salahnya di bulan-bulan yang akan datang. (*)