JAKARTA, TODAY — Komite Keselamatan Udara Uni Eropa baru mengeluarkan dafÂtar maskapai dunia yang boleh terbang ke kaÂwasan Uni Eropa (UE). Salah satu negara yang masuk penilaian adalah Indonesia.
Dari audit tersebut, hanya 4 maskapai penÂerbangan asal Indonesia boleh terbang ke BenÂua Eropa seperti Garuda Indonesia, Indonesia AirAsia, Airfast Indonesia, dan Premi Air.
Sedangkan puluhan maskapai lainnya masih dilarang terbang ke wilayah udara Uni Eropa karena alasan keselamatan. Lantas apa respons Kementerian Perhubungan (KemenÂhub) atas hasil audit Uni Eropa tersebut? Proses uji ini berdasarkan dafÂtar yang diajukan oleh Kemenhub, bukan berdasarkan audit keseluruÂhan yang dilakukan Uni Eropa.

Keempat maskapai yang lolos tersebut sebelumnya telah diajuÂkan oleh Kemenhub ke otoritas Uni Eropa. Setelah menjalani proses audit, Otoritas Uni Eropa meÂnyatakan keempat maskapai terseÂbut lolos standar keselamatan. Hasil audit Uni Eropa merujuk pada hasil audit International Civil AviaÂtion Organization (ICAO).
“Mei 2014 kita diaudit ICAO. Kita melakukan cap (Corrective Action Plan) revisi plan, seperti Garuda, AirÂfast Indonesia, Premi Air, Indonesia AirAsia. Mereka mengikuti perubaÂhan safety over site,†kata Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) KemenÂhub Muzaffar Ismail di Kemenhub, Jakarta, Senin (29/6/2015).
Pasca diajukan, maskapai tersebut diawasi secara konsisten oleh Kemenhub terkait standar keselamatan. “Kita lakukan safety over site di masing airlines. Kita berikan inspektor dan ada inspeksi setiap bulan. Termasuk training tiap bulan,†ujarnya.
Pasca pengumuman terbaru Air Safety List 2015, Kemenhub akan mengusulkan kembali masÂkapai lain yang belum masuk dafÂtar maskapai Indonesia yang lolos standar keselamatan.
“Kita akan bawa teman-teman maskapai nasional seperti Citilink, dari Group Lion Air kemunkinan besar Air Asia X karena dia penerÂbangan internasional. Rencananya begitu,†sebutnya.
Rencananya, Kemenhub besok bakal mengumpulkan maskapai-maskapai yang siap diajukan ke Otoritas Uni Eropa agar bisa terÂbang ke sana.
“Rencana besok, undang masÂkapai nasional ke kantor KemenÂhub. Kita brief mereka. Karena nantinya bulan Oktober ke BrusÂsel,†sebutnya.
Terancam Dicabut
Kementerian Perhubungan juga merilis 9 maskapai penerbanÂgan berjadwal dan carter yang beÂlum memenuhi standar minimum kepemilikan pesawat. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 1 TaÂhun 2009 tentang penerbangan.
Batas ketentuan pelaporan regulasi kepemilikan akhir Juni 2015 atau tinggal 1 hari lagi. Bagi perusahaan yang belum memenuhi standar minimal maka terancam dicabut izin usaha penerbangan. “Sampai saat ini ada sekitar 9 masÂkapai yang belum comply (patuh). Ini campur baik berjadwal dan tak berjadwal,†kata Muzaffar Ismail.
Dari 9 maskapai tersebut, MuÂzaffar menyebut angkutan udara tidak berjadwal alias penerbanÂgan carter cukup mendominasi. Syarat kepemilikan minimal yang diatur dalam UU adalah 5 pesawat dimiliki dan 5 pesawat berstatus sewa alias leasing untuk maskapai berjadwal, serta 1 pesawat dimilÂiki dan 2 pesawat berstatus sewa untuk maskapai carter. “Yang tidak memenuhi, teman-teman masÂkapai kami undang. Rencananya besok hari terakhir,†ujarnya.
Ia mengatakan sebanyak 9 maskapai penerbangan bakal diÂpanggil. Kemenhub masih memberi kelonggaran hingga 1 Agustus 2015 agar maskapai tersebut memenuhi batas minimum kepemilikan. NaÂmun syarat dari toleransi adalah adanya rencana bisnis yang jelas.
“Makanya dikasih waktu seÂbulan supaya bisa terpenuhi. Satu bulan, tidak bisa memenuhi maka izin usaha akan dicabut. Peraturan Peraturan Menterinya-nya begitu,†ujarnya.
(Alfian M|dtc)