JAKARTA, TODAY — Presiden Joko Widodo meminta masuÂkan dari sejumlah pakar ekoÂnomi terkait rencana reshufle kabinet. Mereka diundang ke Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (29/6/2015).
Diskusi antara Presiden dengan para pakar ekoÂnomi ini berÂlangsung sekiÂtar pukul 11.00 WIB. “Tadi ada sekitar 15 orang,†ujar ekonom Atmajaya PrasetyanÂtoko saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (29/6/2015) sekiÂtar pukul 13.25 WIB.
Prasetyantoko mengatakan, Presiden Jokowi ingin mendapatÂkan masukan di bidang ekoÂnomi secara luas. Pakar yang diundang berasal dari berbagai bidang. “Ada pengamat pasar modal, pengamat industri, pengamat makro. Jadi perspektifnya cukup luas,†ujar Prasetyantoko. “Saya pribadi menyÂoroti pemerintah harus meyakinkan tren penurunan ini tidak berlanjut. Dan kemudian soal stabilisasi ekonomi, haÂrus ada upaya yang meyakinkan,†tamÂbahnya.
Selain Prasetyantoko, para pakar yang hadir antara lain Arif Budimanta, Destry Damayanti, Imam Sugema, dan Hendri Saparini.
Pembusukan di Internal
Mendagri Tjahjo Kumolo melaporkÂan menteri yang menjelekkan Presiden Jokowi ke RI-1. Pada saat bersamaan, di internal elite PDIP beredar teks mirip transkrip diduga percakapan seorang menteri.
Menteri BUMN Rini Soemarno menanggapi beredarnya transkrip ‘curhat’ yang beredar. Dalam keteranÂgan tertulisnya, Rini membantah tranÂskripsi yang dianggap menghina presÂiden itu, pernyataan dia. “Sepatutnya dalam bulan suci Ramadhan ini kita semua tidak semestinya memfitnah orang,†ujar Rini, Senin (29/6/2015).
Menurut Rini bahasa yang ada dalam transkripsi tersebut bukanlah bahasa yang biasa dipakai dirinya sehari-hari. Dia menegaskan, anggota kabinet waÂjib tetap menjaga martabat dan kehorÂmatan presiden. “Bagi saya adalah mutÂlak untuk mematuhi dan menghormati presiden sebagai atasan saya,†tutur Rini.Isu seorang menteri yang menjelek-jelekkan Presiden Jokowi ini dilontarÂkan Mendagri Tjahjo Kumolo, Minggu (28/6). Isu itu terus bergulir membola salju hari ini. Namun hingga saat ini Tjahjo enggan mengungkap sosok menÂteri tersebut.
Berikut bunyi teks tersebut: “KaÂlau memang saya hrs dicopot, silakan! Yg penting presiden bisa tunjukan apa kesalahan saya dan jelaskan bahwa atas kesalahan itu, saya pantas dicopot! Belum tentu juga Presiden ngerti, apa tugas saya. Wong presiden juga nggak ngerti apa-apa.â€
Di bagian bawah teks tertulis nama seorang menteri perempuan dan tangÂgal 3 Juni 2015. Juga ada keterangan ‘haÂsil rekaman’ di teks tersebut.
Tjahjo Kumolo sudah melaporkan menteri yang mengatai Presiden Jokowi langsung ke RI-1. Tanda tanya publik pun semakin besar, tak sedikit menÂduga ada kepentingan politik di balik manuver Mendagri yang juga orang keÂpercayaan Ketum PDIP Megawati SoekÂarnoputri itu.
Sebelumnya publik bertanya-tanya siapa sosok menteri itu. Kini pertanÂyaan melebar menjadi kenapa nama menteri itu terus dirahasiakan, dan seÂbenarnya kata-kata makian seperti apa yang disampaikan menteri tersebut soal Presiden Jokowi? “Kalau saya yang ngomong nggak seru,†kilah Tjahjo saat ditanya wartawan di Kantor KemendagÂri, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (29/6/2015).
Wajar saja pertanyaan-pertanyaan besar itu muncul. Apalagi tanpa menÂgungkap bukti apa yang dimiliki, Tjahjo sudah melaporkan menteri yang dituÂdingnya nakal itu ke Presiden Jokowi. “Yang jelas adalah saya sebagai MendagÂri tadi pagi saya sampaikan pada PresÂiden, siapa yang hina Presiden,†kata Tjahjo.
Tak biasa juga menteri saling melÂaporkan ke presiden. Barangkali ini juga sejarah baru di Indonesia ada menÂteri yang secara terbuka saling melaporÂkan. Sekadar pembanding saja, anggota DPR saja tidak bisa saling melaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan, istiÂlah masa ‘jeruk minum jeruk’ diterapÂkan di gedung parlemen.
Yang membuat heran adalah TjahÂjo melontarkan bola panas itu setelah buka bersama di kediaman Menko PMK Puan Maharani yang tak lain adalah puÂtri Ketum PDIP Megawati SoekarnopuÂtri. Setelah Tjahjo melempar bola panas, elite PDIP pun saling bersahut-sahutan meminta menteri tersebut diÂpecat. Elite PDIP seperti sedang menÂgolah isu menteri yang mengatai Jokowi itu semakin panas dan misterius. Sulit untuk tidak menerka ada unsur politis dibalik manuver ini.
Benar saja hanya sehari isu digulirÂkan, para menteri sudah resah. Bahkan sudah tak peduli kalimat makian maÂcam apa yang diarahkan ke Jokowi, tapi seolah para menteri saling bertanya siapa sebenarnya yang berani melawan Presiden.
Agar suasana tenang dan melegakan menteri yang merasa benar, tak sedikit yang meminta Tjahjo mengungkap siaÂpa nama menteri yang mengatai Jokowi itu. Namun Tjahjo bergeming, dia tak mau membuka rahasia itu.
Kalau memang Tjahjo punya bukti, apa salahnya nama menteri berikut buktinya diungkap. Kalau memang penghinaan lambang negara tentu ada aturan yang jelas termasuk pidananya. Karena itu posisi Tjahjo yang masih merahasiakan nama menteri dan bukÂtinya masih jadi tanda tanya besar, demikian juga tentang respons seragam elite PDIP yang terus mendorong menÂteri yang dianggap nakal itu direshuffle.
Mengenai siapa menteri yang diangÂgap berani melawan Jokowi itu sudah bukan jadi tanda tanya besar lagi kareÂna selain Jokowi dan Mendagri, para elite PDIP juga sudah tahu persis.
Soal reshuffle, Menteri KelauÂtan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengatakan memang ada yang beÂlum sinkron di kabinet. “Nggak tahu, belum tahu,†ujar Susi soal menteri yang menghina Jokowi saat ditemui wartawan usai rapat bersama Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (29/6/2015).
Susi sendiri menilai, kesolidan KabiÂnet Kerja yang dipimpin Jokowi saat ini sudah berjalan bagus. Meski diakuinya masih ada beberapa yang belum terÂkoordinasi dengan baik. “Saya pikir baÂgus. Ada beberapa yang kurang tersinkÂron, tapi kan bisa diperbaiki saya pikir,†kata Susi. “Kalau diperlukan oleh PresÂiden ya harus dilakukan. Kalau PresÂiden anggap perlu,†imbuhnya soal reÂshuffle.
Susi mendukung dilakukan reshufÂfle untuk meningkatkan kinerja kabiÂnet. Dia menyerahkan sepenuhnya soal reshuffle kabinet ke Presiden Jokowi.
“Saya mengerjakan kelautan sebisa saya, semampu saya. Kalau memang harus direshuffle ya memang perlu ya harus. Untuk perbaikan kenapa tidak. Itu kan hak prerogatif presiden,†tamÂbah Susi.
(Yuska Apitya Aji/dtk)