Untitled-13JAKARTA, TODAY — Jaksa Agung Muhammad Prasetyo tak terima dituding telah mempidanakan ri­set dalam kasus dugaan korupsi proyek gagal mobil listrik yang menyeret mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. Menurut Prasetyo, penanganan perkara pengadaan 16 unit mobil listrik bukan soal pengusutan riset gagal. Pembua­tan kendaraan listrik yang dimo­dali tiga peruasahaan Badan Usaha Milik Negara itu, katanya, murni pengadaan barang dan jasa.

 Prasetyo menegaskan pengadaan mobil listrik ditujukan untuk kepentin­gan sarana operasional dan ajang pam­er dalam ajang konferensi forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Nusa Dua, Bali, Oktober 2013. Mobil-mobil sengaja diproduksi untuk me­manfaatkan momentum yang menjadi sorotan internasional.

“Ini bukan riset melainkan pen­gadaan barang dan jasa. Kalau riset itu 1-2 biji sudah cukup. Tapi ini untuk konferensi APEC 2013,” ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (3/7).

Pernyataan Prasetyo tersebut sekal­igus disampaikan sebagai bentuk pene­gasan terhadap anggapan sejumlah pihak yang mempersoalkan pengusutan kasus pengadaan mobil listrik di Kejaksaan. Se­jumlah kalangan menilai penyidik Korps Adhyakasa telah keliru mempersoalkan kepentingan riset anak bangsa.

Berdasarkan hasil penyidikan mo­bil-mobil itu didapati tidak mendapat izin jalan dari Kementerian Perhubun­gan. Alih-alih memproduksi rancangan karya orisinil, mobil yang dipamerkan di ajang APEC tak lebih dari mobil rom­bakan yang mesinnya diganti jadi motor listrik dan mereknya diganti tanpa izin.

“Kami tidak memidanakan riset. Kejaksaan tidak segegabah itu. Riset adalah sesuatu yang harus dikembang­kan. Tetapi kalau pengadaan harus berkedok pada riset, itu yang harus dite­lusuri dan itu yang menjadi masalah,” ujar Prasetyo.

Pengadaan mobil listrik terjadi ke­tika tiga perusahaan BUMN, yakni BRI, PGN, dan PT Pertamina (Persero) men­jadi sponsor pengadaan mobil elektrik untuk kegiatan operasional konferensi APEC di Nusa Dua, Bali, Oktober 2013. Kegiatan sponsorship pengadaan 16 unit mobil elektrik itu dilakukan atas permintaan Dahlan Iskan saat menjabat menteri BUMN.

Sampai sejauh ini penyidik telah menetapkan dua terangka, yakni Dasep Ahmadi dan Agus Suherman. Dasep merupakan Direktur Utama PT Sarimas yang punya peran mengerjakan pen­gadaan mobil listrik, sementara Agus saat kasus bergulir berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dan men­jabat kepala Bidang Program Kemitraan & Bina Lingkungan Tanggung Jawab Ke­menterian BUMN.

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Sebelumnya, tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung telah meng­geledah tiga lantai yang berada di Kantor Kementerian BUMN. Setelah melakukan penggeledahan selama empat jam, tim penyidik mengamankan sepuluh bun­del dokumen yang berkaitan dengan penyelenggaraan Konferensi APEC 2013 dan pengadaan 16 mobil listrik yang di­prakarsai oleh Dahlan Iskan.

Menurut Ketua Tim Penyidikan Sat­uan Khusus Pemberantasan Korupsi Ke­jaksaan Agung Victor Antonius, doku­men-dokumen yang disita itu berkaitan dengan surat-surat Dahlan Iskan saat menjadi menteri BUMN. Surat-surat tersebut ditujukan ke kementerian lain.

Selain itu, notulensi rapat persiapan APEC 2013 dan dokumen komunikasi antara Dahlan dengan Perusahaan Gas Negara, Bank Rakyat Indonesia, dan Pertamina sebagai BUMN pendukung pengadaan mobil listrik juga turut dia­mankan oleh tim penyidik pidana khu­sus Kejagung. “Dokumen tahun 2013 semua, terutama yang berkaitan den­gan APEC 2013.,” katanya.

Dahlan Merasa Bersalah

Rasa bersalah terus menggelayut dalam pikiran Dahlan Iskan. Bekas Menteri BUMN itu tak bisa menyembu­nyikan kegundahannya terhadap Agus Suherman. Dahlan benar-benar merasa tidak enak hati pada Agus.

Wajar saja timbul rasa sesal yang mendalam pada diri Dahlan. Maklum, kalau mau disebut, gara-gara Dahlan sang doktor perikanan yang prestasinya moncer itu terjerat kasus hukum. Kejak­saan Agung menjadikan Agus sebagai ter­sangka proyek pengadaan mobil listrik.

Dalam perkara dugaan penyimpan­gan pengadaan 16 mobil listrik tahun 2013, Agus bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Badan Usaha Milik Negara saat dip­impin Dahlan.

Atas arahan Dahlan, Agus telah memerintahkan tiga BUMN membi­ayai pengadaan mobil listrik sekaligus menunjuk PT Sarimas untuk menger­jakan proyek. Dalam kasus ini, Agus ditetapkan sebagai tersangka lantaran dinilai punya andil dan tanggung jawab dalam mengoordinasikan pembiayaan dan penunjukan pihak terkait pembua­tan mobil listrik.

Perasaan tidak enak Dahlan ter­hadap Agus dituangkan kembali dalam tulisannya di gardudahlan.com pada Jumat, 19 Juni lalu. Sebelumnya, pada Senin (15/6), Dahlan juga menulis­kan kesedihannya karena bekas anak buahnya di Kementerian BUMN dijadi­kan tersangka.

“Gus, saya minta maaf kok nasib Anda jadi begini,” ujar Dahlan begitu mendapat SMS bahwa Agus baru saja ditetapkan sebagai tersangka mobil lis­trik BUMN oleh Kejaksaan.

BACA JUGA :  Cilacap Jateng Diguncang Gempa M4,9 Senin Pagi

Dahlan masih ingat betul perjalanan karier Agus dari awal di Kementerian BUMN hingga akhirnya harus menjadi tersangka. Kekaguman Dahlan pada sos­ok Agus juga dituliskan secara gamblang.

Agus Suherman sebagai anak muda memang hebat. Di usia 30 ia sudah me­nyabet gelar doktor. Alumni Universitas Diponegoro Semarang itu kemudian memulai kariernya di Kementerian BUMN dengan menjadi staf di bagian CSR. Dengan hanya sebagai seorang staf, Agus tak punya wewenang memu­tuskan atau memerintahkan apa pun. Dia seorang staf pelaksana.

Nasib baik berpihak pada Agus. Dahlan yang mengetahui Agus sebagai doktor perikanan, berintegritas, dan usianya yang muda dipercaya untuk mengemban tugas berat: menjadi di­rektur utama perusahaan umum Peri­kanan Indonesia.

Umur Agus 36 tahun saat itu. Misi utama yang diembannya yaitu mem­benahi perusahaan perikanan yang ke­adaannya sangat memprihatinkan agar bisa menjadi perusahaan perikanan yang maju di negara maritim ini.

Prestasi Agus luar biasa. Perusahaan perikanan itu tahun lalu berubah total. Ratingnya AAA (tertinggi dalam nilai kesehatan perusahaan). Labanya naik 500 persen. Program-programnya spe­ktakuler. Tambak-tambak perusahaan itu di Krawang hidup lagi. Kawasan peri­kanan di Muara Baru menjadi bergairah.

Kini Agus menjadi tersangka. Dia harus mundur dari jabatan itu. “Saya akan mundur Pak. Tidak etis seorang dirut dalam status tersangka,” kata Agus seperti ditirukan oleh Dahlan. “Saya akan kembali ke Semarang, kem­bali menjadi dosen biasa,” tambah Agus kepada Dahlan.

Dahlan pun tertegun. Lama. “Maka saya bertekad untuk dibolehkan meng­ganti semua pengeluaran proyek mobil listrik yang dananya berasal dari be­berapa BUMN itu. Saya hanya berharap masa depan anak muda yang begitu ce­merlang itu tidak cures,” tutur Dahlan.

Dahlan juga menuturkan, “Kalau uang saya tidak cukup saya akan beru­saha minta bantuan kepada orang-orang yang peduli kemajuan teknologi untuk membeli mobil-mobil tersebut.”

Namun, penyesalan kini tinggal penyesalan. Agus sudah berstatus ter­sangka dan bakal menghadapi proses hukum lebih lanjut. Dan tentunya rasa bersalah Dahlan terhadap Agus akan terus membayangi hari-hari ke depan­nya.

(Alfian M|cnn)

============================================================
============================================================
============================================================