DI tengah kehidupan kota yang hedonis, ternyata masih ada warga Kabupaten Bogor yang begitu menderita karena kemiskinan. Ini buktinya: sembilan orang penderita gangguan jiwa di Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan, harus dipasung selama bertahun-tahun karena keluarga mereka tak punya uang untuk melakukan pengobatan secara medis.
YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]
Keluarga para penderita psikotik tersebut tak memiliki uang untuk berobat, sementara pasien bisa sewaktu-waktu mengamuk jika dibiarkan keluar rumah tanpa pengawasan. Akibatnya, keluarga memilih memasung mereka dengan rantai atau dikuÂrung di kandang ternak.

Senin (6/7/2015) kemarin, empat orang di antaranya dibawa ke Rumah Sakit Marzuki Mahdi Kota Bogor. Mereka adalah Supriyadi (42), Mastaudi (35), Badri (44), dan Holil (42). Mereka terdaftar sebagai warga miskin dari desa yang sama namun beda kampung. Ikut dalam proses evakuasi pasien gangguan jiwa ini antara lain Kapolsek Pamijahan Roni, Iyep, dan tim pelayanan keseÂhatan masyarakat dari RSMM, serta Kepala UPT Puskesmas Pamijahan Sista.
Tidak ada kendala berarti saat membawa penderita, kecuÂali kondisi jalan yang sulit diakses kendaraan roda empat. Pasien Holil yang menderita lumpuh haÂrus dibopong 1km oleh relawan menuju ambulans dari rumahnya di Kampung Koroncong.
“Ambulans yang ada terbatas untuk bolak-balik pengangkutan pasien ke Marzuki Mahdi. Lima sisanya akan dibawa besok (hari ini),†kata Kepala Lembaga KonÂsultasi Kesejahteraan Keluarga KaÂbupaten Bogor, Zainul Ahsanudin, Senin (6/7/2015).
Kondisi kesembilan warga malang tersebut saat pertama kali ditemukan dalam keadaan kaki terlilit rantai yang tersambung denÂgan balok kayu. Ada pula yang diÂkurung dalam saung di atas kolam ikan. Menurut Zainul, motif di balik depresi para terpasung bervariasi mulai dari ditinggal pasangan hidÂup, masalah keluarga, hingga maÂsalah kemiskinan.
“Keluarga memasung karena mereka sering ngaco dan menÂgamuk. Mereka tidak berobat, katÂanya buat makan pun susah apalagi buat berobat,†tutur Zainul.
Menurut dia, tingkat penyakit jiwa kesembilan warga itu sangat parah, bahkan satu di antaranya Badri sampai lumpuh karena terÂlalu lama dirantai. Saat ditanyakan ke keluarga masing-masing, ada yang lama penyakitnya 3, 5, atau 10 tahun.
Sebetulnya, kata Zainul, PuskÂesmas Pamijahan dapat melayani warga miskin secara cuma-cuma asalkan pasien terdaftar program BPJS Kesehatan. Namun rupanya, keluarga penderita tidak mengerti cara membuatnya, dan bahkan tiÂdak memiliki KTP dan KK sebagai syarat pembuatan kartu BPJS.
“Katanya punya uang buat makan saja tidak, apalagi biaya pergi berobat. Mereka ini mau urus KTP KK ke desa pun takut dipungut uang atau dimarahi karena baru bikin,†ujar Zainul.
Ia pun menjelaskan, pekerja sosial dari LK3 dari Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi melakukan penjangkauan ke wilayah tersebut untuk memberiÂkan arahan agar segera memiliki identitas kependudukan. LK3 juga memotivasi warga agar mau beroÂbat dan tidak asal memasung yang kelainan jiwa.
Ia menuturkan, kondisi warga Pamijahan yang tinggal di peguÂnungan Kabupaten Bogor umumÂnya tidak banyak mendapa inforÂmasi dengan baik. Untuk akses ke pusat kota saja, dibutuhkan waktu berkendara selama tiga jam. Dari satu rumah ke rumah penduduk lain terpisah sawah atau kebun, sehingga minim interaksi sesama warga. “Kepala Desa Ibu Sri WahyuÂni bilang sekitar dua puluh persen tidak punya KTP KK, terutama yang lansia dan miskin. Untuk mengurus ketakutan diminta uang karena penghasilan bertani hanya cukup untuk makan,†katanya.
Sebelumnya, Kadinkes KaÂbupaten Bogor, Camelia Wilayat Sumaryana, mengatakan, pasien penyakit jiwa semakin banyak di Kabupaten Bogor. “Kecamatan yang paling banyak memiliki pasien kesehatan jiwa dan kaki gajah ada di Kecamatan Ciseeng, Tajur HaÂlang, Klapanunggal, dan beberapa kecamatan yang jauh dari pusat kota,†katanya.
Kata dia, beberapa pasien keÂsulitan mendapatkan pengobatan karena tidak memiliki administarsi yang lengkap. Persyaratan adminÂistrasi itu antara lain pasien tidak memiliki Kartu Keluarga (KK), KarÂtu Tanda Penduduk (KTP) dan beÂlum masuk program BPJS. “Pasien masih ada yang telantar dan belum tertangani dengan baik,†katanya.
Camelia mengaku terus meninÂgkatkan koordinasi dengan OrganÂisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk meningkatkan pelayanan kesehatÂan. (*)