JAKARTA, TODAY — Pembelian Surat BerÂharga Negara (SBN) Indonesia oleh bank senÂtral negara lain akan lebih menguntungkan dibandingkan diborong investor swasta. Di tangan bank sentral, bisa lebih aman ketika terjadi gejolak perekonomian dunia.
Menteri Keuangan Bambang BrodjoneÂgoro menjelaskan, kepemilikan SBN oleh bank sentral cenderung untuk jangka panjang. Sementara investor swasta memilih jangka pendek dan bersifat spekulatif. “BI dan bank sentral lainnya intinya bisa membuat bagian dari investor yang sifatnya jangka panjang, itu yang kita cari. Lebih aman,†katanya di Kantor PresÂiden, Jakarta Pusat, Senin (13/7/2015)
Tentunya, kata Bambang, ketika terjadi gejolak perekonoÂmian yang menghantam pasar keuangan, dana yang dimiliki bank sentral tidak akan pergi begitu saja. “Jadi kalau ada sudÂden reversal mereka tidak akan lari duluan. Kalau yang lari duÂluan kan yang spekulatif. Nah, kita intinya ingin memperbaiki strukur kepemilikan asing di SUN kita,†kata Bambang.
China Lebih Aman
Salah satu alasan pemerÂintah Indonesia menawarkan Bank Sentral China memboÂrong SUN yang diterbitkan adalah, karena cadangan deÂvisa China mencapai USD 3,73 triliun per Maret 2015.
“Itu triliunan cadangan deÂvisanya. Itu kan refleksi dari kemampuan dia meminjamÂkan, karena itu dolar yang diÂmiliki China kan,†kata SchneiÂder Siahaan, Direktur Strategis dan Portfolio Utang, Ditjen Pembiayaan dan Pengeloaan Risiko (DJP2R) Kementerian Keuangan, kepada detikFiÂnance, Senin (13/7/2015)
Bila hal tersebut dapat direÂalisasikan, akan membantu keÂbutuhan pembiayaan yang ada di Indonesia. Karena mengÂingat kebutuhan pemerintah yang sangat besar dan terus meningkat setiap tahunnya.
Tercatat dalam APBN PeÂrubahan 2015, total target penerbitan SBN yang ditetapÂkan sebesar Rp 452,1 triliun. Selama ini, penerbitan surat utang hanya pada denominasi mata uang Internasional terÂtentu. Selain USD, adalah euro dan yen. “Kami kan rata-rata berhubungan dengan negara lain kan yang hard currency, misalnya dolar, euro, dan yen,†terangnya.
Untuk kelompok Bank SenÂtral yang selama ini aktif dalam pembelian SUN adalah dari Timur Tengah, Eropa dan, beÂberapa negara lainnya untuk fund long term atau jangka panjang. Nilainya mencapai Rp 102,3 triliun pada posisi 7 Juli 2015. “Harapan kami memang China bisa ikut dalam pembeÂlian SUN,†tegas Schneider.
Menurut Schneider SiaÂhaan, China memiliki dana yang sangat besar. Indonesia berharap bisa memanfaaatkan juga dana dari pemerintah China. Dana tersebut sangat besar pengaruhnya dalam memenuhi kebutuhan pembiÂayaan di Indonesia yang terus meningkat. Apalagi sejauh ini, hubungan antar pemerintahan Indonesia dengan China sudah cukup dekat.
“Kita harapkan sih, kita puÂnya engagement itu dengan piÂhak yang cukup besar (seperti China). Sehingga kebutuhan kita kan besar juga bisa terÂpenuhi,†terangnya.
Menurut Schneider, InÂdonesia tidak bisa hanya berÂgantung dengan investor yang sudah ada. Sehingga harus diperluas, khususnya dengan skema bilateral.
“Jadi makin banyak invesÂtor kami itu artinya kami maÂkin diuntungkan. Kami makin berkurang ketergantungan ke satu pihak. Kedua, pendanaan yang besar itu bisa tercover, jadi makin banyak itu makin besar kemampuan kita untuk mendanai,†papar Schneider.
“Kemudian yang ketiga adalah pricing harga pinjaman itu jadi lebih baik, karena ada kompetisinya di antara sesama investor. Jadi dibilang sangat penting secara strategis,†tuÂkasnya.
(Alfian M)