PENGACARA flamboyan yang kini menjadi tersangka kasus suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, Otto Cornelis Kaligis, menolak diperiksa sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengacara kondang itu melawan
YUSKA APITYA
[email protected]
Pak Kaligis tidak mau berÂsaksi untuk siapapun, baik Gatot, Geri, atau Evy. Ini terkait statusnya sebagai tersangka. Jadi tidak boleh dipaksakan untuk jadi saksi,†kata Afrian Bondjol, kuasa hukum OC KaÂligis, di Gedung KPK, Jumat (24/7).
Gatot yang dimaksud Afrian ialah Gubernur Sumatera Utara GaÂtot Pudjo Nugroho, Evy Susanti adaÂlah istri muda Gatot, dan Geri alias M Yagari Bhastara merupakan anak buah Kaligis yang tertangkap tangan menyuap tiga hakim dan satu panitÂera PTUN Medan pada 9 Juli.
Menurut Afrian, salah satu alaÂsan Kaligis tak mau diperiksa menjaÂdi saksi lantaran statusnya yang telÂah menjadi tersangka. Kaligis dalam keterangan tertulisnya menyatakan ingin perkaranya cepat dibawa ke pengadilan. Dia juga menunggu proses praperadilan.
Selain itu, kata Afrian, Kaligis tak mau bersaksi karena kondisi kesehaÂtan yang buruk. Kaligis tidak mau diÂperiksa oleh dokter yang disediakan KPK. Padahal dia mempunyai dereÂtan penyakit. “Pak Kaligis punya riwayat penyakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes, sampai penyÂempitan saraf,†kata Afrian.
Kaligis, lewat pengacaranya, menyampaikan surat yang ditulis tangan kepada awak media di KPK. “Saya sakit dipaksa diperiksa sebagai saksi. Saya menolak biar perkara saya cepat ke pengadilan atau menunggu praperadilan saya,†tulis Kaligis.
Afrian lantas menjelaskan makÂsud ‘dipaksa diperiksa’ yang dimakÂsud Kaligis. “Ketika OC Kaligis seÂdang sakit, KPK mengirim ambulans dan dokter. Jadi terkesan dipaksakan untuk menjadi saksi,†ujar Afrian.
Kaligis ditetapkan sebagai terÂsangka oleh KPK dan ditahan pada 14 Juli. Dia diduga ikut memberikan sejumlah uang ke PTUN Medan.
Dalam kasus ini, Kaligis dan Evy dicegah ke luar negeri oleh KPK. SeÂmentara Gubernur Gatot kemarin diperiksa selama 12 jam oleh penyÂidik KPK. Kaligis disebut telah diÂrekrut anak buah Gatot, Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut Achmad Fuad Lubis, sebagai kuasa hukum dalam persidangan gugatan Fuad atas pemeriksaan Kejaksaan terhaÂdap Fuad terkait kasus dugaan koÂrupsi dana bantuan sosial di Sumut. Sidang gugatan itu telah usai dengan kemenangan di pihak Fuad.
Melaju ke Jalur Praperadilan
Sementara itu, Kuasa hukum Otto Cornelis (OC) Kaligis, Afrian Bondjol, menyatakan pihaknya akan mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan KoÂrupsi. Kaligis menilai ada kesalahan prosedur dalam penetapan dia sebaÂgai tersangka oleh KPK.
Kaligis ikut ditetapkan KPK sebaÂgai tersangka kasus dugaan suap tiga hakim dan satu panitera dalam siÂdang dana bantuan sosial Sumatera Utara di Pengadilan Tata Usaha NeÂgara Medan. Dia resmi mendekam di tahanan KPK sejak 14 Juli.
Menurut Afrian, kesalahan proseÂdur atas penetapan tersangka klienÂnya dimulai dari pemanggilan. Surat pemanggilan terhadap Kaligis, kata dia, mestinya diberikan tiga hari seÂbelum diperiksa. Tapi dalam kasus Kaligis, surat pemanggilan diberikan pada hari dia dijadwalkan diperiksa, yakni 14 Juli. “Kantor (OC Kaligis & Associates) terima surat pemanggiÂlan pukul 10.40 WIB pada hari itu. Harusnya surat pemanggilan tiga hari sebelumnya, tapi karena Pak KaÂligis menghormati proses hukum dan itu mendekati Hari Raya Idul Fitri, dia minta reschedule,†kata Afrian.
Selanjutnya, menurut Afrian, KPK tidak menunjukkan surat penÂangkapan ketika menangkap kliÂennya. Ketika Kaligis ditahan pun, ujarnya, dia tidak boleh ditemui oleh kuasa hukum. Padahal seharusnya orang yang sudah ditetapkan sebaÂgai tersangka tetap boleh bertemu dengan kuasa hukumnya.
Kesalahan prosedur beriÂkutnya, klaim Afrian, ialah OC KaÂligis ditetapkan sebagai tersangka tanpa diperiksa lebih dulu. “Dari beberapa tindakan yang menyalahi prosedur itulah kami confirm dalam tempo sesingkat-singkatnya akan ajukan praperadilan. Kami juga akan laporkan adanya perampasan kemerdekaan (atas Kaligis) ke Mabes Polri, dan laporkan dugaan penyalaÂhan hak asasi manusia ke Komnas HAM,†tandasnya. (*)