DiÂrektur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), DahlÂan Iskan, mengaku bingung dengan status tersangka yang diberikan oleh Kejaksaan TingÂgi DKI dalam kasus dugaan koÂrupsi pengadaan dan pembanÂgunan 21 gardu induk tahun anggaran 2011-2013.
Dalam pembacaan permoÂhonan gugatan yang dibacakan kuasa hukum Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, kliennya sebaÂgai pemohon sama sekali tidak mengetahui dengan sangkaan yang menjeratnya. Dahlan hanya tahu dirinya dipangÂgil untuk memberikan kesakÂsian tanpa pernah menyangka bakal berakhir jadi tersangka. Dahlan sendiri tidak hadir dalam sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukannÂya. “Bahwa pemohon (Dahlan) sama sekali tidak tahu-menahu peristiwa yang disangkakan oleh termohon terkait perisÂtiwa yang disangkakan termoÂhon terkait peristiwa tertentu yang mana, seperti apa kejadiÂannya, serta di mana dan kaÂpan,†kata Yusril saat gelaran praperadilan perdana di ruÂang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7/2015).
Yusril menyebut kejaksaan telah menyalahi prosedur dalam menjerat kliennya seÂbagai tersangka. Dia menuding penetapan tersangka dilakuÂkan tanpa didasari penyelidiÂkan maupun alat bukti yang menyertainya.
Menurut Yusril, penetapan status tersangka Dahlan dilakuÂkan tanpa melalui penyidikan yang diatur sesuai ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti untuk membuat terang satu tindak pidana dan menÂemukan tersangkanya. “Pada kenyataanya terhadap pemoÂhon telah ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka pada 5 Juli 2015 sesuai Surat PerinÂtah Penyidikan Nomor: Prin- 752/0.1/06/2015. Baru termohon mencari bukti-bukti dengan meÂmanggil para saksi dan melakuÂkan pencegahan, dan penggeleÂdahan,†kata Yusril.
Yusril mengatakan penyÂidik baru mengumpulkan alat bukti setelah menetapkan Dahlan sebagai tersangka denÂgan memeriksa Nasri SebayÂang sebagai saksi pada hari 22 Juni, sesuai surat panggilan saksi Nomor: SP-374/0.1.5/ Fd.1/06/2015, tanggal 19 Juni.
Kemudian, lanjut Yusril, penyidik juga kembali menÂgumpulkan bukti-bukti pada 25 Juni dengan melakukan penggeledahan kantor Nasri Sebayang. Anehnya, penyidik tidak membuat tanda terima atas barang-barang yang disita sebagaimana yang ditentukan Pasal 34 KUHAP. “Tidak ada BAP penyitaan sebagaimana Pasal 75 KUHAP. Ternyata, terÂmohon tanpa ada minimal 2 alat bukti yang sah serta merta menetapkan pemohon sebagai tersangka,†kata Yusril.
Yusril berkeberatan klienÂnya dijadikan tersangka karena berdasarkan Keputusan PresÂiden Nomor 59/P tahun 2011, Dahlan telah diangkat sebagai Menteri BUMN terhitung sejak 20 Oktober 2011. Dengan deÂmikian Dahlan sudah tidak lagi berurusan dengan kebijakan anggaran lantaran sudah ada pejabat pengganti selaku KPA.
Dalam arti lain, lanjut Yusril, Dahlan sebagai pemoÂhon sudah tidak lagi memiliki kepentingan dalam kebijakan saat ditandatanganinya seluÂruh perjanjian (kontrak) pemÂbangunan gardu induk pada Satuan Kerja Jaringan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara TaÂhun Anggaran 2011-2013 (multi years) oleh Pejabat Pembuat Komitmen (P2K) dengan PeÂnyedia Barang dan Jasa.
Menanggapi permohonan gugatan tersebut, Hakim Ketua Lendriaty Janis lantas memÂberi kesempatan kepada kejakÂsaan sebagai pihak pemohon memberikan jawaban. Dari uraian tanggapan yang dibacaÂkan oleh pihak kejaksaan pada intinya menyatakan bahwa penetapan tersangka telah diÂlakukan sesuai prosedur dan berangkat dari keterangan sakÂsi serta alat bukti yang cukup. “Untuk itu kami memohon agar hakim menolak semua permohonan yang diajukan oeh pemohon,†ujar perwakiÂlan dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Dahlan dijerat atas kasus pembangunan 21 gardu induk listrik pada unit pembangkit dan jaringan di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara yang dilakukan dengan menggunakan AnggaÂran Pendapatan Belanja NegaÂra (APBN) sebesar lebih dari Rp 1 triliun untuk tahun anggaran 2011-2013.
Badan Pengawasan KeuanÂgan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta menemukan keruÂgian negara akibat kasus ini sebesar Rp 33,2 miliar. Hingga kini pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapÂkan 15 tersangka terkait kasus tersebut.
Atas kelalaiannya, Dahlan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberÂantasan Tindak Pidana KorupÂsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam pasal terseÂbut, bos media ini dinilai telah memperkaya diri sendiri, melÂawan hukum, dan merugikan negara.
(Yuska Apitya Aji)