Maryono menuÂturkan, selama semester I/2015, sektor properti kalangan menengah atas mengalami penurunan palÂing tajam. “Pada umumnya yang dilihat, bisnis properti mengalami penurunan. BaÂgian mana? Itu bagian menenÂgah ke atas. Penurunannya sampai 30-40 persen,†ucap Maryono.
Ia melanjutkan, untungnya sektor properti segmen meÂnengah ke bawah masih menÂunjukkan catatan baik. Hal ini didorong program KPR bersubsidi.â€Perumahan kelas menegah ke bawah masih baÂgus karena ada realisasi kredit subsidi,†ujarnya.
Maryono menyebutkan, hingga akhir Maret 2015, marÂket share BTN tercatat 28,4 persen. Ini lantaran BTN menÂgandalkan segmen menengah ke bawah. “Market share BTN kuat karena fokus ke segmen menengah bawah. Bank lain yang fokus ke segmen menenÂgah atas justru turun market share-nya,†katanya.
Hingga semester I/2015, BTN telah mengucurkan kredit yang sebagian besar membiayai perumahan seÂnilai Rp 112,9 triliun. Kredit pemilikan rumah (KPR) ini mencapai 89,5 persen dari total kredit yang dikeluarkan BTN selama semester I.
Maryono menjelaskan, 30,14 persen kredit untuk rumah subsidi bernilai Rp 38 triliun.â€Sementara itu, Rp 49,75 triliun atau sekitar 39,45 persen untuk rumah nonsubÂsidi,†serunya.
Sisanya masing-masing disalurkan guna pembiayaan terkait perumahan senilai Rp 8,7 triliun dan kredit kontruksi Rp 16,4 triliun. Hingga 30 Juni 2015, BTN merealisasikan KPR bersubsidi untuk Program SeÂjuta Rumah sebanyak Rp 5,25 triliun atas 53.369 rumah. Ia memperkirakan, penyaluran kredit KPR subsidi semester II mencapai Rp 6-7 triliun.
BTN mencatat, laba seÂmester I/2015 mencapai Rp 831 miliar atau tumbuh 54,25 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang Rp 539 miliar. BTN meÂnargetkan, laba tahun ini Rp 1,8 triliun atau naik 40 persen dibandingkan tahun lalu.
Di semester I ini, BTN memÂbukukan aset Rp 155,95 triliun atau tumbuh 14,99 persen dari posisi yang sama tahun 2014 yang Rp 135,62 triliun. Sementara itu, kedit dan pemÂbiayaan tumbuh 18,33 persen dari Rp 106,58 triliun pada 2014 menjadi Rp 126,12 triliun pada 30 Juni 2015.
Kredit dan pembiayaan perseroan tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan kredit nasional yang berada di kisaran 10,40 persen per Mei 2015. Dana pihak ketiga (DPK) perseroan tumbuh dari Rp 101,345 triliun pada 2014 menjadi Rp 114,719 triliÂun pada 2015.
Untuk DPK, raihan BTN tumbuh 13,20 persen. Ini ditoÂpang pertumbuhan giro yang mencapai 36,16 persen. Hal tersebut juga meningkatkan raÂsio current and saving accounts (Casa) menjadi 47,27 persen.
Properti Asing
Sementara itu, Head of Research and Advisory CushÂman and Wakefield IndoneÂsia, Arief Rahardjo menilai, kebijakan pemerintah mengeÂnai kepemilikan properti oleh asing bisa merupakan langkah untuk tetap menjaga gairah pasar di segmen atas.
“Ketika pemerintah mengeÂluarkan pajak supermewah, takutnya yang terkena dampÂaknya adalah segmen atas. Mungkin karena itu, mereka memperbolehkan asing memÂbantu pemintaan di segmen upper,†tuturnya.
Namun menurutnya, wacaÂna kepemilikan properti oleh orang asing dengan batasan harga Rp 5 miliar tidak serta-merta menggairahkan pasar. Pasalnya, jumlah pasokan kondominium kelas atas masih sangat sedikit dibandÂingkan segmen lain.
Berdasarkan data CushÂman and Wakefield IndoneÂsia, sekitar 187.000 proyek kondominium yang sedang dipasarkan sekarang hanya 12,6 persen yang untuk segÂmen upper. Selain jumlah suplai yang sedikit, masalah juga terkait soal status kepeÂmilikan. Pengembang masih enggan membangun properti dengan status hak pakai kareÂna pasar lokal belum terbiasa.
Sementara itu, segmen lokal jumlahnya jauh lebih beÂsar dibandingkan permintaan asing. Masalah suplai segÂmen atas untuk WNA yang masih terbatas berasal dari pembatasan kepemilikan dari segi kebijakan. Akibatnya, pengembang hanya menyediÂakan suplai sedikit. “PengemÂbang pun masih melihat dan menunggu kebijakan kepemiÂlikan properti oleh asing akan seperti apa,†ucapnya. (SH)
Oleh : Adilla Prasetyo Wibowo
[email protected]