JAKARTA, TODAY — Akhir pekan lalu, dolar AS (USD) sudah tembus Rp 13.531. MenghadaÂpi kondisi ini, pemerintah akan terus melakuÂkan perbaikan ekonomi. Sehingga ke depan investasi dan struktur ekonomi baik, dan ruÂpiah kembali menguat.
“Paling penting kita perbaiki struktur ekonomi Indonesia ke depan. Bagaimana membawa ekonomi kita bagus, juga ekspor kita bagus, bagaimana agar investasi masuk, memperbaiki birokrasi, bagaimana agar penÂegakan hukum lebih pasti,’’ kata Menko PerÂekonomian Sofyan Djalil, di Hotel Ritz CarlÂton, Mega Kuningan, Jakarta, Sabtu (1/8/2015).
Menurut Sofyan, langkah tersebut yang akan membuat ekonomi Indonesia bersaÂing dan kompetitif dan lebih baik. ‘’Dan itu semua nggak bakal mengubah dolar besok,†paparnya
Penguatan dolar saat ini, menurut Sofyan, terjadi karena aksi spekulasi akibat rencana kenaikan bunga acuan oleh bank sentral AS, yaitu Federal Reserve (The Fed), yang renÂcananya akan dilakukan September atau DeÂsember ini.
“Setiap isu yang berkembang, maka pelaku pasar akan memakai ini kesempatan untuk melakukan spekulasi, ini tentu meruÂpakan mempengaruhi semua mata uang duÂnia. Yang tergantung pada dolar, dan karena dolar mata uang paling besar, tentu seluruh dunia akan tergantung pada dolar,†jelas SoÂfyan.
Intervensi oleh Bank Indonesia (BI) juga bakal sia-sia, karena penguatan USD terjadi di seluruh dunia. Menurut Sofyan, lebih baik BI menahan cadangan devisanya, daripada mempertahankan rupiah yang melemah akiÂbat spekulasi.
“Tetapi Bank Indonesia tetap menjaga di pasar supaya kalau turun rupiah bisa tetap reasonable. Paling penting kita perbaiki struktur ekonomi Indonesia ke depan,†imÂbuh Sofyan.
Pergerakan USD terus menguat terhaÂdap rupiah. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, USD menembus Rp 13.500. Pemerintah meminta masyarakat tidak khaÂwatir, karena fenomena ini terjadi hampir di semua mata uang dunia.
“Pokoknya tidak usah khawatir, orang-orang mengait-ngaitkan dengan 1998. Nih saya ceritakan, dolar kita 1998 waktu itu Rp 2.300, melemah ke 13.000 lebih, jadi berapa ratus persen naiknya. Sekarang melemah dari Rp 11.700 jadi Rp 13.400, jadi pelemahan sekitar sepuluh atau beberapa belas persen,†kata Sofyan Djalil.
Seperti diketahui, pada masa krisis monÂeter 1998, USD melonjak hingga Rp 16.650 teÂpatnya pada 17 Juni. Nah, setelah itu USD muÂlai melemah secara perlahan di bulan-bulan berikutnya.
Juni lalu, USD tembus kisaran Rp 13.300 yang setara dengan posisinya pada bulan Agustus 1998. Sampai sekarang USD masih tinggi dan setara dengan posisi pada Agustus 1998 tersebut.
Turunnya sejumlah harga komoditas yang dimotori oleh komoditas minyak mentah duÂnia memberikan imbas positif bagi laju USD untuk dapat bergerak menguat.
Meski begitu, kondisi ekonomi IndoneÂsia saat ini lebih kuat dan jauh berbeda denÂgan kondisi di 1998. Mau lihat perbandingan kondisi 1998 dengan sekarang?
Pada kesempatan itu Sofyan mengatakan, mata uang yang masih bisa bertahan dari gempuran penguatan USD adalah, dolar SinÂgapura dan rupee India.
“Kenapa rupee lebih baik, karena mereka mampu memperbaiki struktur ekonomi lebih baik. Kita juga harus perbaiki, tapi spekulasi di pasar itu yang tidak bisa kita halangi, keÂcuali kita korbankan semua devisa kita,†jelas Sofyan.
“Nah itu bukan pilihan. Kita nggak mau dolar terlalu kuat, atau dolar terlalu lemah, karena kalau dolar terlalu kuat itu sangat membebani perusahaan-perusahaan yang berutang ke luar negeri,†kata Sofyan.
Jadi pemerintah dan BI harus membuat nilai tukar rupiah terhadap USD seimbang unÂtuk eksportir dan importir. “Jangan kayak taÂhun 2009 dolar sampai Rp 9.000. Akibatnya kita tidak tidak bisa bersaing. Karena rupiah kita terlalu kuat,†kata Sofyan.
(Alfian M)