Rencana pembanguÂnan kereta cepat (high speed train) yang akan dilakukan Indonesia sepertinya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Bahkan, TionÂgkok (China) menawarkan dana sebesar USD5,5 miliar dalam proÂposal yang diajukannya.
Menteri Perencanaan PembanÂgunan Nasional (PPN/Bappenas) Andrinof Chaniago menyatakan, nilai invesatsi yang ditawarkan China untuk membangun kereta cepat tersebut sebesar USD5,5 miliar dengan suku bunga dua persen. Untuk jangka waktu juga disebut sangat menggiurkan karena mencapai 50 tahun untuk tenornya.
“Grace periodenya 10 taÂhun, masa pengembalian 40 taÂhun. Jadi total 50 tahun,†ujar Andrinof di kantornya, Selasa (11/8/2015).
Selain itu, lanjutnya, paparan pihak Tiongkok yang menyatakan penyelesaian dapat dilakukan dalam jangka waktu tiga tahun tersebut cukup masuk akal. “Dia tunjukkan pengalaman membanÂgun 17 ribu kilometer (km) kereta api, 9.000 km di antaranya kereta cepat dan itu terbesar di dunia,†jelas dia.
Tiongkok juga sudah setuju dengan membiayai proyek kereÂta super cepat tersebut tanpa bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). SeÂhingga, pemerintah pun menunÂjukkan ketertarikan dengan iming-iming tersebut. “Dulu konsepnya pembangunan berÂsama pemerintah pakai APBN. Kalau pakai APBN memang beÂlum ada agenda itu. Kalau swasÂta yang membangun atau pihak luar menguntungkan ekonomi tanpa masalah, ya itu bagus,†kata dia.
Meski tawaran tersebut mengÂgiurkan, namun Andrinof menÂgaku belum memutuskan memilÂih pihak Jepang ataukah China yang memegang proyek kereta cepat tersebut. Pemerintah akan segera me-review tawaran yang datang dari pihak asing untuk menjadi investor pembangunan kereta cepat di Indonesia. NantiÂnya, tawaran yang lebih baik dari segala aspek akan dipilih dalam dua minggu ke depan.
“Nanti konsultannya indepenÂden ya, kemungkinan kita review sendiri dengan menerima masuÂkan dari pihak luar. Tawaran baru sanggup memulai pekerjaan itu di September dan selesai dalam tiga tahun,†pungkasnya.
(OKZ/Apri)