JAKARTA, TODAY — Mata uang di kawasan Asia masih terus berguguran, pasca China mendeÂvaluasi yuan. Nilai tukar rupiah terÂgolong jatuh cuÂkup dalam, meski tak seburuk ringgit Malaysia.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menÂgungkapkan per 12 Agustus 2015, depresiasi rupiah sudah mencapai 10,16% (year to date).
“Kebijakan China itu berdampak negatif terhadap mayoritas mata uang negara-negara di dunia termasuk Indo nesia. Secara year to date depresiasi mencapai 10,16%,†ungkap Agus dalam konferensi pers di Gedung DjuanÂda, Kemenkeu, Jakarta, Kamis (13/8/2015).
Bila melihat negara lainnya, rupiah meÂmang terhitung cukup baik. Sebab ringgit Malaysia terdepresiasi sampai dengan 13,16%, Turki 16,23%, Brasil 29,4% dan Australia sebeÂsar 10,6%. Ada juga negara-negara yang bisa meÂnahan mata uangnya tidak terdepresiasi terlalu dalam. Seperti Won Korea Selatan yang hanya 8,35%, Bath Thailand sebesar 6,62% dan Yen Jepang dengan 3,96%. “Kita akan terus dan akan berada di pasar untuk memantau pergerakan nilai tukar rupiah,†terangnya.
Agus menambahkan, posisi China yang melemahkan mata uang, merupakan baÂgian dari upaya untuk menggenjot pertumÂbuhan ekonomi melalui ekspor. Senin 11 Agustus 2015 depresiasi Yuang mencapai 1,9% terhadap USD dan Selasa 12 Agustus 2015 dilanjutkan dengan depresiasi 1,6%.
†Ini arena kondisi di China itu terjadi pelemahan kinerja ekspor, capital outflow yang cukup serius dan, dan cadangan deÂvisa yang menurun,†tukas Agus Marto.
Seperti diberitakan harian ini Rabu dan Kamis, bank sentral China, the People’s Bank of China (PBoC), sengaja melemahkan mata uang yuan terhadap USD. Dalam tiga hari ini yuan sudah jatuh 4,65% Menjelang Kamis siang, USD setara 6,4 yuan dibandÂingkan dengan penutupan Rabu di 6,38 yuan. Lebih rendah 0,7% dari posisi kemaÂrin 6,43 yuan.
Melihat kondisi tersebut, PboC sudah mulai ketakutan yuan jatuh terlalu lemah. Maka itu PBoC mulai melakukan segala upaya untuk menstabilkan kembali posisi keseimbangan baru yuan.
Kabarnya, PBoC meminta bank BUMN China untuk menjual dolar AS ke pasar dalam 15 menit sebelum penutupan perdaÂgangan pasar keuangan AS. Hal ini memÂbuat yuan bisa menguat sekitar satu persen setelah mencapai titik terendahnya empat tahun terakhir ini.
Bank sentral China belum mau mengÂkonfirmasi kabar tersebut, tapi diamini oleh beberapa pelaku pasar di AS dan China. Jika yuan terlalu murah akan merusak harga produk impor China.
“Sepertinya sekarang sudah jelas, PBoC sedang mencari titik keseimbangan yuan baru dan ternyata tidak semudah itu,†kata riset harian Natixis seperti dikutip CNBC, Kamis (13/8/2015).
Jurus mabuk China ini juga membuat Janet Yellen, gubernur bank sentral AmeriÂka, kebingungan dan tak berdaya. Wanita yang bisa dibilang paling perkasa di dunia terkejut dengan langkah mengejutkan yang dilakukan The People’s Bank of China, denÂgan sengaja melemahkan yuan terhadap USD.
China sengaja melakukan ini untuk meningkatkan daya saing ekspornya yang pada Juli lalu melambat. Akibatnya, banyak orang bertanya-tanya, The Fed jadi naikkan suku bunga?
Sebab, dengan mahalnya USD, maka produk-produk seperti buatan Apple atau Coach akan menjadi lebih mahal lagi ketika dijual ke konsumer.
Nah, jika Yellen memutuskan menaikÂkan suku bunga, yang sudah ditahan renÂdah lebih dari 10 tahun, maka USD bisa maÂkin perkasa. Semakin tinggi USD, semakin merugikan ekspor AS karena produknya makin mahal.
Sebaliknya bagi China, produk-produk yang dijualnya menjadi semakin murah sehingga bisa menyerbu pasar AS dengan mudah. Ini yang akhirnya membuat Yellen pusing tujuh keliling. Mau diam saja, salah. Naikkan suku bunga, juga salah.
“Jika gejolak di pasar ini masih berjalan, The Fed akan menahan rencana itu (naikÂkan suku bunga). Mereka (The Fed) tidak mau bikin gejolak tambahan, mereka kan seperti bank sentralnya dunia,†kata Kepala Ekonom Mesirow Financial, Diane Swonk, seperti dikutip CNN, Kamis (13/8/2015).
Sudah dua hari ini yuan melemah terhaÂdap dolar AS. Masih belum diketahui samÂpai kapan China berniat melemahkan yuan. Saat ini yuan sudah mencapai titik terendaÂhnya dalam tiga tahun.
(Alfian M)