Untitled-5BERAWAL dari paraboy dan menjadi tukang ojek para atlet yang sedang berlatih, kini Dede Supratman mampu membuk­tikan diri menjadi yang terbaik. Impian yang diangankannya sedari belia

Sempat tertinggal dan menduduki peringkat ketiga hingga ronde keempat, salah satu atlet kebanggan Kabupaten Bogor, Dede Supratman (28) mampu menyalip dua langganan jawara paralayang dunia Matjaz Sluga (Slovenia) dan Tomas Letnik (Republik Ceko) di nomor ketepatan mendarat.

Di ronde kelima, Dede mulai menunjukkan taring dengan dua kali melakukan pendaratan tepat di titik nol dan sekal­igus menyodok posisi puncak menggeser para jawara Eropa Timur tersebut. Kembali Indonesia membuktikan bahwa raksasa olahraga Paralayang dunia. mereka pantas diperhitungkan sebagai

“Saya tidak memprediksikan akan menang melihat lawan-lawan yang cu­kup tangguh dari Eropa dan Asia. Tapi ini menjadi kado istimewa selain untuk diri saya juga untuk negara di 70 Tahun Kemerdekaan Indonesia,” kata Dede.

Dede mengaku tidak memiliki ambi­si untuk meraih juara dan hanya fokus untuk berlomba dan memperoleh ha­sil maksimal. Selama pertandingan, ia juga tidak pernah memperhatikan ha­sil perolehan sementara. Menurutnya, hal itu sangat mempengaruhi konsen­trasinya untuk melakukan yang terbaik selama kompetisi berlangsung.

BACA JUGA :  Sarapan dengan Tumis Tahu Goreng Bumbu Cabe, Dijamin Keluarga Suka

Pada ronde pertama, Dede meraih nilai enam. Di ronde kedua, ia justru mendapat nilai 10, lalu pada ronde ke­tiga ia berhasil mendarat di titik nol. Di ronde keempat Dede mendarat den­gan nilai enam, dan babak penentu di ronde kelima dia berhasil mendarat sempurna di titik nol.

Dede mengaku ini pertama kalinya ia meraih gelar juara dunia untuk kat­egori Ketepatan Mendarat dalam WPAC ke-8. Baginya ini sebagai pembuktian bahwa, ia mampu bersaing dengan juara dunia lainnya baik dari negara Eropa Timur maupun Asia.

Baginya, atlet yang hadir dalam Kejuaraan Dunia Ketepatan Mendarat (WPAC) ke-8 berjumlah 121 orang dari 19 negara adalah lawan yang berat. Beberapa negara yang menjadi lawan beratnya yakni Serbia, Republik Ceko, Slovenia dan Thailand.

“Haru rasanya, setiap kali menden­garkan Lagu Indonesia Raya dikuman­dangkan dalam kejuaraan besar. Dan saya merasa ada getaran di dalam hati saya bisa mempersembahkan prestasi untuk bangsa,” ujarnya.

Keberhasilan Dede bukan saja men­jadi hadiah manis bagi Indonesia yang memperingati Kemerdekaannya pada 17 Agustus, namun juga bagi Paraboy, julukan untuk bocah-bocah yang men­jadi asisten para atlet paralayang dalam melakukan latihan maupun kejuaraan.

BACA JUGA :  Mahkota Binokasih dan Artefak Perjalanan Islam Dipamerkan di Perpustakaan Kota Bogor

Bocah-bocah yang tinggal di Kam­pung Pensiunan, Cisarua, Bogor tem­pat Dede tinggal memang banyak yang berprofesi sebagai paraboy. Mereka membantu para pilot (atlit Paralayang) melipat, mengemas dan mengangkut parasut ke kendaraan yang siap memba­wa pilot kembali ke lokasi lepas landas.

Anak bungsu dari empat bersauda­ra ini sejak kecil aktif sebagai Paraboy. Sepulang sekolah ketika masih di bangku Sekolah Dasar (SD), ia langsung menuju lapangan pendaratan tempat para atlit Paralayang berlatih yang hanya berjarak 100 meter di depan rumahnya. Tak heran jika bekal penge­tahuannya tentang Paralayang sangat kuat, karena sejak kecil ia sudah mem­perhatikan langsung teknik terbang dan mendarat pilot handal nasional maupun asing. Kini ia adalah Raja Kete­patan Mendarat Paralayang Dunia.

Keberhasilan Dede menjadi mod­al penting cabang Paralayang untuk membuktikan pada Komite Olahraga Indonesia, bahwa mereka amat layak mengikuti Asian Games 2018 Indonesia.

(Adilla Prasetyo Wibowo)

============================================================
============================================================
============================================================