SAKIT keras yang diidap sang orangtua membuat Gunara memiÂliki tekad yang kuat untuk menjadi seorang dokter ketika duduk dibangku SMA. Tekad itu semakin bulat saat orangtuanya meÂninggal dunia. Namun, takdir berkata lain. Gunara malah menÂjadi seorang pengacara. Meski demikian, Gunara tetap menÂjalaninya dengan hati karena menurut dia, baik dokter maupun pengacara merupakan profesi yang mulia dan terhormat lantaÂran bisa membantu orang lain.
Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]
Gunara dikenal sebagai salah satu sosok pengacara yang low profile. Tak begitu sulit bagi BOGOR TODAY untuk bisa menemui dan mewawancarainya. Di sela kesibukannya di Pengadilan NegÂeri Kota Bogor, Gunara menyempatkan waktu untuk berbagai kisahnya.
Menjadi pengacara memang bukan cita-citanya. Sejak SMA, pria pehobi olahraga bulutangkis ini memang berniat ingin menjadi dokter. Namun takdir membawanya menjadi seorang advokat. Kini, namanya pun sudah cuÂkup dikenal, khususnya di Bogor.
“Waktu SMA saya masuk jurusan IPA. BahÂkan, setelah lulus saya sempat ikut tes masuk kedokteran tapi nggak lulus. Terus saya coba lagi dan tidak berhasil,†ungkap Gunara.
Tidak lulusnya tes masuk fakultas kedokÂteran membuat Gunara menganggur selama satu tahun. Dan akhirnya, ia direkomendasikan kakaknya untuk masuk ke fakultas hukum. “KaÂkak saya bilang, kalau memang ingin membantu orang lain coba saja masuk fakultas hukum. Kan, tidak semua orang mengerti hukum. BanÂyak orang kecil ditindas karena tidak paham hukum jadi peran pengcara sangat dibutuhkan. Dari situ saya kemudian memutuskan untuk kuliah hukum,†kata pria kelahiran Sambas, 4 April 1962 itu.
Pada 1984 Gunara pun memulai kulihanya di salah satu perguruan tinggi sawasta di Bogor. Sambil kuliah, Gunara pun aktif di salah satu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) agar pengalaÂman dan ilmu mengenai kehukumannya terus terasah. “Kemudian saya lulus sekitar tahun 90-an. Saya ikut ujian pengacara praktek di Bandung. Sampai akhirnya saya terus menikÂmati dan berkecimpung di dunia pengacara,†terang dia.
Ia juga ingat betul kasus hukum pertama yang berhasil ia tangani, yakni menyangkut sebuah lahan sengketa di Ciwaringin. “Kasus ini sangat mempunyai kesan karena berkahir dengan jalur damai atau kekeluargaan. Karena bagi saya, keputusan berdamai itu sangat indah. Keputusan ke ranah hukum itu saya pilih sebÂagai langkah terakhir,†tandasnya.
Kini, beragam kasus pernah ia tangani. Dari kasus besar hingga kasus yang menerpa maÂsyarakat miskin. “Tak bisa dipungkiri bahwa persoalan hukum di negeri kita ini masih tumÂpul ke atas dan tajam ke bawah. Padahal, dalam Pasal 27 UUD 1945 disebutkan bahwa semua masyarakat Indonesia sama kedudukannya di mata hukum dan harus tunduk kepada hukum. Di situlah terhormatnya peran pengacara atau yang disebut dengan officium nobile,†jelasnya.
Gunara sendiri memulai karir di LBH PemuÂda Pancasila pada 1986-1996. Kemudian berÂgabung di Arbono Soercahmat and associate dan Law Firm DGG. Saat ini, ia mengemban tugas sebagai Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Kabupaten Bogor dan sekretaris PerÂhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Bogor Raya.
(Apriyadi Hidayat)