Oleh: IWAN DARMAWAN, SH. MH
Hakikatnya keÂÂmerdekaan harus memberikan angin perubahan yang meÂÂlembagakan haraÂÂpan akan masa depan, bukan seÂÂbaliknya memberikan nilai-nilai pesimistis dan skeptis terhadap lembaga-lembaga masa depan yang dicanangkan dan dijanjikan negara. Perlu perenungan denÂÂgan pendekatan hermeneutika untuk menggali nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang heroik dan pantang menyÂÂerah demi tercapainya suatu keÂÂmerdekaan yang diidam-idamkan dari generasi ke generasi.

Pendekatan Hermeneutika yang bersifat holistik dan transenÂÂdental, mengingatkan kita sebÂÂagai bangsa yang memiliki kultur spiritual yang sangat tinggi, serta daya magis yang mendalam yang memberikan potret diri bangsa Indonesia yang berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Permenungan hermeneutika seÂÂcara holistik dan transedental ini diharapkan dapat menyenÂÂtuh akar kesadaran kita sebagai bangsa dari tidur yang panjang, dari pembelengguan jati diri bangsa oleh kekuatan-kekuatan luar yang menginginkan IndoneÂÂsia tetap kerdil dan tergantung, padahal bangsa ini memiliki etos sejarah yang terang dan gemilaÂÂng. Permenungan hermeneutika yang holistik dan transendental akan membangunkan kita semua dari keterpejaman jiwa yang meÂÂmasung dan membelenggu.
Hermeneutika Sejarah Bangsa
Pendekatan hermeneutika adalah penelusuran interpretasi sampai kepada akar hakikat yang bersifat holistik dan transedental. Akar bangsa Indonesia sebagai bangsa melayu memiliki akar buÂÂdaya dan kultur yang kental denÂÂgan nilai-nilai spiritual. Hampir disetiap suku bangsa nilai-nilai spiritual dan magis nampak dari berbagai ritual yang menggamÂÂbarkan nilai-nilai spiritual dan magis tersebut. Intinya, bangsa ini akar sejarahnya memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai bathiniah dari pada lahiriahnÂÂya. Bagaimana tidak, kekuatan bathiniah mampu mengobarkan semangat perlawanan rakyat kepada penjajah hanya dengan bambu runcing.
Bambu runcing sebenarnya hanya sebagai alat, yang terpentÂÂing semangat jiwa yang berkobar-kobar mampu menumbuhkan keberanian, pantang menyerah, berani berkorban dan sifat-sifat heroik lainnya. Pendekatan herÂÂmeneutika perlu diterapkan kemÂÂbali dalam setiap jenjang pendiÂÂdikan, dari tingkat PAUD atau TK sampai Perguruan Tinggi, agar karakter bangsa ini tetap utuh dan orisinil, tidak tercemar oleh nilai-nilai negatif yang membuat jati diri bangsa ini menjadi tidak jelas, mudah terombang ambÂÂing, mudah tergantung, tidak memiliki kemandirian, dan muÂÂdah diadu domba. Pendekatan hermeneutika menjadikan kita senantiasa ingat akan masa lalu kita, dari mana kita berasal, dan akhirnya kita akan mampu berÂÂcermin dan memproyeksikan diri kita ke masa depan.
Merdeka Vs Belenggu
Merdeka berarti bebas berkeÂÂhendakdan menentukan nasib sendieri tanpa ada tekanan dan paksaan. Merdeka memberikan tempat kepada jiwa dan pikiran untuk berkreasi dan terinovasi untuk mencapai hakikat kehiduÂÂpan yang lebih baik. Tuhan memÂÂberikan kemerdekaan kepada manusia untuk menentukan naÂÂsibnya sendiri dengan berihtiar dan berusaha. Kemerdekaan adalah modal dasar bagi manusia untuk mengembangkan jati dirinÂÂya. Manusia yang sudah menemuÂÂkan jati dirinya akan merasakan pemaknaan akan kemerdekaan. Demikian juga dengan bangsa InÂÂdonesia, kemerdekaan yang kita peroleh pada tanggal 17 Agustus 1945, merupakan titik kulminasi bangsa ini untuk menatap masa depan, setelah sekian lama diÂÂjajah, proses panjang perjuangan bangsa sampai mencapai keÂÂmerdekaan tentu saja harus disiÂÂkapi sebagai proses penemuan jati diri bangsa.
Proses pencapaian jati diri bangsa harus terus diperjuangÂÂkan dan menjadi komitmen bangsa ini untuk tetap ajeg pada komitmen yang sudah dibuat dan menjadi konsensus bangsa tanpa bisa ditawar, direkayasa, apalagi keluar dari komitmen dan konÂÂsensus yang sudah dicanangkan. Komitmen menjaga jati diri, akan membuat bangsa ini merdeka dari cengkraman pihak-pihak yang memiliki kepentingan unÂÂtuk merusak bangsa ini, untuk itu sepanjang jati diri bangsa masih terawat dan terjaga, maka kemerdekaan masih bisa kita raÂÂsakan.
Sebaliknya, saat komitmen longgar, jati diri dilupakan, maka yang muncul adalah pembelengÂÂguan terhadap jati bangsa terseÂÂbut, yang berkuasa adalah pihak luar, mengendalikan dan mengÂÂgerogoti untuk kepentingannya. Bangsa yang merdeka sesungÂÂguhnya, mampu berdikari dan punya harga diri, komitmen dan prinsip. Tidak mudah diombang-ambing dan menjadi boneka dan mainan bangsa-bangsa lain. Kita semua harus menyadari dan peka akan hal ini. Kita bangkit dari pembelengguan dan perÂÂbudakan dalam bentuk apapun. Karena hakikatnya kemerdekaan adalah hak setiap bangsa. NegÂÂeri yang berlimpah kekayaan ini, tidak layak menjadi miskin, apalagi ada rakyatnya yang kelaparan. Jika masih ada yang kelaparan dan menderita, berarÂÂti kita semua harus intropeksi, apa yang salah dengan negeri ini, dan kita bangun kesadaran untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut dan berdiri untuk tegak berjalan dan menaÂÂtap langit untuk terbang dan mengangkasa. (*)
Dosen Fakultas Hukum UniÂÂversitas Pakuan. Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Indonesia